...----------------...
Topi, masker dan kacamata. Gadis itu terus menunduk sepanjang perjalanan menuju mobil yang menjemput mereka.
suara klik kamera, lontaran pertanyaan, dan orang-orang yang berdesakkan untuk memotret, merekam video ataupun bertanya. Tidak dia respon.
Gadis itu merapatkan Jaket kulit berwarna hitam senada dengan turtleneck dan celana jeans cutbray yang dia pakai. Semakin menunduk, menyembunyikan wajahnya dari bidikkan kamera.
Tubuh kurus itu terhuyung karena dorongan orang-orang yang berkerumun didekatnya. El hampir saja terjatuh kalau tangan kuat seseorang tidak menahan tubuhnya.
"Tolong kasih Jalan yah, tolong banget pengertiannya"
El bisa mengenali suara itu, tanpa perlu melihat siapa orangnya. Gadis itu hampir menangis akibat dorangan emosi yang kuat yang datang secara tiba-tiba, tapi tangan itu merangkulnya, secara langsung membuatnya merasa tenang karena sentuhan itu.
"Tenang El, gue ada disini lo aman sekarang"
El mengangguk dan membiarkan dirinya dituntun oleh orang ini. Seseorang yang boleh dia percayai lebih dari pada siapapun.
...----------------...
Kayden melihat semuanya, secara langsung dengan mata kepalanya sendiri. Dia hampir saja membelah kerumunan itu untuk menyelamatkan gadis yang terlihat seperti mayat hidup.
Tapi dia kalah cepat dengan sosok lain yang lebih dulu mencapai tubuh gadis itu yang hampir menghantam lantai karena dorongan manusia-manusia Kepo.
Pria itu mengeluarkan Handphone menghibungi seseorang, menunggu beberapa saat dan panggilannya langsung diangkat tepat di nada tunggu ke tiga.
"Tolong carikan bodyguard yang berkompeten"
"Nggak usah banyak nanya, cari aja" lanjutnya tidak ingin dibantah.
"Buat siapa?" En mengulang pertanyaan dari pihak seberang, dia terdiam beberapa detik sebelum melanjutkan "ya buat gue lah. Memangnya buat siapa lagi?" jawabnya sewot.
"Akh...akh...dan usahakan cari yang tampangnya biasa aja, udah nikah dan agak berumur"
Dia mengakhiri percakapan itu, kemudian menyeret langkahnya mengikuti kemana kira-kira dua orang itu melarikan diri.
...----------------...
"Sorry.... sorry gue tadi ngurusin koper yang hilang, tapi udah ketemu. Gue pikir El masih stay di tempat pengambilan bagasi" Alena menghampiri mereka dengan nafas ngos-ngosan. Setelah paniknya hilang karena Koper mereka ketemu, dia harus panik lagi karena 'kehilangan' El yang ternyata sudah lebih dulu pergi menuju mobil jemputan mereka.
"Gue mau cepat ke pemakaman, Na" El bersuara, tidak menanggapi ucapan Alena.
Alena menatap Ed, memberikan pesan lewat tatapan mata supaya pria itu mencegah El, setidaknya mengulur waktu sampai keadaan menjadi lebih tenang.
"Pulang ganti baju dulu gimana? seenggaknya lo harus ganti baju" Ed bersuara, memberikan saran.
"Nggak usah, baju gue sekarang udah pas untuk ke pemakaman" Tolak El.
Ed menggeleng ke arah Alena. Sudah jelas memang. Dari ujung kepala sampai kaki gadis itu sudah menggenakkan serba hitam kecuali sepatu nike putih yang membungkus kakinya.
"Istirahat sejam bisa nggak El?" Alena kali ini yang mencoba mengulur waktu supaya gadis itu tidak ke pemakaman sekarang. Kondisi Bandara saja sudah seperti ini, tidak ada yang bisa menjamin di pemakaman tidak ada awak media yang sudah menunggunya datang.
"Kita bisa istirahat di mobil pas menuju kesana" jawab El masih keukeuh
Ed mendesah dia mengusap puncak kepala El penuh sayang "ya udah kita ke pemakaman sekarang. Tapi lo harus janji untuk nggak akan memaksa kalau nanti disana kondisinya nggak memungkinkan buat lo untuk Ziarah. ok?" Ed sedikit membungkuk untuk menatap wajah itu, meskipun terhalang oleh kacamata hitam dan juga masker yang menutupi hampir seluruh wajah, tapi Ed bisa tau kalau gadis itu menyetujui sarannya. "kita bisa berkunjung lagi kalo suasananya sudah lebih kondusif. Biar lo juga punya waktu tenang tanpa gangguan pas ziarah nanti"
El akhirnya mengangguk, dia kemudian lebih dulu berjalan menuju mobil yang sudah menunggu mereka sejak tadi. Ed yang membawa mereka kemari, di suatu jalur bandara yang sunyi dan tidak terdeteksi orang banyak.
Langkah kaki El tiba-tiba terhenti, membuat dua orang yang berjalan di belakangnya otomatis juga ikut berhenti.
Alena ingin bertanya apa yang menyebabkan sang aktris tidak jadi melanjutkan langkah, tapi pertanyaannya tertelan lagi tidak dia keluarkan saat sosok itu dengan langkah cepat berjalan ke arah El, dengan tatapan tajam penuh amarah dan kebencian.
Sebuah tamparan keras mendarat dengan sadis di pipi El, meninggalkan bekas merah disana , El sampai terhuyung. Kacamatanya terlepas dan jatuh ke lantai.
Ed dengan sigap memegang tubuh El, menahannya supaya tidak bernasib seperti kacamata itu.
"Mami Beth..."
"Kamu diam Ed, ini bukan urusan kamu. Ini urusan saya dengan dia" suara wanita itu terdengar, memotong ucapan Eduard. Membuat laki-laki itu langsung terdiam.
"Puas kamu sekarang? Puas kamu sudah buat saya jadi yatim piatu? Puas hah?" wanita itu berteriak ke arah El, menarik perhatian beberapa orang yang kebetulan melewati area itu.
Alena yang melihat itu langsung maju, berdiri tepat di depan aktrisnya. Sengaja menghalangi El dari sang mama yang terlihat seperti orang siap membunuh.
"Tante Elizabeth tenang dulu, kita bisa bicarakan ini baik-baik"
"Kamu juga diam Alena. Ini semua karena kamu yang nggak becus mengatur dia sampai semua skandalnya terekspose dan buat orang tua saya meninggal karena memikirkan dia"
"Jangan salahin Alena, dia nggak salah." suara El terdengar agak serak. gadis itu membalas tatapan mamanya walau dengan mata berkaca-kaca
"Kalo mama mau salahin orang, itu aku" lanjut El lagi.
Wanita itu tersenyum sinis "dulu kamu sudah rebut masa depan dari tangan saya, kamu hancurin masa muda saya, kamu rebut kasih sayang orang tua saya, dan akhirnya kamu juga yang bunuh mereka"
Air mata El jatuh membasahi pipinya, tanpa bisa dia tahan lagi. Perkataan orang yang melahirkannya ini lebih menyakitkan dari pada ribuan anak panah yang menancap jantung.
Lebih perih lagi karena orang itu adalah orang yang selama ini berusaha dia dekati meski tidak bisa jadi dekat seperti selayaknya hubungan ibu dan putri, setidaknya mereka bisa akrab dan bukan seperti orang asing.
"Mami beth...." suara Ed terpotong lagi tapi kali ini dengan suara pria yang berjalan mendekati mereka, sosok tinggi yang dulunya dia kenal baik. Tapi tidak untuk saat ini.
"Sayang udahlah..."
El mendongak, matanya tertuju pada sosok tinggi itu,
hatinya langsung terasa nyeri, sebuah goresan baru tercipta lagi.
Sosok yang tahun lalu meninggalkannya tanpa perasaan. Sosok yang walau tidak ingin El akui, tapi masih sering bermain main dengan rasa rindunya, yang masih sering datang pada mimpinya dengan ribuan kenangan mereka.
Sosok yang saat ini tidak lagi berdiri dipihaknya, suara dan panggilan sayang itu tidak lagi diperuntukan padanya, El sekali lagi ditampar oleh kenyataan.
"kita pulang sekarang yah?" Marco memegang pundak istrinya, sedikit menjauhkannya dari El. "nggak enak diliatin orang, biar bagaimana pun Eleasha itu publik figur, sayang" pria itu masih mencoba membujuk wanita yang lebih tua 10 tahun darinya itu.
Tapi harus diakui memang, Elizabeth sama sekali tidak terlihat seperti wanita 42 tahun. Gen cantik dan awet muda itu juga menurun pada putri semata wayangnya, Eleasha.
Meskipun tahun ini El akan berumur 27 tahun, tapi nyatanya dia masih sering mendapat tawaran sebagai anak SMA.
memakai seragam SMP juga masih cocok untuk wajah itu.
Elizabeth menatap El singkat, "urusan kita belum selesai" Wanita itu kemudian segera balik badan, tangannya dengan begitu natural melingkar di pinggang pria tinggi yang berstatus sebagai suaminya sekarang.
"Eleasha kamu sebaiknya istirahat. Kamu kelihatan capek banget. Kami pergi dulu. kapan-kapan kita mungkin bisa duduk sarapan, lunch atau dinner bertiga, sebagai keluarga" ucap pria itu sebelum membalikkan badannya, dan berjalan menjauh bersama ibu kandung El dengan tangan yang merangkul pundak wanita itu mesra.
Pandangan El pada dua sosok itu terhalangi dengan sosok Ed yang sekarang sudah berdiri tepat didepannya. menatapnya dengan sorot mata khawatir walau bibir menyungingkan senyuman.
"heiii... it's ok...." ucap pria itu sambil mengelus puncak kepalanya lembut
Alena juga mengusap punggung El binggung harus mengatakan apa. Dia hanya berharap sentuhannya ini bisa menjadi penenang untuk El.
"Kita obatin pipi kamu di mobil yah?" Ed meraih tangan gadis itu, kemudian memegangnya erat. Menuntun El untuk berjalan menuju mobil yang sudah menunggu.
........
...----------------...
Next Chapter>>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rini
semangat
2021-11-03
0
Meivi Allen
Jangan sampe gw nge-ship Ed sama El 🥲
thor ditunggu kelanjutannya. Semangat 💪
2021-03-30
0