Didalam kamar Hotel.
"Gue kudu pulang beb, bisa-bisa di pecat
sama ortu nanti kalo kelamaan di luar,"
Toni bersiap mengenakan pakaiannya.
"Lama gak ketemu malah langsung pulang,
gak asyik banget kamu mas," gerutu Cindy
cemberut.
"Aku harus kerja, minggu ini aku kesini lagi
kok, banyak pesanan," sambil mengedipkan
matanya nakal.
"Ya udah gak pa-pa, asal kamu janji kalo
kamu gak boong, minggu ini kemari lagi kan?"
tanya Cindy menekankan.
"Pasti lah kesini," Toni mencium bibir
Cindy sekilas.
"Kamu kalo masih mau disini, istirahat aja
dulu, lagian salon belum buka jam segini,
nanti aku transfer uang bulanannya ya beb,"
jelas Toni sambil melangkah pergi
meninggalkan Cindy yang masih berbalut
selimut.
Toni yang merasa segar bugar meninggalkan
hotel dengan wajah berbinar.
"Cindy emang mood booster buatku,"
gumamnya seorang diri sambil tersenyum.
...----------------...
Matahari sudah lumayan meninggi.
Toni yang baru sampai di halaman rumah,
melihat kedua orangtuanya di kursi depan
sambil menyilangkan tangan.
"Aih...aku ditungguin pulang nih, kayak anak
gadis aja....kudu selalu pulang ke rumah,"
gumamnya seorang diri.
Toni mengucapkan salam dan mencium kedua
tangan orang tuanya.
"Kemana saja kamu Ton, udah gak
pulang....gak ngasih kabar lagi, kita itu kuatir
kamu kenapa-napa," Ibu Zainab mulai
mengoceh.
"Maaf bu...pak, semalem ada jadwal dadakan
kudu meeting, makanya Toni nginep di rumah
Rico. Kalo kemaleman di jalan malah bahaya
buk." Toni berbohong.
"Itu gunanya ponsel buat apa? kenapa juga
kamu susah dihubungin," bapak
menambahkan.
"Baterainya abis kali pak...ini aja aku gak
ngecek ponsel, makanya gak tau ada telpon
apa enggak," bohong Toni lagi.
"Ya sudah, masuk sana...mandi langsung
sarapan, adekmu udah pergi kerja pagi
tadi, dia juga kuatir sama kamu, nanti
hubungin dia," saran ibu padaku.
"Iya buk...pak...Toni masuk dulu ya...mandi
dulu biar seger," sambil berlalu meninggalkan
mereka berdua.
"Syukur punya orang tua percayaan, jadi
selamat deh...fiuhhhh," nafasku lega.
...----------------...
Di sudut terminal, dua orang berperawakan
tinggi besar nampak mondar-mandir seperti
setrikaan yang panas.
"Gimana nih bro....disini udah kagak jadi
Zona aman, pak ici mulai mengendus
kegiatan kita," dia mengeluh dan merasa kuatir.
"Ya....gimana lagi bro, mungkin karena ini
kampung kali ya? jadi cerita cepat tersebar,"
tebak pria satu lagi.
"Kalo gini terus...gak bisa jadi uang nih
barang," sungut pria satunya lagi.
"Kayaknya kita harus pindah lapak deh bro,
minggu ini aja penjualan berkurang separo,"
lanjutnya tak sabar.
"Boljug tuh bro....kita harus pinter kayak Toni.
Mungkin dia tau kalo kampung sini sikonnya
gak jelas, jadi gak bisa buat medan perang,"
imbuhnya lagi.
"Ya udah, nanti kita cari kota yang masih
dikit pasarnya, ck...nambah kerjaan ajah,"
sambil berdecak mereka berdua berpikir.
Dua orang pria tersebut tenggelam dengan
pikirannya masing-masing berharap umpan
yang mereka punya bisa mendapatkan ikan
besar.
...----------------...
Hari jum'at setelah sholat dzuhur.
Malik yang baru keluar dari mushalla terminal.
Mengganti pakaiannya kembali dengan baju
khas supir angkotnya.
"Aku telpon bu Zaenab aja kali ya, udah pada
ngumpul apa belum ibu-ibu pengajiannya,"
gumamnya seorang diri sambil mengeluarkan
ponsel jadulnya dibalik saku celana.
Setelah berbincang melalui telepon. Malik
pergi menjemput anggota pengajian bu
Zainab.
Lima belas menit berlalu.
Tibalah dia dirumah majikannya.
Ibu-ibu yang sudah menunggu di kursi
halaman beranjak mendekati Malik.
Malik keluar dari kendaraannya dan menyapa
semua ibu-ibu pengajian.
"Tapi...tunggu dulu, dia masih muda...gak
mungkin sudah jadi ibu-ibu kan? apa
dia...seorang ibu muda?" batinnya bertanya-
tanya.
"Kenapa bengong nak Malik?" tanya Zainab
membuyarkan lamunan Malik.
"Ehm...eh...gak pa-pa buk, jadi berangkat
sekarang ya! silahkan masuk kalo begitu,"
balas Malik sambil tersenyum.
"Yang badannya kecil-kecil duduk di depan aja!
bisa diisi dua orang tuh,"Zainab menyuruh
teman pengajiannya.
"O...ya...nak Ais duduk depan ya! temenin
Malik bareng bu Lusi, cuma kalian berdua ibu
dan anak yang badannya sama," suruh Zainab.
Malik memandangi Ais, gadis berjilbab yang
wajahnya manis tapi tak semanis gula,
matanya agak sipit dengan warna kulit
kuning langsat, bibirnya agak tebal
menambah kesan sensual yang membuat
hati Malik berdesir.
"Gadis ini manis sekali," batin Malik sambil
memandang gadis di depannya.
"Mari nak Malik, berangkat sekarang saja,
sebelum Adzan Ashar harus tiba di mesjid
Al-jannati!" suruh Zainab.
Ibu-Ibu tanpa malu bertanya pada Malik
tentang statusnya selama ini.
Malik Meladeni pertanyaan bu-ibu rempong
sambil menyetir.
"Nak Malik kalo mau nikah lagi, anak saya
yang masih gadis masih ada 2 lho," cicit ibu
baju merah.
"Sama anak saya aja nak Malik, dia gadis baik
dan bisa jadi ibu buat Annisa," sahut yang lain.
"Wah ... pada mau jodohin Malik sama anak
gadisnya ya buk, kalo saya mah mau jodohin
diri-sendiri sama Malik...he...he..," ujar ibu
muda yang sudah jadi janda.
"Huuuuuuuuu," terdengar sorakan di dalam
angkot seraya serentak.
"Ibu-ibu pada semangat ya, jiwa nya jiwa anak
muda banget," ucap Malik sambil tersenyum
dan menoleh kearah Aisyah di sampingnya.
Aisyah yang di perhatikan oleh Malik hanya
tersenyum simpul dan menatap jalan
didepannya melalui kaca angkot yang
transparan.
"Mas malik ganteng juga, wajahnya teduh
dan lembut, bodoh sekali istrinya sudah pergi
meninggalkannya," batin Aisyah setelah tau
sedikit cerita tentang Malik tadi.
Udara panas yang memenuhi angkot tak
dipedulikan oleh bu-ibu yang memang rusuh
kalau sudah menyangkut laki-laki tampan
kayak artis seperti Malik.
( Hayo ngaku mak emak yang doyan liat
babang-babang tamvan apalagi kalo kayak
oppa-oppa kornea ....upss korea maksudnya
✌).
Sudah satu jam berlalu...Masjid yang mereka
tuju akhirnya mulai terlihat.
Tampak di halaman masjid Al-jannati sudah
berjejer rapi kendaraan dari berbagai jenis
dan merk yang berbeda.
Turunlah ibu-ibu pengajian dan tak lupa pula
menyuruh Malik beristirahat sejenak sambil
menunggu Adzan ashar tiba.
"Ini mas, minum aja...nanti di dalam, kami juga
dapet kok," senyum Aisyah sambil
memberikan botol air minum kemasan.
"Makasih ya...ehmm," jawab Malik ragu-ragu
sambil menerima botol air tersebut.
"Aisyah mas, panggil saja Ais." Lanjut Aisyah
yang tersenyum tipis tapi bisa membuat hati
Malik berdesir.
"Makasih ya ...Ais," ucap Malik.
"Aku masuk ke masjid dulu mas, mas Malik
bisa istirahat di depan sana," sambil menunjuk
kursi panjang tempat pak-bapak duduk santai
bahkan ada juga yang berbaring di atas terpal
yang sudah disediakan panitia pengajian.
Karena ini pengajian rutin ibu PKK antar
kampung, jadi yang boleh masuk kedalam
ruangan masjid hanya boleh wanita saja
sedangkan para suami yang menunggu bisa
duduk diluar sambil mendengarkan isi
ceramah sang Ustadz.
...----------------...
...----------------...
Ciiiiittttt....
Terlihat sebuah kendaraan bermotor berhenti
mendadak dan.
Braakkkkkk....
Mobil itu menabrak pembatas jalan raya.
Orang-orang menghampiri. Melihat kondisi
sang pengendara.
Sementara sang pengendara mobil yang
seorang wanita pingsan setelah kepalanya
terbentur setir mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
🎐Tsubaki
masih menerka-nerka kelanjutan nasib mas MJ
2022-01-15
0
Joem Adi Syah
koreksi Thor ..hari Jumat koq habis sholat Dzuhur ....haruse sholat Jumat
2022-01-07
0
Lidia Dwi Pangkey
jangan2 jodohnya malik tu ais
2021-09-14
0