...🌷•|| Beri like dan vote ||•🌷...
"Ini kenapa bisa sama dengan rasa masakan Mami?" gumam Devan melihat sup di depannya.
"Siapa yang membuat sup ini?" tanya Devan melihat ke arah semua para pelayan gadis dan lelaki yang berjejer saling terdiam.
"Kenapa semuanya pada diam!" Devan berkata dengan nada tinggi menatap tajam ke arah mereka. Dengan cepat, para pelayan menunjuk Ella. Ella terperanjak mulai ketakutan. Apalagi tatapan Devan begitu menakutkan.
"Ck," Devan hanya menggertak lalu mendorong mangkuk itu menjauh dari hadapannya dan tak ingin mencobanya lagi. Devan sedikit kecewa karena sup itu buatan Ella. Devan pikir, dari beberapa pelayan di Villanya memiliki keahlian memasak makanan yang sama dengan Ibunya. Tapi ternyata, sup itu dibuat oleh Ella, gadis yang dia beli dari pelelangan.
Devan berdiri sudah tidak berserela untuk menghabiskan makanannya. Presdir muda itu pergi dari dapur menaiki anak tangga menuju ke kamarnya untuk menghilangkan kelelahannya dari kantor.
Ella mengelus dadanya merasa lega, untung saja dirinya tidak dibentak-bentak oleh Bu Jeje si kepala pelayan. Ella kemudian membersihkan meja makan bersama pelayan lainnya. Sibuk membereskan piring, Ella tidak sengaja menguping pembicaraan pelayan yang berdiri tak jauh darinya.
"Hei, tadi kamu lihatkan ekspresi Tuan muda. Dia benar-benar tampan dengan sikapnya yang keren itu,"
"Benar, apalagi kalau jadi istrinya. Pasti sangat beruntung bisa berdiri selalu di sampingnya. Bahkan ini sangat bagus, dia adalah pewaris utama dari keluarga Welfin. Apalagi kekayaannya di kota ini terkenal,"
"Kita bisa melakukan apa saja sesuai keinginan kita dengan hartanya yang melimpah,"
"Aku selalu berharap bisa tidur dengannya."
Itulah perbincangan mereka. Berharap menjadi pendamping atau Istri untuk Presdir Devan. Kedua pelayan yang mengobrol tadi pergi dari ruang dapur untuk istirahat. Sementara Ella masih berdiri di tempatnya sedang mengelap cucian piring.
"Hei, gadis! Apa yang kamu lakukan di sana. Berhenti mengelap piring, pergilah istirahat!" teriak Bu Jeje yang dari tadi mengawasinya. Ella segera berhenti lalu mendekati Bu Jeje.
"Eh, kamu mau apa?" Bu Jeje mundur sedikit.
Ella yang tak dapat bicara. Gadis muda itu langsung meraih tangan Bu Jeje membuat kepala pelayan itu terkejut. Ella segera mengukir sebuah nama di telapak tangan Bu Jeje menggunakan jarinya.
"E-L-L-A?" ucap Bu Jeje melihat Ella. Ella segera mengangguk. Bu Jeje pun mengerti dan segera menarik tangannya paksa.
"Pergilah istirahat! Jangan pernah berpikir untuk macam-macam di rumah ini!" tegas Bu Jeje pergi meninggalkan Ella seorang diri di ruang dapur.
Ella pun mematikan lampu lalu keluar dari ruang dapur. Langkah kaki Ella terasa berat. Ella mendongak ke lantai atas dan mulai berpikir.
"Jika aku bisa tidur dengannya, apa aku bisa jadi istrinya dan dia bisa membantuku merebut harta peninggalan Ayahku?"
Itulah niat yang terbesit di kepala Ella. "Tidak-tidak, aku tidak boleh berpikir kotor seperti ini. Mana mungkin aku yang jelek ini bisa jadi istrinya." Ella menggelengkan kepalanya membuang niatnya.
Akan tetapi, Ella kembali menatap ke lantai dua. Ella kembali berjalan, namun langkah kakinya menuju ke arah anak tangga dan perlahan menaikinya ingin menuju ke lantai dua.
Krek!
Pintu kamar toilet terbuka, Devan keluar dari kamar mandi hanya bermodal handuk putih yang membalut bagian bawahnya saja. Seketika alis kanan Devan terangkat melihat Ella sedang duduk di tepi ranjang sambil menunduk.
"Hei, apa yang kamu lakukan di kamarku!" ujar Devan menunjuk Ella. Ada sedikit rasa kaget melihat keberanian gadis yang dia beli masuk semudah itu ke dalam kamarnya tanpa izin darinya.
Ella hanya terdiam saja, percuma juga untuk menjawabnya karena dia tak bisa bicara. Ella mengangkat wajahnya lalu melihat Devan masih berdiri di dekat kamar mandi.
Ella seakan terpana dengan tubuh lelaki itu. Apalagi penampilan Devan yang habis mandi terlalu menggiurkan dan bentuk tubuhnya sungguh dapat mencuci mata.
"Hei, kenapa diam saja!" Sekali lagi Devan berbicara. Sudah ada rasa kesal dan jengkel dirinya diabaikan oleh gadis itu. Meski Ella berumur sembilas tahun. Tapi tinggi badannya seolah masih seperti gadis yang berumur enam belas tahun.
Bukannya dijawab, Ella malah berdiri menatap Devan dan langsung ingin membuka kancing bajunya membuat kedua mata Devan melebar seolah-oleh Ella ingin menyerahkan tubuhnya ke Devan.
"Hei!" teriak Devan menunjuk Ella.
"Apa-apaan ini, jangan permainkan aku!" Devan marah-marah lalu mendekati Ella dan melemparkan selimut ke arah Ella yang diambil dari gantungan di tembok kamar.
Ella tidak peduli dan masih melanjutkan membuka kancing bajunya. Bahkan belahan kedua oppainya yang lumayan masih belum besar seperti wanita diluar sana mulai terlihat dibalik kancing bajunya.
"Astaga, gadis ini berani sekali padaku!" gumam Devan sudah tidak tahan dan darahnya mulai naik. Devan segera meraih kedua tangan Ella agar bisa menghentikan aksinya itu dan menatapnya tajam.
"Apa kamu sudah gila, ha!" bentak Devan dengan cengkramnya yang kuat membuat Ella kesakitan hingga menutup matanya.
Ella tidak bersuara melainkan menangis di depan Devan. Devan terkejut melihatnya menangis, Devan pun segera menarik Ella dan menjatuhkannya ke lantai keluar dari kamarnya.
Brak!
Pintu kamar ditutup paksa membuat Ella terperanjak. Ella menggenggam tangannya kesakitan dengan cengkraman Devan barusan. Ella merasa hina dan bodoh dengan niatnya tadi ingin menyerahkan dirinya begitu saja. Tapi ternyata, pikirannya terhadap Devan salah. Lelaki itu tidak berminat untuk menyentuhnya. Ella berdiri dan terhuyung-huyung dengan kancing bajunya yang masih terbuka dengan sedikit tangisnya.
"Astaga, gadis itu mau apa tadi?" Devan duduk di tepi ranjangnya masih tak habis pikir dengan apa yang dia lihat barusan. Apalagi belahan buah dada Ella jadi terbayang-bayang di pikirannya.
Devan segera menghubungi Hansel sang sekretarisnya dan mulai mengoceh tak karuan lagi dengan tingkah Ella.
"Hansel!" ucap Devan mulai bicara.
"Ya, ada apa Presdir?" tanya Hansel yang lagi duduk nonton TV di rumahnya.
"Apa gadis itu sudah gila? Bagaimana dia bisa masuk ke dalam kamarku dan malah ingin menyerahkan dirinya padaku. Dia pikir aku ini akan terpengaruh dengan tubuhnya yang jelek itu! Bahkan dia tidak bicara padaku, dia memang gila," celetuk Devan pada panggilan tersebut. Terdengar marah-marah dan mengumpat sana sini.
Hansel menahan tawanya. Curhatan Presdirnya terdengar lucu baginya. Hansel pun menjawab Devan.
"Dia tidak gila, Presdir. Dia itu sepertinya bisu," ucap Hansel membenarkan.
"Apa, bisu? Pantas saja dia tidak berbicara sedikitpun padaku. Tapi, kenapa kamu baru memberitahuku sekarang!" marah Devan kembali.
"Ah soal itu, mungkin aku lupa, ehehe," cengir Hansel dalam panggilan itu.
"Ck, menyebalkan sekali. Aku jadi tidak ingin melihatnya di rumah ini," decak Devan kesal meski ada sedikit rasa kasihan. Tapi kekesalannya lebih besar sekarang.
"Ya, sudah. Presdir buang saja." Ucap Hansel biasa-biasa saja.
"Apa, buang? Kamu pikir 500 juta itu selembar daun yang mudah dicari dan dibuang begitu saja! Kamu mau aku pecat dari jabatanmu, Hansel!" Devan semakin tak karuan.
"Ah, itu. Maaf, Presdir. Aku hanya mengatakan pendapatku saja."
"Ya sudah, berbicara padamu bikin kepalaku ingin meledak!" Devan mematikan panggilannya membuat Hansel terkejut. Tapi Hansel tak peduli dan lanjut menonton Tv.
"Aish, benar-benar gadis bodoh. Dia pikir aku akan dengan mudahnya menyetubuhinya? Aku ini punya harga diri sebagai lelaki. Masa' iya, aku mau berika keperjakaanku padanya, amit-amit dah." Devan berdiri merasa geli membayangkan hubungan intim dengan seorang wanita. Devan pun memakai piyama lalu merebahkan tubuhnya menjernihkan pikirannya.
"Dia kasihan juga sih." gumam Devan sebentar memikirkan Ella lalu memejamkan mata.
..._____...
...Instagram : @asti.amanda24...
...YouTube : Aran Channel...
...🌷•|| Semoga suka ya ||•🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ayyu Odong
seruu euyy..
2022-11-26
0
Agrania Agrania
kasihan
2022-01-31
0
Mike Kapero
jgn jdi murahan ella
2021-09-22
0