Entah sejak kapan aku dan Dhevan mulai dekat, hal itu membuat Gisca cemburu padaku. Pernah suatu ketika semua teman-teman kelasku sedang keluar semua. Gisca menghampiriku dan mengatakan kata-kata yang membuat hatiku sakit.
"Hei, Senja, kamu tuh ngaca sih. Apa gak punya kaca?"
"Apa maksudmu?"
"Kamu tuh siapa dan Dhevan siapa?"
"Trus apa masalahnya denganmu?" hardikku
"Aku menyukainya, aku ingin kamu menjauhi dia, kalau gak?"
"Kalau gak apa?" mataku memerah menahan marah
"Aku tahu kok siapa kamu, kamu tuh orang gak tau diri"
Wajahku merah dan tanganku mengeras.
"Mau aku jelasin, kamu bisa sekolah disini karena bantuan Mamanya Dhevan, DANNN apa balasannya kamu malah mendekati anaknya"
Aku tidak tahu kenapa Gisca bisa tau semuanya. Aku terdiam mendengar ucapan yang menyakitkannya itu. Semua benar adanya memang aku tidak tahu diri! Mama Dhevan sudah baik padaku, tapi aku malah mendekati anaknya.
Aku tidak tahan mendengar kata-kata Gisca.
"Kamu mengancamku?" tantangku
"Kamu merasa terancam"
"Nggak sama sekali, justru aku kasihan padamu. Wajahmu cantik tapi tidak dengan hatimu"
"Kalau kamu ingin mendapatkan hati Dhevan, setidaknya berjuanglah dengan cara yang baik bukan dengan cara jahat seperti ini"
Aku berdiri dan berjalan sengaja menabrak bahunya. Tampak kemarahan di wajah cantiknya. Aku tidak perduli, aku merasa hanya berteman. Memang aku punya perasaan lebih pada Dhevan. Tapi itu hanya hatiku yang tahu. Aku tahu diri siapa aku yang hanya Upik Abu!!
Aku berjalan menuju kursi panjang dibelakang sekolah. Aku menangis, hatiku teramat sakit.
Huhuhuhuuuuu, dadaku bergetar. Aku kembali terisak teringat ucapan Gisca kepadaku.
Kulihat ada yang menyodorkan tissue didepanku. Aku menatap pemilik tissue itu. Buru-buru aku usap air mataku.
"Kamu kenapa menangis nja?" tanya Dhevan
"Nggak pa pa Dhev"
"Cerita aja biar kamu lega"
Tidak mungkin aku cerita sebenarnya kalau aku dan Gisca bertengkar karena dia. Huftttttt
"Aku cuma kangen sosok Ayah aja kok" jawabku lirih
Tampak dia menarik napas panjang.
"Aku tau gimana perasaanmu Nja, doain aja semoga ayahmu bahagia disana ya"
Dia mengusap-usap punggung berharap aku tenang.
"Bersihin air mata kamu, kita kembali ke kelas yuk, jelek tau kamu nangis gitu"
"Ishhhhhhh"
Dia tersenyum melihatku. Aku malu dengan wajah berantakan ku. Dia menarik tanganku dan mengajakku masuk kelas.
Sampai didekat kelas aku buru-buru melepaskan pegangan tangannya. Aku tidak mau memperkeruh suasana antara aku dan Gisca.
***
Tidak terasa ujian akhir semester 1 tinggal di depan mata. Aku berusaha belajar keras siang malam agar aku mendapatkan nilai yang memuaskan.
Ketika UAS berlangsung aku dengan cepat bisa menyelesaikan soal-soalnya. Aku diberkahi kecerdasan sejak masih kecil. Aku selalu mendapat peringkat 1 di kelas, pernah peringkat 2.Tapi lebih banyak peringkat 1 yang ku dapat.
UAS berlangsung selama tiga hari. Aku dan Dhevan masih tetap dekat seperti biasa. Dia terkadang menghampiriku mengajak ke kantin atau ingin mengantarkan ku pulang. Aku selalu menolak dan beralasan aku bawa sepeda dan tidak mau merepotkan lagi.
Hari ini hari terakhir UAS, sekitar pukul 11.00 wib aku keluar kelas.
Akhirnya selesai juga ujian pikirku lega.
Sesampainya diparkiran aku tidak menemukan sepedaku. Kemana sepedaku? mataku berputar mencari-cari sepedaku.Tapi tak kutemukan juga, aku mulai gelisah kenapa sepeda ku bisa hilang. Siapa yang tega mengambilnya.
Kucari kemana-mana tapi tidak kutemukan juga sepeda bututku.
"Senja kamu sedang mencari apa" aku mendengar suara Dhevan mendekatiku.
"Aku mencari sepedaku, tapi tidak ada"
"Tadi pagi kamu taruh dimana?"
"Tadi pagi aku taruh disini, aku yakin"
Dia membantuku mencari-cari kebelakang sekolah dan dimana-mana. Tapi yang dicari tidak kunjung ketemu juga.
"Pasti ada yang dengan sengaja mengambilnya" kata Dhevan menerka-nerka
"Maksud kamu, ada yang ngambil! tapi itu kan sepeda butut"
"Mana mungkin tiba-tiba hilang begitu saja, kalau tidak ada yang sengaja ngambil"
Pikiranku tiba-tiba teringat pada sosok Gisca.
Apa mungkin Gisca yang melakukannya.
Segera kubuang jauh-jauh pikiran jelekku. Terus gimana aku tidak bisa ke sekolah tanpa sepeda itu. Hatiku kembali sedih. Aku ke sekolah naik sepeda agar aku bisa irit tidak banyak pengeluaran.
"Senja" Dhevan memegang pundakku
" Jangan sedih ya, sekarang kuantar kamu pulang dulu"
Tubuhku lemas, sudahlah ini memang nasibku. Setelah sampai rumah nanti aku akan menjelaskan pada ibu.
Aku naik ke motornya. Motor mulai melaju dengan kecepatan sedang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Dewi Indrawati Shirley
bahasanya baik tertats rapi👍👍
2022-12-06
0
Raulan Rajahukguk
iri gitu lohhh
2022-02-07
0
Suyatno Galih
sepeda senja hilag, jgn2 digantung di pohon, waduh......Sedih jg ya
2021-11-19
0