Cinta merapatkan tubuhnya pada pintu mobil saat Namu mendekat perlahan tapi tidak dapat tertahan. Mata yang terang serupa senja itu seperti mengiris selapis membran tipis yang menyelubungi hatinya. Menyayat dengan lembut, membuka sebuah selubung tipis yang begitu liat dan kini sesuatu dari hatinya perlahan menggeliat. Cinta tercekat menahan perasaannya sendiri, hatinya seperti tak terkendali hendak melompat melesat.
" Kau tahu.... Om Arjuna pernah memintaku untuk menjagamu, agar kau tidak menangis, agar kau tidak terluka. Dan kami sudah membuat janji antar pria.... itu tak bisa ku ingkari Cinta. Janji seorang pria... ".
" Pria ? ".
" Ya .... pria ".
Mereka saling berpandangan cukup lama, kembali saling menyelami perasaan.
Sang waktu pun kembali mengundang sang angin yang turut serta mengajak sang malam yang nampak sangat gemas. Ketiganya saling berbincang dengan serunya. Karena mereka dapat mendengarkan dentuman-dentuman perasaan yang saling berkejaran.
'Apa lagi yang ditunggu pemuda itu, katakan saja ... ', seru sang malam dengan gemasnya.
' Aku benci jika kalian melewatkan dimensi romantis yang sengaja kubuatkan ini.... hei... angin tidak bisakah kau membantu ? ', dan sang waktu pun ikut menimpali dengan tak kalah frustasinya.
' Baiklah.... akan ku tiup lebih kencang '.
Di luar sana, ditepi jalanan dimana ada sebuah taman dengan gugusan pepohonan dengan daun berwarna merah dan keemasan yang mulai berguguran. Angin tiba-tiba saja bertiup sedikit kencang dan membuat ranting-ranting yang dipenuhi warna merah dan keemasan itu melambai-lambai.
" Lihat itu Cinta ... ".
Cinta pun mengikuti arah pandangan Namu, lalu ia terbelalak takjub. Atmosfer serasa dipenuhi oleh warna merah dan keemasan yang lembut, dalam balutan benderanya lampu taman.
" Indahnya .... ". Tanpa disadari, Cinta yang terbelalak takjub pun bergegas turun. Namu mengikutinya dari belakang.
" Ini pohon mapel ... akan mulai berguguran saat akhir musim semi dan awal musim gugur. Tapi sepertinya pemanasan global yang mengakibatkan sedikit panjangnya musim panas berimbas juga pada metabolisme pohon ini. Ini sudah memasuki pertengahan musim gugur .... tapi ia baru nampak akan menggugurkan dedaunannya ".
" Wah.... kakakku ini memang tahu segalanya ", kata Cinta dengan riang. " Ambil fotoku kak.... pasti terlihat cantik seperti peri di tengah hujan daun ini ".
Namu pun tersenyum dan segera mengeluarkan telepon genggamnya. Sementara Cinta yang telah meraup sejumput besar guguran dedaunan kini sudah bersiap dengan senyum manis .
" Ambil sebanyak-banyaknya ya kak.... beri aba-aba ya... ".
" Okay ..... siap.... mulai ... ".
Resolusi kamera pada telpon genggam Namu yang super canggih itupun mulai banyak merekam saat-saat indah. Seorang gadis yang tertawa lepas sambil melemparkan guguran daun. Wajahnya begitu memancarkan kecantikan yang dewasa namun sangat manis. Namu tersenyum, ia sangat menikmati sajian indah yang tengah bergerak gemulai di hadapannya.
" Sudah .... coba lihat ". Cinta mendekat.
" Bagus 'kan ? " tanya Namu sambil sedikit membungkuk dan membiarkan Cinta mengambil alih telepon genggamnya.
Wajah gadis itu berbinar-binar dengan ceria saat mengamati satu persatu foto dirinya. Tapi tiba-tiba ia sedikit mengeluh.
" Yaaah .... masih pake mantel. Ulangi lagi ya kak ".
" Kau serius ? ", Namu membelalak tak percaya saat Cinta mulai melepaskan mantel hijau lumutnya. " Ini suhu dua derajat Celcius, Cinta... ".
" Ah cuma sebentar kok. Pasti indah.... warna ungu lembut ini akan kontras dengan merah dan coklat keemasan. Seperti seorang putri dari langit .... hi... hi... hi ", Cinta terkekeh dan terlihat begitu bersemangat.
Tapi baru saja ia selesai membuka mantelnya, angin dingin langsung membelai pundak dan punggungnya yang terbuka.
" Hiiiiy.....", Cinta menggerakkan giginya menahan dingin. " Ayo ... cepat kak.... dingiiin ".
Gadis itu begitu bersemangat seperti seorang remaja, ia berlari ke tengah jalan taman itu. Berdiri tepat di bawah lampu taman. Senyumannya begitu cantik ketika guguran dedaunan membelai wajahnya. Ia bergerak seperti melayang, benar-benar serupa peri musim gugur.
Tak ada yang terlewatkan dari pandangan Namu dan juga kamera yang dipegangnya. Tawa lebar yang ceria, keanggunan yang meliuk sempurna, kerlingan mata yang indah bahkan sebuah senyuman samar yang syahdu. Semua terekam di benak Namu dan juga kameranya. Cinta menyudahinya dan melangkah mendekat, dan Namu tetap mengabadikan setiap moment itu, tanpa jeda.
" Sudah kak .... sudah ... hiiiy... berrhh... dingiiin ", Cinta mempercepat langkahnya sambil terus mengigil.
" Dasar ngeyel ... korban konten ".
Gerakan Namu begitu cepat, menyimpan telepon genggamnya dan segera berjalan menyongsong Cinta. ' Greb !! ', seayunan itu telah membuat mantel hijau lumut tersampir dipundak Cinta. Menyelubungi gadis itu dalam tempo yang begitu cepat.
Belum hilang keterkejutan Cinta, kini tubuhnya tiba-tiba saja sudah berada kembali dalam pelukan hangat, kuat, keras namun begitu nyaman. Sepasang matanya terkerjap-kerjap perlahan.
" Kalau sampai kau jadi sakit... jangan bilang aku belum memperingatkan mu ".
Hembusan nafas Namu terasa panas di ubun-ubunnya. Cinta hanya mengikuti nalurinya saja, mencengkeram bagian dada dari jas yang dikenakan oleh pemuda dihadapannya ini. Menempelkan dengan ketat pipinya yang serasa membeku, dan mencari kehangatan dari tubuh tegap dan bidang yang semakin erat mendekapnya.
" Apa ini juga termasuk bagian dari janji pria mu ? ".
" Hem ? ".
" Menjagaku agar tidak kedinginan .... ".
Namu terkekeh kecil, ia lalu lebih mengeratkan lagi pelukannya. Dan wangi mawar yang lembut dan romantis itupun kembali berkuasa di indera penciumannya. Kembali menginvasi nalarnya dan perlahan berubah rona menjadi sedikit liar. Memicu lagi gelegak dari inti tubuhnya, apalagi dengan kelembutannya yang menekan erat di bagian bawah dadanya itu.
Dug... dug... dug... degupan itu terdengar sangat jelas, menggema di telinga Cinta yang menempel tepat di dada Namu. Entah kenapa ia merasa sangat nyaman mendengar ritme yang seperti itu. Atau karena begitu hangat dalam pelukan ini ?. Cinta memilih memejamkan matanya.
" Kak... ".
" Ya... ".
" Apa kau akan marah jika aku menanyakan sesuatu ? ".
" Apa aku pernah marah tanpa alasan padamu ? ".
Cinta yang masih memejamkan matanya tersenyum kecil. Ia sedikit mengambil jeda dengan menarik nafas panjang.
" Dengan papa ku .... kenapa kau berjanji sebagai sesama pria ? boleh aku tahu alasannya ? ", tanya Cinta kemudian.
" Tentu saja ... karena kami berdua memang pria tulen....asli bukan abal-abal, dan sudah terbukti ".
" Ih !!!! ", dug! dan Cinta pun memukul dada Namu perlahan sebagai bentuk protesnya. " Bukan itu maksud ku .... ".
" Lalu ? ".
" Kalau dengan ku ..... kenapa tak kau buat janji seorang pria ? ".
Namu mengatupkan bibirnya dengan rapat begitu juga dengan pelukannya yang semakin erat. Ada yang terlontar dari hatinya, seperti kembang api yang membumbung kemudian pecah berpendar membentuk kelompok bunga diangkasa. Sesaat, tapi benar-benar hanya sesaat sama persis seperti kembang api. Kemudian kembali menggenap dan hening, begitulah Namu dengan sepasang mata coklat nya jernih. Kembali terendam oleh kesadaran, dia membeku padahal sesaat tadi hatinya telah menghangat.
" Tentu aku akan membuat janji sebagai pria .... kakak pria mu ... yang akan menyayangi dan melindungimu .... selamanya ".
" Begitu ya... ". Perlahan Cinta mendorong Namu dan menjauh dari pemuda itu. Terasa ada yang hampa tiba-tiba saja.
" Ayo kita pulang ... ". Dan Cinta lalu berjalan mendahului Namu.
" Cinta .... pertanyaan apa yang kau pikir akan membuat ku marah tadi ? ".
" Aku tidak jadi bertanya.... mungkin nanti ", Cinta tetap melangkah.
" Jika aku yang bertanya ..... apakah kau akan marah padaku ? ".
Cinta menghentikan langkahnya, tapi ia tidak membalikkan badan. Ia terdiam dan menikmati debaran seiring suara tapak sepatu Namu yang semakin mendekat.
" Cinta ... ", Namu memegang kedua pundak gadis itu.
" Kau mengajariku untuk tidak marah tanpa alasan kak... ".
" Jika aku bertanya .... apakah kau pernah melihat ku sebagai pria... seperti aku memandang mu sebagai wanita ? ... apakah kau marah ? ".
Seluruh memori dan kapasitas kecerdasan yang dimiliki dikerahkan dengan level maksimal untuk mencerna apa yang dimaksud si pemilik telapak tangan lebar dan hangat ini. Cinta terpaku, tapi seluruh neuron dalam tubuhnya bekerja keras.
" Tanpa kata jika.... apakah itu sudah masuk kategori pertanyaan ? ".
" Ya Cinta ... ", suara Namu terdengar ragu. " Apakah kau memaafkan ku .... karena .... memiliki perasaan seorang pria padamu ? ".
" Kakak ..... ".
" Maafkan Cinta ..... maaf ".
Namu tercekat, di detik berikutnya ia terlempar dalam penyesalan yang dalam. Setelah belasan tahun ia selalu berhasil membelenggu, mengikat dan memenjarakan perasaannya, kini perasaan yang dianggapnya tak tahu diri lolos tak terduga. Hanya dengan sedikit pemicu dari sang jelita penyebab semua ini. Namu mengatupkan kedua kelopak matanya. Sesal itu selalu datang terlambat.
" Maaf..... jangan pikirkan apapun. Lupakan apa yang kau dengar dari mulut ku malam ini. Anggap aku sedang sedikit gila karena terbawa suasana dan mungkin alkohol yang ku minum tadi.... ayo kita pulang ".
Namu melepaskan kedua tangannya dari pundak Cinta. Lalu melangkah mendahului gadis itu. Ia tak berani memalingkan wajahnya untuk menatap wajah Cinta. Bahkan sesaat ketika tubuh mereka berada pada garis yang sejajar, Namu mengepal kuat untuk menahan keinginannya menatap wajah gadis yang masih terpaku itu.
" Kak... ", seruan dan cekalan tangan Cinta dipergelangan Namu menghentikan langkah pemuda itu, meskipun ia tidak berani menoleh. " Kau ... tidak pernah minum alkohol. Tadi juga tidak ... ".
Namu terdiam terpaku, ia sangat menyadari kebodohan gandanya. Tapi semua sudah terlanjur, dan kini dia hanya bisa menarik nafas panjang.
" Punggung ini .... aku sering merindukannya ". Kata-kata begitu lembut, selembut belaian yang menyertainya.
Namu masih tetap terpaku, tapi kali ini kepalan tangannya perlahan mengendur. Belaian lembut yang mengusap seluruh punggungnya itu begitu menenangkan. Dan.... apa yang di dengarnya tadi ? benarkah ?. Namu sedikit menoleh, tapi ia tidak dapat melihat sosok yang berdiri di belakangnya.
Tiba-tiba saja ada dua lengan ramping yang menelusup melalui kedua sisi pinggangnya. Belum sempat ia bisa memahami apa yang terjadi......
" Apakah kau juga akan marah padaku .... karena sering merindukan mu sebagai seorang .. pria ? ".
Tanya itu tersampaikan bersamaan dengan bertautnya kedua tangan itu memeluk dirinya. Namu tidak dapat melihat bagaimana kini wajah jelita itu bersemu. Tapi ia tahu, jelita itu kini menyurugkan wajah di punggungnya. Terasa hangat, memercikkan rasa lega ... ah tidak, ini lebih ..... ini adalah perasaan bahagia. Namu tersenyum dan mendekap sepasang tangan yang kini masih memeluknya.
" Sepertinya..... kita selama ini sudah jadi orang paling bodoh di dunia ya ... ".
Cinta tidak merespon atau memberikan jawaban apapun. Sesungguhnya ia merasa sangat malu dan benar-benar merasa tidak sanggup bertatapan dengan pria ini.
" Kau.... gadis terbodoh .... tapi tercantik yang selalu kurindukan ".
Cinta benar-benar merasa tersanjung, tapi juga sangat malu. Hal biasa yang dilakukannya saat merasa malu seperti ini adalah...... mencubit dengan keras.
" Auw... a.. a..aduuuuh ... ", Namu menjerit. Cubitan yang mendarat telak di kedua pinggangnya terasa seperti sengatan listrik, tapi justru yang tersengat adalah hatinya, tepat di sisi kebahagian. Kemudian ia terkekeh kecil sambil membalikkan badan.
" Kakak bodoh... ".
Namu tersenyum semakin lebar mendapati wajah jelita itu bersemu merah. Bahkan si jelita ini berusaha menghindari tatapan matanya.
" Heiii.... kenapa ? ". Namu memegang ujung dagu Cinta dan membawanya untuk saling bertatapan. Sementara satu lengannya menarik pinggang ramping itu dan menahannya sedekat mungkin.
" Aku malu.... ".
" Hah ?!!!.... ha.. ha..ha.... ".
" Kakak..... !!!! ", Cinta merajuk dan mendorong Namu dengan kuat.
Wajah itu benar-benar bersemu merah, dan tanpa menghiraukan perasaan Cinta, Namu malah tertawa dengan lepasnya. Hatinya penuh dengan bunga-bunga bermekaran dan berbau musim semi yang indah. Tapi kini dewi musim semi itu berjalan menjauhinya dengan langkah tergesa karena rasa malu yang mendera.
" Cinta ..... tunggu ...".
Langkah kakinya yang panjang memudahkan untuk segera bisa menyusul, melampaui Cinta. Lalu kembali menangkap gadis itu dan mengurung dalam dekapan hangatnya.
" Kalau malu dan marah begitu, tambah cantik ", kalimat itu meluncur dengan tulus, Cinta pun bisa merasakannya.
Tapi gadis itu sudah terlanjur sangat malu dengan dirinya sendiri. Karena ia tidak pernah membayangkan pada akhirnya akan ada saat seperti sekarang ini. Dulu ia hanya diam-diam memimpikan, sembunyi-sembunyi berharap, serta lirih berdoa, tapi kemudian segera menutupnya rapat-rapat cinta rahasia ini. Sekarang saat sudah terungkap, ia justru tidak bisa menahan malu. Apalagi tatapan mata pria ini sangat menggodanya.
" Ayo pulang ... ", ia berusaha mengalihkan.
" Bisa tunggu sebentar lagi ? . Biarkan aku memeluk mu lebih lama lagi .... sebagai seorang pria ". Namu berbisik dengan lembut, sambil mencium rambut di puncak kepala Cinta .
" Kak... " .
" Kenapa kak ?... bukankah seharusnya kau memanggilku sayang sekarang ? ".
" Sudah dong .... berhenti menggoda ku ", terdengar sedikit kesal, tapi menggemaskan.
" Iya sayang.... kakak mendengarkan, kau mau apa ? ... eits!!! ". Dengan sigap Namu menggenggam jemari Cinta yang sudah mulai bersiap melancarkan aksi serangan cubitan. Jemari itu digenggamnya erat lalu perlahan dibawa mendekat ke bibirnya. Penuh kelembutan, ia mengecup jemari indah itu.
Hembusan nafas itu tidak lagi sekedar hangat, tapi juga terasa panas menyentuh buku-buku jemari dan juga punggung tangannya. Cinta pun semakin merona. Ia tersipu malu dan terlihat salah tingkah. Terlebih lagi masih dalam posisi masih mengecup jemarinya, Namu beralih menatap dengan sebuah senyuman menggoda.
" Kau sangat cantik.... inilah pertama kalinya aku melihat orang yang begitu cantik saat sedang malu ".
Cinta semakin salah tingkah, dan berusaha menghindar tatapan pria ini. Tapi kembali sebuah tangkupan di kedua pipinya menahan, dan membuatnya semakin terjerat, tersesat di keindahan sinar mata yang penuh kelembutan itu.
" Aku .... merindukanmu setiap waktu. Tersiksa setiap saat..... dan berkawan ketakutan kehilangan selama ini. Apakah kau merasakan hal yang sama ? ".
Cinta tidak bersuara, tapi ia cukup mengangguk untuk membuat Namu memahami jika ia pun tersiksa selama ini.
" Aku benci diriku sendiri ...... sudah ku coba berkali-kali membunuh rasa ini, bahkan aku pun sudah berusaha lari darimu..... tapi kau sudah terlanjur membawa seluruh hatiku ", Namu mengungkap seluruh rahasia yang belasan tahun dipendamnya.
" Kau ke Belanda.... ku pikir aku akan bisa melupakan mu, tapi ternyata tidak. Aku pun lari ke Inggris berharap bisa menemukan pengganti mu...... tapi sia-sia. Kau tahu ..... aku benar-benar putus asa untuk mengenyahkan mu dari hatiku.... Cinta ".
***The mysterious end of that season
I think, did I really love you?
Somewhere, all those times that we were together
I look back to those times, as if I could touch it, as if it was yesterday
Each moment, I think of you
That voice that quietly rang with a low tone
Even your resemblance to the spring sunlight
You always brightly shined on my day
Each moment, I think of you
That voice that quietly rang with a low tone
Even your resemblance to the spring sunlight
Even the small memories are still so clear***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Tysa N0a_15
oohhh akhirnya... semoga jln keduanya mulus... tdk ada pertentangan....
2024-01-22
0
Anik Supriyanto
akhirnya saling mengungkapkan
sweet banget ...jadi ikut senat senut hatiku
2023-12-31
0
may
Eh? Namu kok pinter sih godain cinta🤭
2023-10-09
0