...----------------...
"Besok malam ada acara penyambutan CEO yang baru, kamu yang adalah wajah agensi ini diharuskan datang"
Alena berucap sambil membuka tirai jendela kamar tidur El, membuat gadis yang sedang berbaring itu menyipitkan mata saat cahaya matahari mengusik indra penglihatannya.
"CEO? Memangnya kenapa dengan Pak Wijaya?"
El bertanya sambil mengubah posisinya menjadi membelakangi jendela.
"Agensi kita baru saja di akusisi sama perusahaan Kay Group. Aku kurang tahu jelasnya itu perusahaan apaan. Tapi katanya udah berpengalaman. CEO nya masih muda"
Alena berdehem, menatap punggung El yang masih asyik berbaring "dan masih single" lanjutnya.
"Homo kali" El menjawab asal, sambil berharap bisa melanjutkan tidur walau hanya beberapa menit.
Alena berjengit "enak aja, orang dia itu jodi"
Kening El mengernyit, nyawanya sepertinya belum terkumpul sempurna "namanya Jodi?"
"Akh kamu mah, nggak gaul. Jodi itu singkatan dari jombloh ditinggal mati. Masa hal kayak gini nggak tau? Ini kan lagu yang hits banget dulu, El"
El terdengar menghela nafas, "maafin deh gue yang nggak gaul ini"
Alena gantian yang menghembuskan nafas, akhir-akhir ini El jadi begitu sensitif.
"Aku tunggu dimobil 30 menit lagi yah, kamu masih bisa lanjutin tidur 5 menit, 25 menit lain buat siap-siap"
...----------------...
"Hoaaaaemmmm" El menutup mulutnya rapat setelah menguap kesekian kali.
Hari ini syuting sinetronnya melakukan pengambilan gambar diluar ruangan.
Angin sepoi-sepoi memperparah rasa ngantuk El yang akhir-akhir ini semakin lekas menghampiri.
"Ngantuk ni-ye. Begadang lagi emang?" Ali sang lawan mainnya tiba-tiba bersuara.
El menatap laki-laki itu kemudian tersenyum sambil mengangguk
"Parah ini mah" jawab El sambil menyeka air mata yang berproduksi sendiri karena kegiatan menguapnya.
"Kayaknya kamu perlu istirahat deh, ambil libur 2-3 hari ato seminggu gitu" saran Ali sambil mengangkat tangannya, berusaha menghalangi sinar matahari yang lumayan menyengat pada wajah cantik didepannya.
"Andai aja bisa Al" El bergumam pelan seakan untuk dirinya sendiri.
"Tapi aku suka kerja kok, aku suka uang soalnya" lanjutnya sambil cengengesan. Tidak ingin Ali berasumsi yang tidak-tidak.
Ali melebarkan matanya, nenutup mulut dengan tangan sambil memasang ekspresi terkejut.
"Sama dong" lanjutnya masih dengan wajah serius.
Mendengar itu El sama sekali tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mencubit pinggang Ali, gemas.
Suasana seketika berubah begitu hangat sehangat sinar matahari yang menyinari bumi.
Sementara itu beberapa meter dari tempat El dan Ali berdiri seorang
Kayden Abraham, pria berusia awal 30 tahun itu dengan kuat mengepalkan tangan hingga buku-buku tangan itu terlihat memutih.
Rahang pria itu mengeras, dia mati-matian menahan kakinya untuk tidak melangkah seinchipun dari tempatnya berdiri sekarang.
Dia berusaha keras untuk menahan keinginan mencekik leher gadis yang sedang tertawa bahagia beberapa meter didepannya dengan seorang pria.
Ini bukanlah sebuah perasaan cemburu buta karena cinta buta, ini murni perasaan cemburu karena gadis itu masih hidup, setelah merenggut nyawa gadisnya. Masih tertawa bahagia setelah merebut segala kebahagiaan yang dia punya bersama gadisnya.
Masih bisa merasakan kehangatan matahari, saat gadisnya harus terkubur digundukan tanah yang dingin seorang diri.
"Kamu harus membayar mahal untuk nyawa Lana. Kamu harus sekarat." Bisiknya pelan.
...----------------...
El merinding dan bukan hanya sekali. Dia bisa merasakannya, sebuah Aura kelam berbalut kebencian yang begitu besar dari sepasang mata itu.
Mata yang selalu mengawasinya akhir-akhir ini.
Sepasang mata yang seakan siap menelannya hidup-hidup saat dia lengah sedikit saja.
"Dia datang lagi dong, penggemar berat lo. Tau nggak El, dia itu jadi gosip panas para kru ciwi-ciwi di sini karena caranya natapin lo itu bisa bikin yang liat baper" Alda berbisik sambil senyam-senyum, dengan lirikan mata pada pria yang berdiri dalam jarak beberapa meter dari tempat mereka.
"Lo nggak mau nyamperin gitu El, jarang lho ada penggemar yang bela-belain datangin lo langsung di tempat kerja"
Alda mengarahkan kipas angin portablenya kearah El.
"Dia kelihatan orang sibuk banget, tapi tiap hari selalu nyamperin lo dilokasi syuting" Alda kembali memberikan penilaian.
El menggeleng "kenapa harus gue yang nyamperin? Dimana-mana cowo deketin cewe duluan tahu"
"Lha emang masih kurang usahanya deketin lo? Setiap hari lho ini, tanpa absen. bahkan hari libur sekalipun dia pasti ada cuma untuk liatin lo doang"
Ucapan Alda malah membuat El merinding
"Lo sadar nggak, Da. Kesannya dia itu psikopat nggak sih? Masa semua jadwal gue dia tau?"
El memutar tubuhnya sedikit, menatap pria yang seperti sebelum-sebelumya berdiri dalam jarak beberapa meter darinya.
Hati gadis ini berdenyut ngilu saat melihat tatapan itu, sebuah tatapan yang sulit diartikan.
El kembali memunggungi pria tidak dikenal itu. Pokoknya dia tidak mau berurusan dengan Pria itu apapun yang terjadi, titik.
............
"Ngapain lo masih datang kesini? nggak puas kening lo robek? mau gue bikin robek lagi? mau bagian mana? pipi? atau hidung mau di patahin?"
El menelan ludah saat mendengar kata sambutan yang dia dapat saat melangkahkan kaki di pekarangan rumah ini. Tanpa di duga ternyata Leo sedang berada di pekarangan, sedang asyik menyiram tanaman.
Gadis ini awalnya hanya ingin meletakkan, oleh-oleh khas Surabaya yang sengaja dia beli saat syuting mini series di sana di depan rumah Lana dan akan segera pergi tanpa diketahui siapa-siapa.
Nyatanya El membeku di tempat di langkah ke enam, saat tatapannya dan Leo bertemu. Gadis itu merapatkan bibirnya sambil menunduk, menatap rumput di pekarangan, menghindari tatapan pria itu.
Entahlah... El sama sekali tidak bisa merasakan rasa takut saat berada di dekat Leo, tidak ada rasa intimidasi meskipun sudah di tatap dengan tatapan tajam atau di teriaki dengan kata-kata kasar sekalipun.
"Lo budek yah?! atau nggak ngerti bahasa manusia?!"
El mengangkat wajah, untuk pertama kali berani menatap Leo, tepat di manik mata.
"Nggak ada maksud apa-apa, cuma mau titip ini buat tante Sonia. Katanya... tante suka kue dari Surabaya" El mengangkat tas di tangannya, sedikit kesulitan karena isi dalam tas itu lumayan berat.
Tidak terduga Leo malah membuang muka dengan wajah merah padam.
Sialan kenapa gadis itu terlihat begitu cantik dimatanya?
Ingat bodoh, dia penyebab kematian kakak kesayangan lo. batin Leo memperingatkan dirinya sendiri.
"Bisa dibuang kok kalo memang nggak mau, ato bisa dikasihin ke tetangga" El berucap dengan ragu-ragu.
"Aku taru di sana yah? salam buat tante." dengan cepat El melangkah ke arah kursi di teras rumah, meletakkan tas berisi oleh-oleh dari Surabaya itu disana, kemudian cepat berbalik arah untuk segera kembali menuju mobilnya yang di parkir di seberang jalan.
"Itu nggak ada racun atau peletnya. itu langsung dari Outletnya disana" setelah mengatakan itu, El segera keluar pagar sambil memakai kembali penyamarannya berupa scarf yang dipakai seperti kerudung, dan kacamata hitam.
Gadis itu menyungingkan senyum dan menghilang dibalik pagar. Meninggalkan Leo yang hanya bisa mematung di depan pintu, dengan debaran jantung yang tidak biasa.
Sialan. Hatinya begitu murahan. Langsung luluh hanya karena senyuman yang bahkan tidak sampai 3 detik.
Salahkan dia yang dulu adalah seorang Elluv garis keras.
"Mbak Lana maafin gue, jantung Gue nggak tau diri berdebar untuk orang yang seharusnya gue benci mati-matian, karena udah buat Lo ninggalin kita disini. Apa ini nggak terlalu cepat? apa tidak keterlaluan maafin dia secepat ini?" Leo membatin, menjadi bimbang setengah mati.
.......
Next Chapter >>>>>>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Rini
woww
2021-11-01
0
Nailil Ilma
yuk kak semangat terus
jangan lupa mampir di Cinta Anak Pesantren
2021-05-16
0