Pukul 13.00 siang ini Dhevan akan berangkat ke Paris. Pagi ini jadwalku ke kampus yang kupilih untuk melengkapi data-data yang belum lengkap.
Aku mengambil fakultas kedokteran di Universitas Indonesia. Aku bersyukur bisa mendapatkan beasiswa full sampai aku lulus nanti.
Aku teringat Dhevan lagi. Aku harus cepat-cepat menyelesaikan urusanku. Kemudian aku akan menemuinya. Tak terasa mataku sudah memerah membayangkan kepergiannya.
Aku liat jam ditanganku sudah pukul 10.20, aku gusar membolak balik kertas yang kupegang.
Aku harus bertemu dengan bagian administrasi fakultas. Tapi ternyata aku harus menunggu karena orang yang ditunggu belum datang juga.
Kulirik jam tanganku lagi 11.00, karena memang kampus sedang suasana libur semester. jadi tak banyak yang datang.
Tak lama kemudian ibu berkaca mata yang ku tunggu datang juga. Aku bergegas masuk dan menyelesaikan data-data yang harus kulengkapi.
Tepat jam 11.30 aku bergegas keluar kampus. Dengan cepat aku memesan ojek online agar segera sampai.
"Bang cepat ya" pinta
"Siap neng"
Motor melaju dengan cepat menuju ke rumah Dhevan. Ternyata jalanan macet, aku tidak sabar melihat jalan yang macet itu.
Sekitar jam 12.05 aku sampai di depan rumah Dhevan. Aku segera membayar ongkos dan berlari menuju halaman rumah. Baru sampai di depan gerbang pak Security menyapaku.
"Senja, kamu kenapa berlari-lari seperti itu?"
"Pak, Dhevan udah berangkat belum" dengan nafas terengah-engah.
"Sudah, barusan aja"
Duniaku serasa runtuh aku tidak bisa bertemu dengannya. Air mataku sudah ingin keluar dari pelupuk mataku.
Dengan lemas aku bertanya lagi.
" Pak, kira-kira jadwal penerbangannya jam berapa?"
" Tadi, saya dengar ibu bilang jam satu nja"
Tak kuhiraukan lagi pak security itu aku bergegas lari dan memesan ojek online yang kebetulan lewat.
Tanpa pikir panjang aku menyuruhnya melajukan motornya menuju bandara. Jarak ke bandara memerlukan waktu kurang lebih 30 menit.
Aku masih ada waktu beberapa menit pikirku.
Kulihat lagi jam tanganku yang menunjukan 12.31. Aku mulai panik karena jalanan menuju bandara padat merayap.
Aku memutuskan untuk turun dari ojek. Setelah selesai membayar aku langsung berlari-lari. Tak kupedulikan keringat dan nafasku yang mulai terengah-engah.
Tak jauh kulihat pintu bandara nampak dari pandanganku. Aku tetap berlari agar cepat sampai dan bertemu dengannya.
Aku terengah-engah, security mendatangiku.
"Maaf mba, anda tidak boleh masuk, karena semua penumpang sudah menuju pesawat"
"Tapi pak, izinkan aku masuk sebentar. Aku ingin bertemu temanku"
Dan kulihat dibalik pintu kaca bandara Dhevan dari kejauhan nampak memakai kemeja abu-abu yang dibuka kancingnya dan memakai topi berwarna hitam.
"Dhev, Dhevan"
Aku melambai-lambaikan tanganku. Tapi dia tidak mengetahui keberadaanku.
"Dhev, Dhevann" aku memanggilnya dengan keras.
Tapi lama-lama dia hilang dalam pandanganku. Aku menangis tersedu-sedu.
Aku menangis karena tidak bisa bertemu dengannya, aku menangis karena tidak sempat mengatakan kalau dia adalah cinta pertamaku.
Aku terduduk didepan bandara. Kulihat sebuah pesawat tengah lepas landas. Aku lihat dengan perasaan sedih.
Selamat tinggal Dhevan.
Aku kembali menangis, tidak ku pedulikan tatapan orang-orang kepadaku.
***
Hanya rasa sakit dihatiku yang begitu membuatku menangis. Aku pulang dengan wajah tertunduk, kubuka pintu rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Shanum melihatku dengan bingung.
"Kakak kenapa?" tanyanya
Aku tidak menjawabnya, kulangkahkan kaki ku menuju kamarku. Aku menangis lagi!
Sedih sekali cinta pertamaku hilang begitu saja. Tanpa sempat berpamitan satu sama lain.
Aku menangis dan kemudian aku tertidur sendiri.
***
Aku melihat wajahku dikaca, nampak wajah seorang gadis dengan wajah sedih dengan mata sembab.
Ibu masuk ke kamarku dan menyuruhku duduk ditepi ranjang.
" Senja, kamu kenapa?"
Bukannya menjawab tapi aku menangis dipangkuan ibuku. Ibu mengusap rambutku dengan lembut.
"Coba ceritakan ada apa sebenarnya"
"Aku tidak bisa bertemu dengan Dhevan bu, dia sudah pergi ke Paris" kataku lirih
Ibu menghela nafas panjang.
"Senja, ibu sudah pernah bilang kamu harus tau siapa kita ini, Ibu tidak tidak ingin kamu terluka nak, status mereka berbeda dengan kita. Dan bagaimana kalau sampai Bu Dewi tau"
Aku kembali menangis, tanpa mengelak pun aku tahu kalau ibu itu sebenarnya tahu kalau aku menyukai Dhevan.
"Siang ini kita kerumah Dhevan ya, kita bertemu dengan Bu Dewi dan Pak Wijaya, kita harus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, karena berkat Bu Dewi kamu bisa sekolah dan sekarang kuliah di kedokteran"
Aku tersenyum tipis meng-iyakan ibu.
"Sudah, kamu mandi dulu ya setelah itu makan dan kita kerumah Bu Dewi"
***
Aku dan ibu memasuki rumah Bu Dewi, aku merasa hampa melihat rumahnya. Tidak ada Dhevan dirumah itu.
Wajah ku sedih lagi ketika teringat dia. Hari ini Ibu izin kepada bu Dewi untuk berangkat jam 08.00. Kami langsung masuk menuju dapur. Ibu langsung berkutat memasak seperti biasanya.
"Bi Yani, Senja kalian sudah datang" sapa Bu Dewi
"Sudah bu, maaf ya bu kami telat" kata ibu
"Tidak apa-apa bi"
"Oya bu, setelah selesai masak kami ingin berbicara pada Bu Dewi dan Pak Wijaya"
"Oh boleh-boleh, nanti kita bicara, sekarang lanjutkan dulu ya masak nya"
"Baik bu"
***
Kami sedang berkumpul diruang keluarga Bu Dewi.
"Pak, Bu kami berterima kasih sekali atas bantuannya" suara ibu tercekat karena menahan tangis.
"Sudah membantu kesulitan kami. Sudah membiayai sekolah Senja sampai bisa lulus"
Air mata ibu pun mengalir membasahi pipinya.
Bu Dewi dan Pak Wijaya terlihat terenyuh mendengar setiap kata yang keluar dari mulut ibu.
Bu Dewi mendekati ibu mengusap-usap tangannya.
"Kami tidak bisa membalas kebaikan ibu dan bapak selama ini"
"Sekali lagi terima kasih, berkat pertolongan ibu bapak Senja bisa sekolah kedokteran dengan beasiswa"
Mereka nampak beradu pandang dan tersenyum penuh haru mendengar penjelasan ibu.
"Syukurlah bi, saya senang mendengarnya" Kata Bu Dewi memeluk ibu.
"Selamat, ya Senja. Berjuanglah sayang"
"Selamat ya bi, Senja. Semoga kesuksesan berpihak padamu" kata Pak Wijaya
"Kalian tidak usah merasa berhutang pada kami, karena memang bibi dan Senja pantas menerima itu. Kami hanya perantara saja, selebihnya itu hasil usaha senja" lanjutnya.
"Terima kasih pak, bu" kata ku
" Baiklah jangan sedih-sedih lagi" kata bu Dewi.
"Oya Senja, tadi Dhevan menitipkan ini untukmu"
Bu Dewi menyerahkan sebuah amplop berwarna putih padaku.
" Dia juga meminta maaf tidak bisa berpamitan denganmu, Bibi dan Shanum"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Raulan Rajahukguk
apa kira kira isinya is
2022-02-07
0
Lilis Nurhayati
jd penasaran apa yg Devan tulis ya
2021-04-24
0