.........
"Semua berjalan sesuai yang lo mau" Jerome meletakkan beberapa berkas di atas meja Kayden.
Dia kemudian menatap pria yang sedang asyik memandang langit dari balik kaca ruangan ini.
Ruangan CEO Kay Group yang berada di lantai paling atas gedung memang di desain semewah mungkin. Di kelilingi dinding kaca tebal yang bisa membuat kita menyaksikan secara langsung keindahan langit diatas ketinggian. Dan view mengangumkan lainnya dari sini.
"kita juga sudah selesai dengan biaya pinaltinya."
Kayden berbalik, menatap Jerome sambil mengangguk-angguk dengan satu sudut bibir yang terangkat naik. Pria itu sedang menyeringai.
"Usahakan nggak ada Deal dengan projek film, dan pemotretan."
"Ini berlaku buat semua?"tanya Jerome, memastikan.
"Hanya khusus dia doang" jawab En enteng dengan seringaian yang persis seperti yang pertama.
"Kenapa nggak sekalian aja suruh dia vakum dari karir, kalo begini kan terkesan lo masih beri dia keringanan."
Jerome mengungkapkan apa yang sejak tadi menjadi rasa penasaran besar di kepalanya. Kenapa harus ambil tindakkan setengah-setengah?
Kayden membalas tatapan sepupunya itu "Justru kita mainnya selow aja, slowly but surely. Kuliti dia pelan- pelan, kasih dia siksaan perlahan-lahan sampai dia menyesal karena masih bisa nafas"
"Ok.... lo mulai mirip psikopat sekarang" ujar Jerome setelah dia berhasil mendapatkan kembali kesadarannya.
Seumur hidup ini adalah kali pertama dia melihat sosok Kayden yang seperti ini. Dendam rupanya sudah mulai mengambil alih kendali pria itu.
Jujur saja Jerome lebih suka En yang marah-marah, mecahin barang, atau menangis sambil teriak merindukan Lana ketimbang En yang duduk diam, tapi penuh strategi licik di kepala seperti sekarang ini.
"Kayaknya lo butuh sesi konseling, lo harus ke psikiater secepatnya"Jerome memberikan saran.
En menyeringai "yang gue butuh cuma satu, hancurin sampai nggak ada sisa, buat dia bayar lunas setiap hal yang sudah dia ambil dari gue"
Jerome menghembuskan nafas berat. Sama sekali tidak ingin menimpali atau menambahkan bumbu apa-apa lagi.
Kalau saja kedua orang ini bisa duduk tenang bicara secara langsung di satu ruang yang sama tanpa ada sorotan publik, mungkin saja masalah dendam ini akan segera berakhir.
Lihat saja hanya dalam waktu singkat El sudah berhasil mendapatkan pengampunan dari mamanya Lana.
Tidak menutup kemungkinan hal itu juga bisa berlaku untuk En bukan? Haruskah dia turun tangan mengatur pertemuan itu? Tapi sebaiknya tidak.
Jerome tidak bisa memprediksi tindakan atau pemikiran En. Sosok pria ini menjadi terlalu ambigu sekarang.
"Gue balik dulu, kalo ada apa-apa kasih tau gue" Jerome memilih untuk segera pamit kembali ke ruangan kerjanya.
menghindari hal-hal tidak diinginkan.
"Akh...Jer jangan lupa siapin hadiah buat mama Sonia" Kayden bersuara saat Jerome sudah hampir mencapai pintu.
...----------------...
Alena menatap prihatin kepada gadis yang sedang berusaha mengatur nafas, terlihat tegang dan gugup di saat yang sama.
Tanpa terasa hari begitu cepat berganti dan disinilah mereka sekarang, di seberang jalan rumah Lana.
"Kamu yakin mau masuk sendiri? Kamu masih bisa berubah pikiran untuk izinin aku masuk bareng kamu"
El menggeleng. Tangannya naik turun didepan dada, layaknya orang sedang latihan mengatur nafas.
"Nggak usah, biar gue sendiri"
Alena mengangguk, melirik jam ditangannya " ingat cuma 30 menit. Aku bakalan stay disini. Kalo 30 menit kamu nggak keluar, aku yang akan masuk jemput kamu didalam,"
El mengangkat tangan menunjukkan angka tiga, dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk angka nol
"Oki doki" jawabnya kemudian segera turun dari mobil, dengan kedua tangan yang penuh dengan bunga dan bingkisan untuk wanita yang entah kenapa seperti sudah terikat dengannya secara spiritual. Sebuah ikatan yang sulit dijelaskan dengan kata.
...----------------...
El meletakkan buket bunga, kue ulang tahun, dan bingkisan hadiah diatas meja. Karena hampir 10 menit mengetuk pintu dan tidak ada respon, gadis ini memutuskan untuk masuk kedalam.
Lagipula pintu dalam keadaan tidak dikunci, siapa tahu tante Sonia dan yang lain tidak bisa mendengar suara panggilan dan ketukkan karena sesuatu dan lain hal kan?
Pikir gadis itu, berusaha membenarkan perbuatannya sekarang.
El mengedarkan pandangan keseluruh penjuru rumah, ini adalah kali pertama dia masuk sejauh ini dalam rumah milik keluarga Lana.
Selama ini dia hanya sampai di pekarangan rumah atau di depan pintu.
Seorang Eleasha Halim jadi berdebar dengan aksi nekatnya kali ini.
Dia tidak punya pilihan, waktunya sangat mepet, tidak mungkin hanya meletakkan hadiah di depan pintu kan?
Meskipun tidak ada jaminan ucapan dan doa darinya akan diterima, dia tetap masih ingin mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung pada tante Sonia.
El melirik jam ditangan hatinya menjerit frustasi. Waktu sudah berlalu hampir 20 menit, artinya tinggal 10 menit lagi dan rumah ini terlihat kosong. Langit sudah berubah gelap, terlihat dari jendela di samping tempat gadis itu duduk.
Sepertinya semua anggota keluarga memang sedang keluar.
Gadis ini memutuskan untuk menunggu selama 5 menit lagi, kalau memang tidak ada tanda-tanda tante Sonia akan pulang, dia akan segera kembali pada Alena.
Karena malam ini pukul 23.00 dia masih harus syuting acara talkshow di salah satu stasiun tv nasional.
Menit demi menit berlalu, batas waktu yang dia tetapkan sudah lewat 2 menit. Akhirnya dengan berat hati El memutuskan untuk meninggalkan rumah ini.
Mungkin memang belum waktunya dia bisa mengucapkan selamat secara langsung, tapi pasti masih ada banyak kesempatan lain.
Gadis itu akhirnya dengan berat hati berdiri dan menyeret langkah untuk keluar.
Saat dia akan berbelok menuju pintu utama, ekor mata El menangkap sebuah bayangan dari arah tangga penghubung lantai satu dan dua.
Rasa penasarannya terusik, tanpa pikir panjang gadis ini memutar haluan berjalan kearah tangga memenuhi rasa penasarannya.
Dia ingat, Alena pernah memintanya untuk selalu bisa menahan rasa penasaran yang sering kali tidak bisa terbendung. Karena belajar dari masa lalu, El beberapa kali mendapat masalah akibat kelebihannya itu.
Dan seharusnya dia mendengarkan Alena, seharusnya dia tidak memutar haluan hanya untuk mengikuti rasa penasarannya. Karena saat ini dia amat sangat menyesal, kenapa sudah begitu bodoh melangkah arah kesini.
Tubuh El membeku, dengan cepat rasa takut itu menjalar ke seluruh aliran darahnya. Gadis itu merinding saat sosok itu tertangkap oleh mata. Begitu jelas, begitu dekat dan dengan aura begitu pekat.
El menelan ludah dengan susah payah, bagian tempat dia berdiri tidak ada lampu, penerangan hanya dari ruangan atas dan dari ruang tamu. Suasana menjadi semakin mencekam ditambah dengan tatapan tajam yang seakan bisa menguliti kulit dengan sangat sadis.
"An..da ke..napa bisa ada disini?" El tidak bisa mencegah getaran dalam suaranya.
Salahkan rasa penasaran yang membuatnya tetap melontarkan pertanyaan. Kenapa pria ini bisa berada disini?
Ada hubungan apa CEO Agensinya yang baru ini dari lantai dua rumah Lana?
Sosok itu menyeringai, semakin terlihat menyeramkan. Tubuh tinggi itu sedikit bergeser membuat foto berukuran besar yang tadi sempat tertutup sebagian dengan tubuh pria itu sekarang terlihat jelas.
El refleks memegang dada yang tiba-tiba terasa nyeri, saat sosok dengan gaun pengantin itu tertangkap dalam penglihatannya.
Sosok yang akhir-akhir ini selalu menjadi bayang-bayang di hidup El.
Sekuat apapun dia menolak, atau mencoba melupakan, bayangan itu akan kembali hadir.
Bayangan seseorang yang tidak dia kenal saat masih hidup, tapi malah seperti hidup dalam ingatan dan relung terdalam jiwa El.
Vio Lana Wijaya, gadis yang lebih tua 2 tahun darinya. Gadis yang bahkan hanya melihat senyum dalam gambar tak bergerak saja, orang-orang pasti sudah bisa menyimpulkan betapa baik dan hangat karakter gadis itu.
Lana tidak butuh make up untuk terlihat cantik, dia adalah sebuah paket lengkap secara visual dan semakin sempurna dengan kepribadian yang dia miliki.
Pintar, periang, lucu dan disukai semua orang. Terlahir dalam keluarga harmonis, meski tidak berkelimpahan harta, gadis itu diberkati dengan limpahan kasih sayang.
Punya gelar akademis yang bagus, adik laki-laki yang mengidolakannya, dan juga bertemu dengan sosok pria yang tepat.
Kesempurnaan itu seharusnya masih jadi milik Lana kalau saja El tidak datang menghancurkannya.
Sosok Lana sedang tersenyum lebar kearah kamera, terlihat bagitu cantik dan bahagia.
Tangan kanannya memegang buket bunga berwarna putih senada dengan gaun yang gadis itu pakai.
Tangan kirinya yang bebas digenggam erat oleh sosok pria yang terlihat sangat mirip dengan pria yang sedang berdiri didepan El, yang sejak tadi tidak berhenti menatapnya tajam.
Pria yang akhir-akhir ini, juga sering berkeliaran disekitar El dengan tatapan seperti ingin mencabik tubuhnya sampai tak bersisa.
Apakah El sedang berhalusinasi? Apa mungkin sosok didepannya tidak nyata, sungguh dia terlihat seperti baru saja keluar dari foto itu.
Pertentangan batin El tentang nyata atau tidak sosok didepannya langsung terjawab, saat dengan gerakkan sangat cepat sosok itu maju ke arahnya, mencengkram kuat lehernya dengan kedua tangan pria itu.
El yang tidak menduga akan diserang berusaha memukul tangan yang melingkar dilehernya, mencoba menyingkirkan tangan yang sedang berupaya memutus jalan nafasnya.
Tapi percuma dia kalah tenaga. Air mata El keluar tanpa peringatan, dadanya mulai sesak, serasa akan segera meledak.
Pria itu menatapnya begis dengan segala kebencian yang dia punya, El tidak bisa menemukan setitik belas kasihan pada tatapan tajam itu.
Pada akhirnya gadis itu pasrah, merasa payah, El menyerah. Dia sudah berada diambang batas, sama sekali tidak punya tenaga lagi untuk melawan.
Dan saat dia hampir kehilangan kesadaran, terdengar dari kejauhan suara teriakkan bersamaan dengan tubuhnya yang ditarik menjauh dari sosok itu.
El bisa melihat walau samar tante Sonia yang berusaha memanggil namanya, Alena yang berusaha untuk membuatnya tetap sadar dan kegelapan yang kemudian memeluknya erat.
..............
Next Chapter>>>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
efvi ulyaniek
sadis bener en....kasian el...mama sonia aja sdh mau maafin knp dia susah bgt buat maafin el
2024-12-18
0
Rini
lanjutkannn
2021-11-01
0
Meivi Allen
Gw kira arwah Lana gentayangan 😭😅 sampe merinding 😱
Wajar gak sih En begitu, namanya kehilangan ya.. Semangat thor nulisnya 💪
2021-03-21
0