Disisi lain.
Di kampung sebelah.Terlihat
Rosyanti dan Andi memperdebatkan
sesuatu.
Setelah kejadian di bengkel Kadir sore itu.
Rosyanti merasa jengah selalu berada
di dalam rumah.
Dia tak mau hidupnya terkurung. Andi
mengunci pintu rumahnya dari luar.
Aku ini istrinya bukan binatang peliharaan
yang terkurung dalam sangkar.
Benar-benar aku menyesal karena sudah
meninggalkan keluarga kecilku.
"Mas Aan. Hari ini aku mau keluar sebentar.
Keperluanku ada yang habis. Jadi aku harus
membelinya di minimarket depan." Kataku
gugup.
"Catet aja kamu butuh apa! nanti aku yang
belikan semuanya. Kamu gak boleh
berkeliaran. Apalagi sampai ke kampung sebelah.
Bisa-bisa aku dilempar bom sama mantan
lakimu itu. Siapa namanya? MJ ...huhhh sok
kota namanya." Tampangnya berubah malas.
"Tapi mas. Mas gak malu beliin aku barang
kewanitaan?" tanyaku lagi memastikan.
"Ngapain malu. Toh beli keperluan istri
sendiri," ucapnya enteng.
Sambil membetulkan letak kerah baju di
lehernya.
"Aku berangkat dulu. Kamu jangan
pernah berpikir bisa keluar dari rumah ini
tanpa pengawasanku!" ancam mas Aan
padaku.
Dia mulai melangkahkan kakinya keluar rumah.
Kriieeekkk....
Terdengar suara kunci yang memutar.
"Dikurung terus....bosen nonton televisi
sama main sosmed. Padahal aku pengen
melihat Annisa anakku. Walaupun dari jauh
tak mengapa." Gumamku seorang diri
sambil menghela nafas.
Aku memikirkan cara agar bisa keluar dari
rumah ini. Mas Andi seminggu ini kerja sore
sampe malam. Jadi waktu terbaik untukku
keluar di pagi hari. Ketika dia masih terlelap
tidur. Ya....sebuah ide muncul di kepalaku.
Besok aku akan mencobanya. Mencoba
keluar dari rumah ini dan melihat Annisa
anakku.
...----------------...
Adzan shubuh berkumandang. Mas Aan tak
berkutik dari tidur lelapnya. Mungkin dia lebih
capek dari hari biasanya. Syukurlah dia masih
lena dalam tidurnya.
"Hari ini aku harus melihat Nissa," batinku.
Aku memakai pakaian lengan panjang dan
membawa topi untuk penyamaranku. Aku
harus bisa keluar dari sini. Kerinduanku
sudah memuncak pada anakku.
Aku keluar perlahan dari kamar dan menuju
pintu. Ku putar kunci itu perlahan. Kuputar
kenop pintu. Aku melakukannya tanpa suara
yang berlebihan. Semoga saja dia gak
terbangun.
"Akhirnya....aku bisa menghirup udara pagi
yang menyegarkan." Gumamku perlahan
sambil melangkah menjauh dari rumah.
Ku telusuri jalanan di pagi hari ini. Aku
melangkah tanpa henti. Tak ada uang di saku.
Jadi aku berjalan kaki menuju kampung
sebelah yang jaraknya sekitar 10km.
"Kenapa mas Aan berubah drastis dari
awal kita bertemu ya?... apakah sekarang
ini adalah watak yang sebenarnya?"
tanyaku dalam hati sambil memikirkan
masa depanku kelak bersama mas Aan.
Sang surya mulai menampakkan dirinya.
Sudah lama aku tidak terkena sinar matahari.
Sungguh hal yang menyenangkan terkena
matahari pagi.
...----------------...
Tibalah di depan Rumah mas Malik.
Tidak terlihat ada tanda kehidupan diluar
rumah.
"Apa mereka berada di dalam rumah kalau
pagi kayak gini?" tanyaku dalam hati.
Aku menyebrang jalan di depan rumah
mas Malik. Kupandangi rumah itu.
Kenop pintu berputar dan terbukalah pintu
rumahnya. Dia keluar dari rumah
memanaskan motor butut kesayangannya.
"Mas malik gak berubah sama sekali. Tetap
tampan seperti biasanya. Kebiasaannya
bangun pagi pun masih sama." ucapku
seorang diri.
Tiba-tiba dia merasa ada seseorang
mengawasi. Langsung saja aku berpura-pura
berbalik dan berjalan mondar-mandir.
"Topi yang kupakai ternyata berguna juga,"
batinku.
Selang beberapa lama. Annisa keluar rumah
dan menghampiri ayahnya sambil memeluk
sebuah boneka. Wajahnya terlihat kusut.
khas anak kecil yang terbangun dari tidurnya.
Aku melihatnya dengan tatapan sendu.
Ingin sekali aku berlari memeluk dan
mencium wajahnya. Terlihat Nissa merengek
pada ayahnya tentang sesuatu. Wajahnya
berubah lesu. Ayahnya mulai membujuknya
dan akhirnya wajahnya mulai berbinar kembali.
Mas malik menggendong tubuh mungil Nissa.
Dia benar-benar menyayangi Nissa. Bodohnya
aku dulu...cemburu melihat seorang ayah
menyayangi anaknya.
Nissa sudah berlari masuk ke dalam rumah.
Mas Malik mulai menyadari keberadaanku.
Aku yang mulai di perhatikan, mencari
kesibukan agar tak dicurigai.
Aku berjalan mondar-mandir sambil
menundukkan pandanganku. Kupercepat
langkahku menuju jalan pulang.
Hari ini aku sudah cukup puas melihat
Annisa dari jauh.
Setengah berlari aku melangkah menuju
rumah mas Aan. Aku khawatir dia sudah
bangun dan mencariku.
Nafasku tersengal. Perutku nyeri, dan
tenggorokanku kering ketika aku mencoba
berlari sekuat tenaga menuju rumah mas Aan.
Aku mengatur nafasku. Memutar kenop pintu.
Pintu, ku buka perlahan-lahan. Ku kunci
kembali pintu rumah seperti semula.
Aku bernafas lega ketika suara dengkuran
halus terdengar dari arah kamar tidurku.
Itu tandanya mas Aan belum bangun dan
tidak menyadariku yang sudah keluar dari
rumah ini.
Aku mengeringkan keringat yang muncul
akibat berlari tadi. Kuberjalan menuju arah
kamar mandi untuk membersihkan badan.
"Ti....kamu masih lama? aku kebelet pipis nih,"
teriak mas Aan dari luar kamar mandi setelah
beberapa saat aku berada di dalamnya.
"Bentar lagi mas...tahan aja bentar ya!"
sahutku dari dalam kamar mandi.
Selang beberapa menit kemudian. Aku keluar
dari kamar mandi. Dan langsung saja mas
Aan masuk tanpa suara.
...----------------...
"Apa aku harus membuat kunci cadangan?
agar aku kapan saja bisa keluar dari rumah
ini setelah mas Aan pergi kerja?" batinku
bertanya-tanya.
Aku memulai aktifitas pagi hari di rumah ini.
Sungguh hal yang membosankan. Mungkin
kalau saja aku bisa menghirup udara segar.
Bosan itu pasti tak akan ada.
Aku akan berusaha membujuk mas Aan lagi
supaya mengijinkanku keluar dari rumah ini.
...----------------...
Sore hari pun tiba.
"Mas....Yanti bosen dirumah terus. Sekali-kali
ijinin aku keluar ya mas?" pintaku padanya
dengan nada memohon.
"Iya boleh...nanti...kapan-kapan tapi." Jawabnya
malas.
Sejenak aku merasa senang akan
kata-katanya. Tapi di akhir ucapannya,
aku tau itu hanyalah harapan semata.
Wajahku berubah murung. Mas Aan
menyadari perubahan raut wajahku.
"Kalo kamu emang ingin keluar. Mau keluar
kemana Ti?" tanya nya memecah
keheningan.
"Ya keliling kampung ini aja mas.
Semenjak disini aku gak pernah keluar
rumah. Aku jenuh mas," ujarku padanya
dengan pandangan memohon.
"Nanti kalo aku libur. Kita jalan-jalan di sekitar
kampung ini....gimana?" tawarnya padaku.
"Daripada gak keluar sama sekali. Ya
udah deh aku mau keluar sama mas
Aan nanti kalo libur tiba," kuterima tawarannya.
"Ya udah...aku harus bersiap-siap berangkat
kerja. semalam ada mobil pak kades di
bengkel. Sepertinya dia langganan tetap
mas Kadir. Jadi aku harus bener-bener
menyiapkan mobil itu malam ini." Lanjutnya
sambil beranjak meninggalkanku ke arah
kamar tidur kami untuk mengganti
baju kerjanya.
"Coba dia gak temenan sama adik mas
Kadir. Gak mungkin dia keterima di bengkel
itu," cemoohku seorang diri.
Aku meluruskan punggungku di kursi
panjang ini. Menerawang dan mengingat
kejadian tadi pagi.
"Annisa, anakku....gadis kecilku yang ceria."
lirihku sambil tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
🎐Tsubaki
nyesel kan luh Ros, kaga bisa ngunyel-unyel si gemoy Nissa..
2022-01-12
1
Rahmatul Irfan
aa
2021-10-26
0
Qirana
Ayo ayo Queen
lanjut 💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
2021-09-26
0