Suasana didepan ruang rawat El langsung berubah menjadi mencekam, pihak staf rumah sakit memilih mengundurkan diri, setelah mengkonfirmasi kembali jadwal untuk transfer pasien ke rumah sakit tujuan.
Kini hanya tinggal tiga sosok itu disana, terbagi menjadi dua kubu yang berbeda.
"Bisa jelaskan maksud ucapan kamu tentang pindah rumah sakit? Siapa yang mengajukan dan siapa yang mau pindah?" Ed bersuara, mewakili rasa penasaran Alena juga.
sosok itu tersenyum, menatap Ed dengan tatapan menilai "seperti yang kamu tahu, saya punya rumah sakit milik pribadi. dan seperti yang kamu tahu juga, kalau Eleasha Halim, adalah talent dari agensi milik saya pribadi. "Jawabnya dengan nada penuh keangkuhan.
skakmat.
Kayden melangkah maju, berjalan kearah pintu ruangan tempat El dirawat selama hampir seminggu lebih ini. Tapi sebelum tangannya bisa meraih handle pintu, sosok Ed sudah lebih cepat berdiri di depannya, sengaja menghalangi.
"El nggak akan kemana-mana. Sejak lama dia selalu pemulihan maupun perawatan di rumah sakit ini dan seterusnya akan tetap disini"
En sama sekali tidak menanggapi ucapan Ed, pria itu hanya menyeringai dengan tangan yang tetap mencoba meraih handle pintu.
Ed mencengkram kuat pergelangan tangan En. Sedikit mendorong tubuh itu untuk menjauh. Sementara Alena hanya bisa mematung di tempat melihat apa yang terjadi di depannya. Gadis itu binggung harus melakukan apa, atau harus membela siapa.
"Kamu nggak dengar, aku bilang El akan tetap di sini" ucap Ed penuh ketegasan.
En menyentak tangan yang mencengkram tangannya, dia kembali maju dengan tatapan tajam yang terfokus pada Ed "kamu siapanya Eleasha?" tanyanya dengan seriangai kemenangan.
Bibir Ed mendadak kelu, untuk pertanyaan yang satu itu dia tidak punya jawaban yang kuat untuk merasa dirinya berhak atas gadis itu.
Senyuman kemenangan tercetak jelas di wajah tampan pria dengan garis wajah spanyol dari ibunya bercampur china-jawa dari sang ayah. Sebuah komposisi sempurna dalam hal Visual.
"Mau dengar saran saya?" En mendekat kearah Ed kemudian berbisik "sebagai pria beristri, anda tidak sepantasnya mengkhawatirkan wanita lain. Jangan melupakan fakta kalau dirumah ada seorang istri yang menunggu anda pulang, dokter Eduard."
Setelah mengatakan deretan kalimat dengan bahasa formal yang semakin membuat Ed membeku, pria itu meraih handle pintu kemudian mendorongnya sampai terbuka.
"Saya perlu waktu berdua dengan Eleasha, mohon untuk tidak masuk sebelum saya ijinkan" ucapnya dengan nada dingin yang seakan bisa menusuk ke tulang. Membuat langkah Alena yang berniat mengekor pria itu, langsung terhenti.
Tapi di menit selanjutnya Alena tersadar, Dia tidak boleh membiarkan pria itu dan El dalam jarak dekat. Kayden adalah sebuah ancaman untuk El, pria itu pernah hampir membunuh El dengan tangannya dan tidak ada jaminan hal itu tidak akan terjadi lagi.
"Ed, ini nggak bisa dibiarkan. Mereka nggak boleh bersama dalam suatu ruangan. Bagaimana kalau dia apa-apain El? Dari tatapannya aja bisa terlihat kalau dia sanggup bunuh orang" Alena mengguncang tubuh Ed yang mematung sejak dibisikkan sesuatu oleh pria berjas rapi itu. Gadis ini tidak tahu apa yang di bisikkan tapi efeknya begitu besar pada Ed sampai sahabat El itu hanya diam mematung, kehilangan kemampuan untuk bergerak apalagi melawan.
"Eduard!!!! El dalam bahaya tolong sadar!!!"
Ed berkedip beberapa kali, tersadar dari lamunan panjang setelah tadi seakan di tampar dengan perkataan En padanya.
"Ed, pintunya di kunci dari dalam. Bagaimana ini? Bagaimana kalau dia coba bunuh El lagi?" Alena berteriak panik, saat dia mencoba membuka pintu ruangan tempat El dirawat tapi pintu itu sama sekali tidak bergerak.
"Bunuh El lagi?" Ed tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Apa selama ini dia sudah banyak melewatkan sesuatu?
"Ceritanya panjang, kita bisa bicarain hal itu nanti. Tolong selamatkan El dulu. Nyawa El terancam" mohon Alena, air mata sudah membasahi pipinya. bayangan kejadian di rumah Lana kembali memenuhi kepalanya. Jika dia saja tidak bisa melupakan kejadian buruk itu, bagaimana dengan El yang adalah korbannya?
Ed maju berusaha membuka pintu, tapi seperti yang dikatakan Alena pintu itu terkunci dari dalam. "brengsek!" Ed menggebrak pintu didepannya dengan nafas memburu. Pria ini menutup mata, mencoba tenang dan memikirkan solusi.
Mata Ed terbuka, dia menatap Alena sebelum berucap " lo tolong tetap disini, Na. Gue akan ke bagian resepsionis ruangan VVIP ini untuk minta kunci cadangannya, ok? Jangan tinggalin El. Gue nggak akan lama"
Alena mengangguk, dan menatap kepergian Ed yang hilang di ujung lorong. Gadis itu menatap pintu didepannya berharap semuanya akan baik-baik saja.
El tolong bertahan sedikit lagi, bantuan akan segera datang.
...----------------...
El sedang menatap keluar jendela, saat dia mendengar suara pintu di buka kemudian di kunci. Gadis itu memutuskan untuk tetap melanjutkan aktifitasnya memanjakan mata dengan pemandangan dari atas ruangan VVIP tempat dia di rawat selama seminggu lebih ini.
Pasti Alena atau mungkin Ed yang lagi nggak ada kerjaan dan memutuskan untuk kembali disini, menghabiskan biskuit kesukaan mereka berdua sejak kecil.
El tersenyum, mengingat tingkah konyol sahabatnya itu selama sejarah dia di opname di rumah sakit ini.
Ed akan mencuri waktu untuk datang kesini, pura-pura menanyakan kabar lalu berakhir dengan memeluk toples tempat biskuit itu, jika habis dia akan meminta Alena untuk membeli lagi.
Ed memang seperti itu, bukan karena dia tidak mampu membeli, tapi memang akan terasa lebih enak jika dimakan karena pemberian orang atau disebut juga dengan makan gratisan. Itu adalah prinsipnya.
"Segitu kangennya sama gue yah? sampe belum lama pergi udah balik lagi kesini" El bersuara dengan focus yang masih kearah luar jendela, gadis ini melontarkan sebuah godaan yang sudah menjadi hal biasa antara dirinya dan Ed.
Tidak ada jawaban, El hanya mengangkat bahu. Mungkin pria itu sudah terhanyut dengan kenikmatan rasa dari biskuit kesukaan mereka, El membiarkan dan kembali menikmati pemandangan kota dari sini.
Dari semua hal yang sudah terjadi, gadis ini bersyukur karena dengan dirawatnya dia di rumah sakit, dia setidaknya punya banyak waktu untuk menikmati hal-hal seperti ini. Gadis itu mendesah, tangannya terulur untuk menyentuh kaca yang menjadi pemisah antara ruangan dan pemandangan diluar.
"Kalo jadi burung enak kali yah? bisa terbang bebas, nggak perlu mikirin apapun."
Kening gadis itu berkerut, kenapa ucapannya tidak direspon oleh seorang Eduard? apa mungkin pria itu malah ketiduran? dengan cepat El membalikkan badannya dan langsung kehilangan keseimbangan sampai dia harus berpegangan pada dinding kaca yang ada di dekatnya.
Alarm tanda bahaya dalam tubuh El berbunyi, memperingatkan seluruh tubuhnya untuk bersikap waspada.
"Kenapa anda bisa disini?"
Pria itu mengangkat sebelah alisnya, dia berjalan santai ke arah sofa dan mengokohkan diri disana.
tatapannya tertuju pada El yang walaupun coba di tutupi tapi tetap saja terlihat, walaupun samar.
Sebuah ketakutan yang sama seperti di lokasi syuting beberapa saat yang lalu, dan gadis itu masih tidak mau menatapnya.
El memakai seragam pasien yang kebesaran di tubuh kurusnya, dan turtleneck sebagai dalaman. Style fashion gadis ini berubah dan tetap eksis meskipun memakai seragam pasien sekalipun. Itulah yang terlintas di benak pria ini saat pertama kali melihat El.
"Saya bertanya untuk apa anda kesini?" ulang gadis itu lagi. Masih dengan nada ketus yang sama.
Pria itu tersenyum," tentu saja menjeguk artis kesayangan agensi kita, saya sebagai CEO di Golden star Enterteiment merasa perlu untuk datang"
El menatap pintu yang sama sekali tidak terbuka, normalnya Alena pasti akan segera masuk, tapi entah kenapa selama apapun dia menunggu, pintu ruangan itu tetap bergeming.
Gadis itu meremas tangannya yang mulai berkeringat dingin.
"Anda bisa membahas masalah pekerjaan dengan Alena, tidak perlu sampai harus datang kesini," ucapnya pelan tapi masih bisa didengar oleh pria yang sedang duduk santai dalam jarak beberapa meter didepannya.
En menatap gadis itu, harus dia akui bakat aktingnya benar-benar luar biasa. Tadi walau hanya beberapa detik sempat terlihat ketakutan di wajah itu, namun saat ini gadis itu sudah berhasil memasang raut wajah datar dengan aura tenang yang tidak akan di curigai sebagai akting kalau saja En tidak sempat melihat ketakutan dan gemetarnya tubuh itu saat Eleasha pertama kali menyadari kehadirannya diruangan ini.
"Sepertinya kehadiran saya tidak diinginkan disini," ucap En sadar diri. "apa rumah sakit ini begitu spesial? Meskipun jarak lokasi syuting terakhir kesini itu jauh, tapi kamu tetap opname kesini" pria itu mengedarkan pandangan, menelusuri setiap sudut ruangan dengan matanya, sampai tatapan mata itu kembali pada El "atau karena disini ada seseorang yang spesial?"
El membasahi bibirnya yang terasa kering, gadis ini membuang muka saat mata pria itu kembali menatapnya. El menahan rasa nyeri dibagian dada akibat tatapan pria itu.
Seperti yang Alena takutkan, kejadian malam itu di rumah Lana, ternyata berdampak pada tubuhnya dan mungkin juga pada mentalnya.
"Apa maksud anda?" tanya El setelah berhasil menemukan kembali keberaniannya.
En kembali tersenyum, lalu bangkit berdiri dan melangkah perlahan menuju gadis itu. "apa ruangan ini menjadi saksi hubungan kotor, menjijikkan kalian? Apa ruangan ini penuh dengan memori busuk kalian?" tanya pria itu tanpa perlu memikirkan perasaan gadis yang berdiri beberapa meter didepannya.
El melangkah mundur, tapi aksesnya terhalang tembok. Jantung gadis itu berdebar keras sampai terasa nyeri, gadis itu gemetar saat perasaan takut itu mulai mendominasi tubuhnya lagi.
"Kamu sampai tidak pernah opname di tempat lain selain disini, kenapa? supaya bisa melepas rindu sepuasnya? supaya hubungan terlarang kalian tidak terendus media?"
En menunggu gadis itu bicara, katakan apa saja setidaknya kata sangkalan untuk membela diri. Tapi nyatanya gadis itu hanya diam. Kebisuan itu semakin menyulut Emosi Kayden.
Kenapa tidak menjawab atau membantah? Apa ucapannya begitu tepat? Pria itu mengepalkan tangan, amarahnya terpancing naik.
Sementara itu El kesulitan bernafas, dadanya terasa sesak dia sama sekali tidak sanggup bahkan untuk mengeluarkan satu kalimat sederhana sekalipun.
Gadis ini melirik pintu yang masih tertutup rapat. Dalam hati bertanya-tanya sampai kapan dia harus bertahan? dia bisa saja mati saat ini juga tanpa disentuh pria ini sekalipun.
"To..tolong jangan mendekat" akhirnya sebuah kalimat sederhana bisa di ucapkan meski harus terbata, Eleasha tidak lagi bisa berakting baik-baik saja sekarang. Gadis ini jadi semakin panik saat melihat jaraknya dan pria itu sudah semakin dekat.
Kayden masih terus melangkah, memutus jarak diantara mereka. Sebelumya dia tidak pernah sampai sedekat ini dengan El di tempat yang hanya ada mereka berdua.
Sejak kepergian Lana, dia mati-matian menjaga jarak dengan gadis itu. Walau usaha itu hancur berantakkan saat dia melihat gadis itu berada dirumah kekasihnya. pertahanannya Jebol, waktu itu dia lepas kendali.
Saat ini Kayden bisa melihat dengan sangat jelas raut wajah itu berubah menjadi tersiksa, mendadak El menjadi seperti orang asma.
Hal itu lantas membuat En melangkah semakin cepat kearah El, bukan lagi dengan niat mengintimidasi seperti niatnya di awal, karena dalam tatapan tajam pria ini mulai tersirat ada kekhawatiran.
"To..tolong te..tap disitu, Ja..ngan mendekat. Tolong" El panik, tangannya bergerak tidak menentu. sesekali memegang leher, sesekali memegang dada dan sesekali berpegangan pada dinding kaca disampingnya.
Langkah pria itu terhenti, En menajamkan penglihatannya, gadis itu jelas tidak terlihat baik-baik saja sekarang.
El menelan ludah dengan susah payah, berusaha untuk tetap bernafas walau sulit "ja..ngan berfikiran negativ tentang hubungan... saya dan Ed" lanjut gadis itu terbata. baginya tidak mengapa dia harus di cap buruk tapi tidak dengan sahabatnya. Ed tidak harus mendapat citra negative juga karena mencoba melindunginya.
Kayden mendengus " bagian mana yang positive dari ungkapan rindu untuk pria beristri? Kqau benar-benar wanita mengerikan yah ternyata"
El tidak lagi peduli dengan ucapan kasar pria itu untuk dirinya, dia sudah biasa menerima ujaran kebencian dari sejak debut, hal seperti ini tidak lagi terlalu terasa sakit untuknya.
"Mengambil nyawa Lana apakah tidak cukup? Kau masih mau menghancurkan rumah tangga adikku juga?"
"apa? Menghan...." El tidak dapat melanjutkan ucapannya, gadis itu jatuh terduduk dilantai karena tidak bisa lagi menahan bobot tubuhnya lebih lama.
En dengan cepat menghampirinya, dia berjongkok memastikan keadaan El yang semakin terlihat memprihatinkan. Saat tangannya terulur untuk menyentuh dahi gadis didepannya, El malah kehilangan kesadaran.Tubuh kurus itu ambruk mengikuti hukum grafitasi.
En dengan refleks menangkap dan membawa tubuh Eleasha masuk kedalam pelukkannya, hal itu terjadi bersamaan dengan pintu ruangan yang menjeblak terbuka
...----------------...
next chapter>>>>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rini
semakin seruuu
2021-11-01
0
Meivi Allen
Thor semakin seruuuuuu..
2021-03-26
1