"Katanya mau nikah, El sekarang diluar negeri. Makanya nggak ada kabar"
"Serius? Nikah sama siapa? Bukannya baru aja putus?"
"Kirain El bakalan nikah sama sahabatnya yang jadi dokter itu, padahal cocok banget kan mereka? Udah sama-sama dari kecil, masa nggak ada cinta sih?"
"Udah akh... si dokter udah nikah juga, kalian mah..."
"Siapa tau jodohnya ketukar kan? Bisa aja lho. Lagian chemistry mereka tuh dapat banget"
Kayden mematung di tempat, usahanya untuk berdiri gagal saat mendengar gosip yang mampir ketelinganya. Tidak jauh dari tempatnya duduk sambil menikmati pemandangan sore, ada segerombolan gadis-gadis yang usianya kurang lebih sama dengan usia orang yang sedang mereka bicarakan.
Tanpa sadar En malah membiarkan dirinya kembali duduk di pasir putih pantai ini, membiarkan telinganya menerima lebih banyak informasi lagi. Ada beberapa yang sudah dia ketahui dan beberapa lagi terdengar baru.
"Dia nggak upload postingan apa-apa lho udah 3 hari. Channel youtubenya yang baru mulai aktif lagi juga kembali sunyi. Benar-benar kayak ngilang nggak sih?"
"Lagi siapin projek baru kali"
"Iyah yah jangan-jangan sama yang aktor Thailand itu yah? Siapa namanya Arthur Xavier."
"Okh aktor yang bisa bahasa Indonesia itu kan? Soalnya dia pernah tinggal disini pas kecil. Wajar sihh kalo dapet projek bareng"
"Kan dia juga Elluv, sering komen-komen di postingan El"
En segera berdiri, memutuskan untuk pergi dari sana. Dia menekan layar handphonenya, tak sabar menunggu nada sambung ini berubah menjadi suara seseorang.
"Lo nggak merubah apa-apa kan selama gue nggak disana?" tanyanya langsung begitu panggilan tersambung.
"Terus kenapa nggak ada laporan apapun dari lo selama 3 hari ini? Bukan tentang perusahaan! Agensi." Pria itu terlihat gemas sendiri, dengan jawaban-jawaban dari seberang telpon yang terkesan sedang berusaha memancingnya menyebut satu nama, untunglah jiwanya begitu sigap dalam hal memfilter apa saja yang bisa keluar dari mulut.
"Gue mau balik, siapkan penerbangan gue sekarang! "
En melepaskan kembali airponds dari telinganya, dia berhenti untuk menghela nafas sejenak, entah kenapa dadanya tiba-tiba terasa sesak. Sepertinya dia butuh check up untuk pemeriksaan kesehatan secara keseluruhan.
Dia mengangguk-angguk sambil mengetik pesan untuk Jerome, supaya menyediakan juga jadwal untuk medical check upnya.
Dan pria ini harus sedikit bersabar untuk rasa penasaran yang belum terjawab. Kayden mungkin bisa menemukannya nanti di sana.
...----------------...
"Sakit banget yah pasti?" Alena menyuapkan bubur dengan tekstur lebih cair pada El. Yang hanya di jawab dengan gelengan pelan.
"Nggak usah bohong, baca keterangan di Google aja aku udah tau pasti sakit. Kita tuntut dia aja gimana? Ada bukti, ada saksi dia pasti masuk penjara"
El menatap Alena dengan tatapan lelah, mereka sudah hampir ratusan kali membahas hal ini. Dan jawaban El masih sama seperti saat pertama kali di tanya. Tidak akan ada laporan apapun.
"Dia sengaja mengakusisi Agensi, beri tau semua orang kalau dia adalah CEO Agensi kamu yang baru, buat kekerasan ke kamu dan dengan sengaja nyenggol rasa bersalah kamu tentang kecelakaan itu. Dia begitu percaya diri nggak akan dilaporkan makanya dia semena-mena. Nggak bisa begitu El, kita harus bisa lawan"
"Calon istrinya meninggal karena gue, Na" ucap El pelan setidaknya di hari ke empat ini rasa sakit untuk bicara sudah sedikit berkurang.
Alena menghembuskan nafas, langsung tidak bisa berkata-kata. Semua ini terlalu rumit, sampai membuat frustasi.
"Tapi orang tua Lana saja nggak sebegitunya ke kamu, El" Alena akhirnya menemukan pembelaan.
"Gue juga masih binggung, hati mama Lana terbuat dari apa? Kenapa bisa begitu cepat kasih gue maaf. Dunia sekarang apa masih ada hati yang semurni itu? Jujur aja gue nggak yakin tentang hal itu, sebelum gue kenal tante Sonia"
.........
...----------------...
"Hatchiiiii"
Leo berjalan kearah sang mama, memeluk wanita setengah abad itu dengan seluruh cinta yang dia punya.
"Masuk yuk ma, makin dingin" bisik Leo pelan sambil mengusap-usap punggung sang mama.
Sang mama balas memeluk putra bungsunya, yang sejak kepergian Lana sudah berubah menjadi putra semata wayang. "kamu kok nggak nanyain mama Le? kenapa mama bisa kasih maaf yang seharusnya nggak akan pernah diberikan seorang ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan membesarkan Lana untuk seseorang yang sudah membuat Lana pergi ninggalin kita?"
Leo menegadahkan kepala,selain untuk melihat bintang di langit malam. Dia juga ingin memcegah air matanya jatuh.
"Tadinya Leo marah sama mama, tadinya Leo pikir mama nggak sayang mbak Lana. Jangan-jangan mbak Lana anak angkatnya mama. Karena mama kayak nggak kehilangan apa-apa" Leo berhenti bicara, saat rasa sesak itu membuatnya sulit bernafas.
"Tapi Leo tahu, itu nggak benar. Mama sayang sama mbak Lana lebih dari apapun makanya mama mau mengikhaskan, mengampuni,dan juga melupakan," pria itu akhirnya terisak, wajahnya basah. Pertahanannya Jebol.
"Mama mau kasih mbak Lana perpisahan yang indah tanpa ada rasa menyesal kan? Mama mau dia tenang disana kan? Walau harus mengurat hati untuk memisahkan daging yang busuk karena benci, dan hanya nyisain daging yang sehat aja"
Leo menenggelamkan wajahnya di bahu sang mama "aku tahu ma, hal itu sakit tapi itu juga yang paling terbaik buat semua kan?"
Tante Sonia balas mengusap punggung putranya itu "Dio Leo-nya mama ternyata sudah sedewasa ini, mama bersyukur sekali. Terima kasih untuk Lana dan Leo yang nggak pernah sekalipun merepotkan mama sama papa. Terima kasih untuk setiap pengertian atas segala macam tindakkan dan keputusan mama. Kalian harus tahu, mama sayang kalian lebih dari apapun"
...........
...----------------...
"Nggak ada laporan apapun?"
Jerome manatap Kayden dengan tatapan binggung dan alis terangkat sebelah.
Kayden menghembuskan nafas matador, sudah tidak sabar lagi. Sejak kedatangannnya kesini, sangat terlihat jelas kalau Jerome sengaja pura-pura lupa.
"You know what i mean, Aldelard Jerome Mainaky"
Jerome berdehem, situasi mulai tidak kondusif jika seorang Kayden Abraham sudah menyebut namanya dengan sangat lengkap. Itu artinya dia sudah sangat serius.
"Hening" Jawab Jerome akhirnya.
"Maksudnya dengan hening?"
Jerome mangangkat bahu "hening, sunyi, sepi. Sejak malam itu mereka menghilang." lanjutnya dengan wajah datar.
Kayden beberapa kali mengedipkan mata, kepalanya berdenyut samar. "terus Agensi membiarkan artisnya nggak ada kabar?"
"Lo lari by the way. Terus mereka begitu juga karena lo. Bisa-bisanya lo masih nanya"
Hal itu yang sebenarnya ingin di katakan Jerome, tapi kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokkan. Dia jelas masih sayang dengan nyawanya.
"Kalo lo setuju, sekarang juga gue buat klarifikasi kalau aktris Eleasha Halim sedang liburan. Kemana bagusnya? Amerika? Eropa? Atau Thailand?"
"Kenapa Thailand?" Mata En berkilat saat mendengar kata Thailand.
"Ya nggak apa-apa, biar dekat aja"
"Malaysia? Singapur? Filipina? Australia?" En menyebut negara-negara tetangga.
Jerome menghembuskan nafas sambil mengangguk " terserah boss aja" jawabnya kalem. Lebih baik mengalah dari pada tarik ulur dan akan menjurus ke tebak-tebak nama negara.
"Gue butuh detailnya. Kabar, lokasi dan hasil medical check up"
"Gue usahain" Jerome masih menjawab dengan kalem
"Cari dengan segala cara" ucap En dengan nada menuntut. Dia jadi semakin tidak sabar.
"Lo kenapa nggak biarin aja sih? Bukannya malah bagus begini? Mereka diam lo jadinya aman. masalah Clear."
"Sebagai CEO agensi, gue berhak tau keadaan artis. Seenggaknya gue punya jawaban kalau nanti ada yang bertanya kan? Ini masalah tanggung jawab"
"Ya..ya.. terserah elo aja" Jerome memutuskan untuk mengakhiri percakapan ini.
"Gue tunggu secepatnya" seru En saat Jerome sudah berada diambang pintu.
..........
Ini terlalu hening sampai terasa ganjal. Tidak ada kabar dan tidak ada pergerakkan sama sekali.
Bukankah akan lebih baik jika kubu itu juga bersuara. Setidaknya tanyakan mengapa walau hanya sekali. Kediaman ini justru semakin mengusik rasa penasarannya.
Seperti yang dia dengar saat masih di Bali. Gadis itu menghilang tanpa jejak. Kemarin dia sempat iseng ke rumah gadis itu sesuai dengan alamat yang dia temukan di biodata sang Aktris di google. Dan hasilnya nihil, gadis itu memang jarang pulang ke rumah besar itu.
Pria ini melirik handphonenya yang tergeletak diatas meja, yang sejak tadi tidak ada notif yang masuk sesuai dengan harapannya.
En menghembuskan nafas, dia harus keluar mencari udara segar lagi. Karena jika tidak hanya akan membuat beban di kepala.
Sebuah notif pesan dari handphone membuat langkah kaki pria itu berhenti melangkah kearah kamar. En memutar dan segera menuju ke arah handphonenya berada.
"Kirim via Wa, nanti gue kesana"
Panggilan itu terputus, notif yang lain masuk. Dan dengan cepat tangannya bermain di atas layar Handphone.
"Jadwal check up?" Kening pria itu berkerut, didetik selanjutnya dia menyadari ini juga adalah permintaannya yang lain.
Tapi jelas bukan ini yang dia maksudkan. Kenapa kinerja Jerome jadi semakin menurun. Apa terjadi sesuatu selama dia tidak disini?
En melirik handphonenya lagi saat pesan kembali masuk.
...Kalau ke Rs cari...
...dr. Liam Mulyono anaknya dr. Hendry yang mulai saat ini akan tanganin kesehatan Lo....
...Sebaiknya pergi sekarang karena dia bakalan cek semua dari kepala sampe kaki....
En memutuskan melangkah keluar rumah, setelah menerima pesan dari Jerome. Ya... ada banyak hal yang tidak beres yang sudah terjadi pada tubuhnya dalam waktu dekat ini. Dia harus memeriksakan diri, supaya tau ada apa dengan jantungnya, hatinya, dan perasaan sesak yang dia rasakan akhir-akhir ini.
...----------------...
Dua minggu sejak kejadian itu, kondisi El berangsur membaik. Memar dilehernya mulai menghilang, bengkak yang dia dapatkan di hari ketiga setelah kejadian itu sekarang sudah hilang. Rasa sakit dan kaku saat menggerakkan kepala juga berkurang.
Alena harus berterima kasih pada Jerome, yang punya andil besar untuk kesembuhan El.
Pria itu menghandle Job-Job sang aktris membuat Alena bisa 100% fokus pada perawatan El. Pria itu juga mengirimkan dokter pribadi, untuk mengecek langsung keadaan El.
"Kalian bisa tenang, beliau sudah menjadi dokter pribadi keluarga Abraham sejak lama. Masalah kerahasiaan pasien dijamin aman."
Itu perkataan Jerome lewat sambungan telpon, saat pertama kali mengatakan akan mengirim dokter pribadi di tempat persembunyian sementara El, yang lagi-lagi di sediakan oleh Jerome.
Mungkin berkat itulah, kesembuhan El tergolong cepat.
"Dalam minggu ini pasti sudah sembuh total, syukurlah nggak ada yang fatal. Nggak ada yang perlu di khawatirkan. Tapi kalau masih kurang yakin, bisa CT scan nanti ke rumah sakit yah?"
Alena mengangguk, memperhatikan arahan dokter Hendry. Dokter Senior yang berumur sekitar 50an.
"Terima kasih dok, untuk bantuannya selama ini." Ucap Alena sedikit membungkuk, dia mengucapkan terima kasih karena untuk selanjutnya dokter Hendry tidak akan datang langsung, tugasnya sudah selesai dalam hal memantau pemulihan El.
Tapi sang dokter tetap menerima kunjungan jika El mau datang berkonsultasi.
"Sama-sama, nanti pasti sering ketemu kalau sudah jadi bagian keluarga Abraham. Keluarga saya turun temurun jadi dokter pribadi keluarga Abraham. Saya sudah mau pensiun, Tapi nanti anak saya yang akan meneruskan."
Alena mengangguk, memilih untuk tidak bertanya lebih jauh dengan maksud ucapan sang dokter tentang 'menjadi bagian keluarga Abraham'.
"Kami tidak akan lupa dengan jasa dr. Hendry. terima kasih juga sudah merahasiakan ini dari publik." gadis itu mengeluarkan kartu nama dari saku celana jeansnya. "kalau nanti ada perlu sama hal di dunia enterteiment bisa hubungi saya, dok. Siapa tahu saya bisa bantu"
Dokter dengan kacamata itu tersenyum, menampilkan kerutan di wajahnya yang masih terlihat tampan meski di usia akhir 50an. Kartu nama itu berpindah tangan sekarang.
"Okh iya Alena, kalau mau kontrol bisa langsung ke rumah sakit Harapan kasih, itu rumah sakit swasta milik keluarga Abraham. Saya masih praktek kalau siang"
"Sekaligus menjabat sebagai direktur utamanya yah dok?" Tanya Alena dengan nada menggoda. Dia sempat mensearch nama dr. Hendry di google dan langsung keluar artikel tentang Rs. Harapan kasih yang merupakan salah satu rumah sakit swasta elit di ibu kota ini, dan dokter Hendry merupakan direktur utama disana.
Dokter Hendry tertawa "bukan punya saya pribadi, saya juga kerja disana. Itu Profesi turun temurun di keluarga" tutup dokter Hendry sebelum masuk kedalan mobil.
Alena menghembuskan nafas, dia kembali masuk kedalam rumah setelah menutup pagar. Pikirannya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tentang seorang Kayden Abraham. Hanya dengan sekali lihat saja orang pasti bisa menyimpulkan seberapa kaya rayanya pria itu.
Dan sialnya, El harus berurusan dengan orang itu. Tanpa punya kesempatan untuk melawan atau sekedar membela diri. Pria itu dengan liciknya menciptakan perangkap untuk memerangkap El dalam sarang yang dia ciptakan secara matang.
Sebuah mobil sedan hitam perlahan bergerak meninggalkan tempatnnya. Mobil itu sudah terparkir sejak hampir seminggu di dekat rumah yang di tempati Alena.
Sebelum meninggalkan tempat ini, terdengar suara cekrek khas kamera dari dalam mobil, dan juga percakapan orang yang sedang menelpon.
....
Next Chapter>>>>>>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rini
kerennn
2021-11-01
0
🌸EɾNα🌸
ceritanya keren ditunggu up nya Thor 👍
jangan lupa feedback ke ceritaku ya
"Kekasih Simpanan Tuan Muda"
makasih 😍
2021-03-19
2