...----------------...
"Lo beneran sudah gila sih kayaknya"
Jerome bersuara sambil meletakkan segelas coklat hangat di depan pria yang sudah terlihat lebih segar sehabis mandi.
Dia sedang berkutat dengan berkas yang harus dia periksa saat mendapat telpon dari Leo.
Dalam perjalanannya menuju rumah Lana, pria ini sangat menyesal karena sempat berpikir untuk mengatur pertemuan antara Kayden dan Eleasha.
Ternyata sepupunya itu lepas kendali.
Jerome sangat tahu betapa besar usaha En menahan segala bentuk emosi yang tercipta sejak kepergian Lana.
Betapa keras usaha pria ini untuk menahan keinginan bertemu dengan Eleasha secara langsung, karena takut jika dia tidak bisa menunggu hukum negara ini menjerat El, dan menggunakan cara lain untuk menghukum gadis itu setimpal dengan perbuatannya.
Selama ini En memang mengikuti jadwal gadis itu, mengintimidasi El dengan kehadirannya, mencoba mengganggu gadis itu dengan tatapannya yang sering kali malah membuat orang lain salah paham.
Tapi En selalu berhasil menempatkan dirinya dalam jarak aman, selalu sukses memastikan tempatnya berdiri tidak akan membuatnya menyentuh gadis itu secara langsung.
Dan bisa dipastikan apa yang terjadi beberapa saat yang lalu sudah diluar kendalinya. Tapi tetap saja Jerome tidak bisa membenarkan hal itu. Membenci seseorang tidak harus menjadikan dirimu seorang kriminal.
Kayden memilih untuk tidak menanggapi, tangannya sibuk mengeringkan rambut dengan handuk.
Pria itu terdiam beberapa detik sebelum tangannya bergerak cepat meraih remote TV dan mengarahkannya pada TV besar di tengah ruangan.
"Stasiun TV apa?" tanya Kayden tiba-tiba, jemari tangannya aktif menekan tombol, layar TV berganti-ganti tanpa ada kepastian untuk berhenti.
"Itu live kan? acara apa?"lanjutnya lagi.
Jerome menatap sepupunya itu tidak percaya, " lo sadar nggak sih, beberapa jam yang lalu lo hampir bunuh dia?"
Kayden terlihat menghembuskan nafas, tangannya tidak lagi menekan tombol remote, layar sudah berganti tepat dengan wajah El yang sementara di sorot kamera.
Gadis itu tersenyum, menjawab pertanyaan Host TV bahkan sesekali membalas jokes atau gombalan dari dua pria yang adalah Host di acara itu.
Sama sekali tidak terlihat kalau dia baru saja mengalami hal yang paling mengerikan.
Salah satu Host menanggapi outfit yang dikenakkan El, sang pembawa acara menyinggung kalau ini pertama kali dia melihat El menggunakan turtleneck dan Scarf bersamaan.
"lagi suka sesuatu yang baru, tadi pas mau on the way kesini, liat-liat koleksi baju trus iseng di pasangin, pas liat....kok lucu. yah udah pake aja"
Gadis itu menjawab dengan senyuman, pasti tidak ada yang akan menyangka kalau alasan gadis itu memakai turtleneck, bahkan menambahkan scraf adalah untuk bisa menutupi bekas yang mungkin sudah mulai terlihat dari insiden mengerikan beberapa jam yang lalu.
El melontarkan pertanyaan balik meminta tanggapan dari para Host tentang penampilannya.
"Gimana yah, selama yang pake kamu, yah cocok. pasti cocok ." jawab Host pertama.
Pembicaraan berlangsung seru, El begitu profesional mengikuti setiap sesi acara dengan senyuman, sama sekali tidak terdeteksi ekspresi kesakitan atau kelelahan atau apapun selain bahagia di wajah itu.
Haruskah En memuji gadis itu dalam hal profesionalitasnya?
"Manajernya minta lo untuk jaga jarak dari El. Dia nggak mau hal kayak tadi terulang. Mereka siap tutup mulut asalkan lo nggak dekat-dekat gadis itu" Jerome bersuara, saat layar TV sedang menampilkan commercial break.
"Kayaknya lo memang harus ke psikiater En, lama-lama lo bisa bunuh orang. Emosi lo akhir-akhir ini gampang tersulut. kalo sedetik aja tante Sonia terlambat pulang, gadis itu nggak akan bisa syuting acara live barusan" Jerome buka suara, dalam hati meyayangkan perbuatan En.
"It's ok kalo memang lo pengen bales rasa kehilangan lo, tapi bukan jadi seorang kriminal. Jangan jadiin Lana sebagai alasan atas pembenaran yang sebenarnya salah"
Kayden menatap kedua tangannya yang sedikit gemetar, sampai detik ini pun kulit gadis itu masih terasa nyata di telapak tangannya.
Memang harus dia akui dendam membuatnya buta sesaat, otaknya tidak lagi berfungsi saat melihat gadis itu dirumah Lana.
Segala usaha yang dia lakukan sejak kepergian Lana, runtuh seketika.
Dalam sekejab En jadi gelap mata. kebencian langsung mendominasi, bagaimana bisa orang yang sudah membunuh berkeliaran bebas
di dalam rumah korban?
Bersikap seakan-akan semua baik-baik saja, apa masih belum cukup luka yang dia berikan, kenapa masih memaksa untuk terlihat kontras dengan apa yang Lana punya?
"Kasih dia pengobatan yang dia perlukan" ucap En akhirnya, setelah hening yang lumayan lama, "dan kalaupun mereka mau melaporkan kejadian tadi, proses saja sesuai hukum"
Pria itu berdiri, menatap Jerome, meski tidak langsung di manik mata.
"Gue butuh penerbangan ke Bali, malam ini juga" tutupnya kemudian segera berjalan masuk kedalam room closet dan mungkin tidak akan keluar dari sana sebelum waktu untuk berangkat.
...----------------...
"Kita ke rumah sakit sekarang yah? atau aku telpon Ed aja?"
Alena bertanya dengan raut wajah khawatir. Siapa yang tidak akan khawatir setelah melewati hal mengerikan itu, setidaknya El harus diperiksa oleh seorang yang merupakan ahlinya.
"Nggak usah, Na" Jawab El serak, bekas cengkraman tangan pria itu mulai terasa sakit, gadis itu memperbaiki posisinya yang sedang tidur dikursi mobil, berharap rasa pusingnya akan segera hilang.
"Kita bisa cancel untuk hadir,El. kamu sebenarnya nggak perlu maksain diri"
Alena masih kesal, karena gadis itu memaksakan diri untuk tetap hadir di acara live tadi.
"itu live,Na. Dan iklan gue sebagai guest star juga udah tayang, udah di posting. gue nggak mungkin batalin hanya dalam hitungan jam sebelum acaranya mulai"
El, mengernyit menahan sakit. dia terbatuk sekali dan selanjutnya bertahan untuk tidak batuk lagi, karena rasanya amat sangat menyakitkan.
"Ok..ok kita nggak usah bahas ini dulu, kita pulang dan konpres dulu" Alena dengan cepat menstater mobil, tadi dia sudah browsing di internet dan mendapat beberapa tips penanganan pertama untuk kasus dicekik.
Dia juga sudah membeli semua hal yang disarankan dengan menggunakan kurir ojek online saat El syuting live tadi.
El tidak muntah atau mual tapi hanya sempat pingsan sebentar. Tubuh gadis itu sempat lemah beberapa saat, dan sayangnya langsung dipaksakan untuk terlihat baik-baik saja karena harus syuting acara live.
Salahkan dirinya yang tidak becus menjadi Manager yang baik, karena pada akhirnya Alena akan selalu kalah dengan sifat keras kepala gadis itu.
Di sepanjang perjalanan pulang Alena tidak berhenti berdoa, semoga saja kondisi El akan segera membaik, dia tahu keputusan untuk tidak pergi ke rumah sakit, atau melaporkan kasus ini ke pihak yang berwajib adalah keputusan yang salah.
Tapi sama sekali tidak tersedia pilihan, karena El berada dalam posisi yang sama sekali tidak menguntungkan.
.............
3 hari kemudian
Kayden melepas Airponds di telinga, pria itu memutuskan berhenti dan duduk di atas pasir putih. Menatap keindahan lukisan sang Agung.
Suara ombak, belaian Angin, dan *s*unset yang membuat langit berubah warna menjadi orange. Menjadi pemandangan indah di sore ini.
Sudah 3 hari sejak kejadian itu, artinya selama itu juga dia melarikan diri ke pulau dewata ini.
Pria ini sama sekali tidak mengerti, kenapa juga dia harus pergi? kenapa mendadak bertindak seperti pecundang?
Lagipula kenapa juga dia harus merasa menyesal? bukankah selama ini hal itulah yang dia inginkan? Bukankah nyawa Lana harus di bayar juga dengan nyawa?
Malam itu dia tersadar karena sebuah pukulan dari Leo. Adik kesayangan Lana itu melayangkan pukulan di wajahnya setelah hampir frustasi menyadarkan En dari perbuatan yang mungkin atau (tidak) akan dia sesali.
Pukulan Leo tidak seberapa hanya sedikit membuat sudut bibirnya pecah, luka atau rasa sakit itu tidak ada apa-apanya. Tapi pukulan itulah yang mendorongnya, membuat cengkraman tangannya pada leher gadis itu terlepas.
Tubuh kurus itu ambruk, saat terlepas dari cengkramannya. Suara mama Lana tertangkap oleh indra pendengaran, terdengar sangat khawatir saat memanggil nama gadis itu sebuah usaha agar gadis itu tidak hilang kesadaran.
Tapi hal itu justru yang malah melukainya, sebuah luka yang tak berdarah.
Manajer El dengan raut wajah panik, menguncang pelan tubuh itu. Menepuk pipinya yang sudah pucat agar gadis itu tetap bersama mereka.
En hanya bisa mematung ditempat, tangannya terasa hangat. Suhu tubuh gadis itu tertinggal ditangan yang gemetar. Batinnya berperang antara perasaan menyesal dan perasaan masa bodoh.
Pihak gadis itu malah diam seribu bahasa. tidak ada amarah atau ribuan pertanyaan mengapa terlontar dari kubu sana. Pihak mereka terlalu hening untuk ukuran orang yang hampir mati.
Apa mereka sedang berusaha membuatnya menyesal? Manajer gadis itu hanya meminta pada keluarga Lana untuk menjauhkan En dari Gadis itu.
Tapi En masih berdiri mematung disana, matanya masih menatap wajah pucat dengan leher yang kemerahan hasil dari perbuatannya. Terdiam di persimpangan antara menolong atau membiarkan.
Mama Sonia membujuk En untuk berpindah tempat, menyuruh Leo membawanya Keluar atau kemana saja asal tidak didalam ruangan yang sama dengan gadis itu.
Kenapa? Kenapa hanya dia yang terlihat masih tidak terima dengan kepergian Lana. Kenapa Hanya tertinggal dirinya yang mati-matian mendendam untuk keadilan gadis yang dia cintai?
Kenapa orang yang berbagi darah dengan Lana bisa begitu cepat menerima? Membuka pintu maaf untuk orang yang menyebabkan Lana pergi dan tidak akan pernah bisa kembali di sisi mereka?
"Nanti mama bicara sama kamu, nak. Nanti mama akan jawab semua pertanyaan kamu. tapi untuk sekarang tinggalin ruangan ini dulu. Demi Lana" Tante Sonia berucap sambil menatapnya dengan mata berkaca-kaca, En tidak bisa menyimpulkan untuk siapa pancaran kesedihan itu. Apakah untuk Lana? untuknya? atau mungkin juga Untuk gadis yang terbaring tidak sadarkan diri akibat perbuatannya.
Tapi nama itu masih begitu Magis untuknya, hanya dengan mendengar nama itu keluar dari mulut wanita yang seharusnya sudah menjadi ibu mertuanya, En bersedia untuk kooperatif.
dia melangkah keluar, mengikuti Leo yang sudah lebih dulu berjalan didepannya.
Dalam beberapa langkah dia masih bisa mendengar suara Alena yang berucap syukur. Semoga saja untuk gadis itu yang masih bertahan dan kembali. tapi pantaskah dia berharap begitu? pantaskah Lana?
...****************...
Next Chapterr>>>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rini
kereennn
2021-11-01
0
im_ha
7 like untukmu ya Thor. mampir juga di karyaku DOAKU BERBEDA DENGAN DOAMU 💪
2021-04-18
0