El tersenyum kearah wanita setengah abad yang sedang sibuk di dapur, gadis itu berjalan mendekat memperhatikan betapa gesit wanita itu dengan segala peralatan disana.
Dia teringat dengan sang nenek yang juga sama gesitnya jika berada di dapur.
El tersenyum miris, dia mendadak ingin makan ayam woku belanga dan ayam rica-rica yang menjadi kesukaannya.
Resep turun temurun dari keluarga sang nenek yang berdarah Manado. Dia ingin makan Brudel buatan sang nenek dengan toping keju yang banyak atau klapertart dengan kismis dan kenari yang melimpah.
El tidak sadar kalau dia sudah menangis, sekarang air mata menjadi begitu murah untuknya.
Saat gadis itu mengangkat wajah, tatapannya bertemu dengan tatapan wanita itu. El memaksa untuk menyunggingkan senyum walau air matanya yang terus mengalir sangat bertolak belakang dengan senyumannya.
"Maaf Tan, maaf..." Ucap El berusaha menahan tangisnya.
Tante Sonia tersenyum, dia menyeka tangannya di serbet bersih, membuka celemek kemudian berjalan kearah El.
"Aku pasti jelek banget sekarang" El berucap lagi sambil menyeka air mata di pipi. Pandangannya menjadi kabur karena kacamata pendingin yang dia gunakan untuk menyembunyikan matanya yang bengkak di penuhi uap dari nafasnya dan juga karena air mata.
"Masih Cantik kok"
El memaksa untuk menyunggingkan senyum, saat mendengar kata itu keluar dari mulut wanita di depannya.
"Kalau memang masih terasa sesak, nggak apa-apa kamu boleh nangis. nggak akan ada yang larang. Menangis dan merasa tidak baik-baik saja itu manusiawi"
"Maaf... maaf..." El kembali terisak, hanya kata itu yang terus keluar dari mulut setelah tadi sempat berhasil mengontrol dirinya, El merasa tidak pantas menerima semua kebaikkan keluarga ini setelah apa yang dia lakukan. Kalimat tante Sonia membuat dorongan emosi yang berusaha dia tahan jadi tidak terkendali.
Tante Sonia mendekati gadis itu, memeluk tubuh itu sambil mengusap punggung El pelan. Gadis yang sedang terisak dalam pelukannya adalah gadis yang menyita perhatian publik akhir-akhir ini.
Seluruh media memberitakan dua skandal yang walau sudah hampir dua bulan masih terus menjadi sesuatu yang hangat untuk diberitakan.
Pukulan terus menerus datang, seakan tidak mau memberinya kesempatan untuk bisa bernafas dengan benar walau hanya sebentar.
Gadis itu menghilang dari dunia hiburan, momen di bandara merupakan kali yang terakhir dia tampil di depan umum. Dan kebisuan gadis itu juga yang membuat El menjadi target incaran para pemburu berita.
"Menangis aja nggak usah ditahan, kamu bisa keluarkan semua disini. Kamu bisa menjadi diri kamu sendiri, tanpa topeng, tanpa perlu berpura-pura kuat"
Tangis Gadis itu pecah, akumulasi emosi yang selama ini tertata rapi, meski memang ada saat dia mengeluarkan air mata atau merasa sedih tapi hal itu tidak sampai membuatnya merasa tuntas.
Profesi, yang dia jalani mengharuskannya memiliki poker face.
menuntutnya untuk menjadi profesional dalam hal apapun.
Menunjukkan emosi berlebihan bisa saja menjadi sebuah bumerang untuknya, karena itu dia selalu berhati-hati dalam segala hal di depan umum yang bisa merugikannya di masa depan. Ada banyak pihak yang menunggu dia jatuh, walau tidak sedikit juga yang mau memaklumi.
Dia adalah ahlinya dalam hal berakting masa bodoh, dia ahlinya jika bertindak seperti tidak ada yang terjadi, tapi dia sama sekali tidak ahli jika menolak kehangatan pelukan dari seorang wanita seperti ini.
Moment yang tidak pernah dia rasakan seumur hidup.
...----------------...
Kayden berjalan cepat dengan mata nyalang menatap kearah gadis yang sekarang sedang menangis di pelukkan ibu dari kekasihnya, hati dan pikiran pria ini sama sekali tidak terima dengan pemandangan itu.
Gadis itu telah merebut kehidupan Lana, dia seharusnya tidak merebut posisi Lana juga di hati ibu yang sudah melahirkan dan membesarkan Lana. Tidak seharusnya menginjakkan kaki dirumah wanita yang sudah dia bunuh dengan leluasa seperti ini.
En selalu emosi dengan kenyataan kalau Eleasha mulai meresahkan posisi Lana dalam keluarga ini.
Langkah kaki pria ini terhenti saat adik kesayangan Lana berdiri di depannya "mas En mau kemana?"
En menghembuskan nafas jengah "kamu nggak apa-apa dia meluk mama? Kamu nggak apa-apa dia berusaha merebut posisi mbakmu?"
"Yang meluk duluan itu mama, dan dia nggak ada maksud buat merebut posisi siapapun disini. Dan dia juga punya nama mas, namanya El" jawab Leo bijak.
En mendengus tidak percaya, Pertama mama Sonia, lalu Jerome dan sekarang Leo ikut-ikutan memihak gadis itu. Apa gadis itu memakai sesuatu seperti susuk yang bisa membuat orang jadi bersimpati padanya?
Semacam hal supranatural yang bisa membuat orang lupa dengan hal yang pernah si pemakai lakukan meski hal itu paling fatal sekalipun. Lihat Eduard misalnya, suami kesayangan Elisa itu bahkan tidak segan untuk memukulnya hanya karena seorang Eleasha Halim.
"El? El? El?"
Dua pria itu refleks menatap kearah sang mama yang terlihat panik karena tubuh El yang merosot jatuh, mematuhi hukum gravitasi bumi.
"Kita bawa kerumah sakit" Ucap En spontan ketika sudah berada didepan gadis yang sudah terkapar di lantai walau bagian kepalanya berada di pangkuan mama Lana.
"Jangan. situasinya nggak memungkinkan buat El. Bisa-bisa lahir lagi gosip baru." ujar Leo, pria berumur setahun lebih tua dari El itu terlihat berpikir "kita bawa ke kamar aku aja, lalu panggil dokter pribadinya mas En kesini" lanjutnya lagi dengan Saran yang menurutnya adalah yang paling terbaik untuk El sekarang.
Biar bagaimanapun terlepas dari kecelakaan itu, dan luka yang tercipta karena hari itu Leo adalah (mantan) Elluv.
"Kenapa harus kekamar kamu?"En bertanya, sangat tidak peka. Dia memang ahli dalam hal itu.
Leo memutar mata "Ya.... biar..."
"Bawa El ke kamar Lana, biar dia istirahat disana. Sekaligus bisa di periksa di sana" Ucap tante Sonia memutuskan.
En menatap wanita itu dengan tatapan tidak percaya "Tapi ma...."
"Kita perlu bicara En, hal itu kan yang selama ini kamu tunggu?" Tante Sonia menatap laki-laki yang sudah dia anggap seperti anak keduanya, sebagai adik dari Lana dan kakak dari Leo, En memang lebih muda 6 bulan dari putri sulungnya. Anak laki-laki yang meski ikatan antara mereka sudah diputus oleh takdir, dia tidak pernah sekalipun berniat memutus ikatan itu demi apapun.
En tidak bisa melanjutkan ucapannya, dia memang tidak bisa memungkiri betapa dia sangat ingin mendengar jawaban dari semua pertanyaan yang selalu menyiksanya disaat malam, atau disaat dia sedang sendirian.
Ada banyak pertanyaan apa? kenapa? dan bagaimana? selalu memenuhi otak.
"Kita juga perlu dokter, untuk memeriksa keadaan El."
En mati-matian menelan rasa kesalnya untuk gadis itu. Tapi permintaan wanita ini juga merupakan prioritas untuknya. Dia tidak pernah bisa menolak.
Pria itu menghembuskan nafas, kemudian mengeluarkan handphone dari saku jasnya, dan mulai menginteruksi seseorang yang ada diseberang telepon yang bisa dipastikan adalah Jerome, sepupunya yang multi talenta.
En bergerak lebih cepat membawa tubuh gadis itu kedalam gendongannya, setelah sehabis menelpon dia melihat lewat ekor mata Leo sedang berancang-ancang untuk mengangkat tubuh El yang masih belun sadarkan diri.
Tubuh itu bergerak sendiri, mengangkat El hati-hati kemudian berjalan pelan menuju kamar Lana. Meninggalkan Leo yang menatap dengan wajah binggung ke arah mereka lalu ke arah sang mama yang masih duduk dilantai.
Sang mama tersenyum melihat punggung En yang perlahan menjauh, tatapannya kemudian pindah kearah sang putra bungsu yang bengong dengan mulut menganga melihat En dan El yang sudah menaiki tangga menuju lantai dua.
"Le? kok bengong? bantuin mama berdiri dong"
"Hah? akh.... ok ok ma" Leo sedikit membungkuk kemudian mengulurkan tangan yang langsung di sambut oleh sang mama dengan senang hati.
"Apa nggak apa-apa biarin mereka berduaan didalam kamar ma?" tanya Leo saat sang mama sudah berdiri didepannya.
"Memangnya apa yang akan dilakuin En sama gadis yang pingsan Le?"
Leo menggaruk kepalanya yang nggak gatal, "ya... bisa aja kan...."
"En masih mencintai mbak kamu, dia nggak akan mungkin menyakiti gadis itu di tempat yang penuh kenangan Lana disana"
"Mama jangan terlalu percaya, kalo El di cekik lagi gimana?"
Tante Sonia tersenyum "En nggak akan apa-apain El. kamu percaya sama mama"
Leo hanya mengangguk tapi hati dan pikirannya masih menolak untuk percaya, dia berjalan mengikuti sang mama kembali ke konter dapur.
Dengan kepala yang sesekali memutar kearah tangga penghubung lantai satu dan dua, dalam hati bertanya-tanya kenapa En begitu lama diatas sana?
...----------------...
Next Chapter
Jadi lanjut nggak nih gaiss?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rini
kerennn
2021-11-03
0
eLena
keren banget thor,.sumpah
2021-10-15
0