Mata Kedua
****
Terima kasih untuk semua pembaca, maupun calon pembaca cerita ini, yang sudah mencapai jutaan view sampai hari ini. Karena dukungan kalian, akhirnya novel pertamaku "Misteri di Desa Tertinggal" bisa dipinang penerbit untuk dicetak menjadi sebuah buku. Yang pasti isinya lebih menarik, karena langsung ke inti ceritanya. Jadi, cussss..... Order buku cetaknya ke instagram penerbit @maple.media atau penulisnya @makmak871.
Lope-lope sekebon💕💕💕💕 buat semua dukungannya, baik dari like, vote, komentar, yang selalu memberi semangat untuk terus berkarya. Karena tanpa kalian, cerita ini akan sia-sia saja. Maaf kalau blm bisa membalas semua komentar dari kalian semua. Tapi akan diusahakan membaca setiap komentarnya.
Kiya Cahya always love you, all...... 😘😘😘😘
****
Pagi ini, aku baru sampai di salah satu kota, yang sangat jauh dari negara tempat tinggal keluargaku sebelumnya.
Tujuanku datang ke sini, selain untuk menimba ilmu ke jenjang lebih tinggi, juga ingin menjauhi bahaya yang sempat mengancamku.
Bahaya dari sekte sesat yang selalu mengejarku setiap saat, sebelum sekte itu bertindak nekat. Keberadaanku di sini juga tak diketahui orang lain, kecuali hanya kerabat dekat.
"Hai, Aish. Sudah lama nunggunya?" panggil seorang lelaki tampan mengagetkan lamunanku di kursi tunggu bandara.
"Eh... Kak Azzam, baru nyampe kok," jawabku sedikit gugup, dengan hati berdebar kencang.
"Ehmm..... Lama gak ketemu, tambah cantik ya kamu," goda kak Azzam tak berhenti menatapku, semakin membuatku tersipu malu.
"Sudah, gak usah gombal. Sekarang aku harus kemana dulu ini?"
"Beneran gak gombal, tapi kenyataan. Kita gak ketemu berapa lama ya?"
"Tiga tahun?"
"Ya, sekitar tiga tahun lalu. Dan kamu bisa berubah jadi bidadari setelah ku tinggal pergi. Jadi agak kecewa ini."
"Kecewa kenapa?"
"Kecewa gak temenin kamu saat metamorfosis jadi secantik ini. Eh, tapi gak ada yang godain kamu 'kan selama kita jauh?" tanya kak Azzam terus saja memandang lekat ke arahku.
"Apaan sih, lama gak ketemu jadi pinter ngrayu? Jangan-jangan, selama ini sudah latihan sama cewek-cewek di sini?"
"Ih, yang ada mereka yang godain aku. Lagian juga aku bisanya ngrayu cuma sama kamu, meskipun sebenarnya buat menutupi rasa malu hee....," cengirnya.
"Oh, berarti ngrayunya cuma karena malu aja?" balasku membuatnya ganti mati kutu.
"Ehmmm..... Tapi kamu memang tambah cantik kok. Jauh lebih cantik daripada saat kita telepon video," katanya memandangku dari ujung rambut sampai kaki, sambil terus mengamati.
"Ayo kita kemana dulu ini?" sahutku mengalihkan pembicaraannya, karena semakin lama semakin berdebar rasanya.
"Kita makan dulu saja, laper kan?" tanya kak Azzam merampas koperku, dan langsung menggeretnya menjauh dariku.
"Lhah, ditinggalin?"
"Eh iya, tangannya sampai lupa gak kebawa," balik kak Azzam menggandeng tanganku dengan tangan kirinya, sambil tertawa puas melihat wajahku geregetan pagi ini, setelah mulai keluar isengnya lagi.
"Kirain cuma inget sama kopernya aja. Habis gombalin, malah ninggal pergi gitu aja!" sahutku kesal.
"Ya enggak mungkin lah, kalau aku bisa melupakan keindahan ciptaan Allah. Ehmmm....meskipun lagi cemberut, tetap saja membuatku terlena saat melihatnya."
"Hihhh.... Biasa aja kenapa sih? Kok gombal terus dari tadi. Ku cuci nanti!"
"Apanya? Gombalnya? Mau ngelucu ya, tapi gak lucu hahahaaa.....," ejeknya semakin membuatku kesal saja, dan dia tertawa lepas menjauhi cubitan yang ku hujamkan di lengannya.
Sampai lelah rasanya mengejar kak Azzam, di sebuah parkiran luas, saat hendak mengambil sepeda motor yang kak Azzam titipkan.
" Sudah... Sudah...., capek kejar-kejarannya. Kayak film India aja. Yuk, aku antar ke kontrakan dulu," ajak kak Azzam.
"Kak Azzam sudah carikan aku kontrakan?"
"Ehmmm.... Belum sih! Maksudnya aku nunutin ke kontrakan milik temanku dulu, he....," cengirnya yang selalu bikin geregetan.
"Ya sudah, aku tunggu di bawah pohon ini," seruku menunjuk sebuah pohon rimbun yang paling dekat dengan tempatku berdiri.
Baru saja ku langkahkan kaki mendekat, suara wanita menangis sudah terdengar tak asing lagi.
"Hadeh.... Gak denger, gak denger," gumamku lirih sendiri di sini.
"Hik.... Hik... Tooloooongg..... Toloooong....," serunya semakin berbisik di telingaku.
Dengan susah payah masih tak ku hiraukan suara itu. Tapi sepertinya dia tahu kalau aku bisa merasakan keberadaannya di sini.
"Hikk..... Toloooongg....., aku tahu kamu anak baik. Aku tahu kamu bisa melihatku. Toloongg...., lihat aku!"
Masih berusaha ku tutup telinga dan mataku. Untuk tak menggubris makhluk itu.
"Fffuuuuuhhhh......"
Tiupan angin busuk mulai menerpa di hidungku. Aku sadar kalau ini pasti perbuatan makhluk itu. Yang hanya iseng mempermainkan aku.
"WOEEEYYY.... CUKUP!! BAU NAFASMU ITU LO," teriakku langsung membuka mata, meskipun awalnya aku tak mau berurusan dengan 'mereka' sementara ini.
"Maaf, Dek. Kalau saya ada salah. Saya cuma kelaparan, dan belum makan. Jangankan beli pasta gigi, beli nasi pun tak ada uang," ucap seorang ibu seumuran bunda dengan baju lusuhnya, baru saja lewat di depanku.
"Maaf, Bu. Maaf. Bukan ibu yang saya maksud tadi. Oh iya, tolong terima ini. Sedikit buat makan nasi," kataku mengambil beberapa lembar mata uang negara ini.
"Maaf, Dek. Tapi saya bukan ingin meminta nasi sama adek. Saya hanya mencari sisa botol di sekitar sini, barangkali bisa dijadikan makanan hari ini," kata ibu itu terlalu jujur bagiku.
"Ibu rumahnya mana? Dan siapa namanya?"
"Nama saya Dina, dan saya tinggal di perkampungan yang masih lumayan jauh dari sini. Ada apa, Dek?"
"Kalau boleh, saya ingin berkunjung lain waktu."
"Boleh," kata ibu itu langsung menyebutkan nama jalan tempat tinggalnya.
Setelah obrolan basa basi, ibu itu segera pamit pergi. Supaya anak-anaknya di rumah tak terlalu lama menunggunya nanti.
"Iya, Bu. Silahkan. Maaf menggangu waktunya tadi. Dan maaf atas semua kata-kata saya yang sebenarnya bukan saya maksudkan untuk ibu," kataku menunduk malu.
"Iya, gak apa-apa, Dek. Jangan melamun sendiri di bawah pohon ya, daripada ada yang menertawakan nanti," kata ibu itu beranjak pergi, sebelum sempat ku tanyakan lagi apa maksud perkataan terakhirnya ini.
"Hihihiiiiii.......hihiiii......., salah semprot ya!" ejek makhluk berdaster putih yang ternyata masih bertengger di salah satu dahan pohon, tepat di atas tempatku berdiri.
"Ih, awas ya. Gara-gara kamu, aku jadi malu. Padahal tadi aku sudah tak ingin melihatmu, sekarang jadi terpaksa kan lihat wajah pucatmu. Pakai tali pula di leher, heehhh......jadi tak tenang kan matimu!" seruku melepas nafas kasarku.
"Kamu pasti mengira, aku mengakhiri hidupku di pohon ini, bukan? Jangan mudah menyimpulkan dalam satu pandangan. Aku hanya korban penculikan, yang terpaksa dihabisi saat mencoba pergi."
"Astaghfirullah, maaf ya. Dan terima kasih atas nasehat yang sudah kamu bagikan. Lalu apa yang sedang kamu lakukan di sini?"
"Aku menunggu penculik itu kembali ke sini, setelah pergi meninggalkan mayatku yang tergantung di salah satu apartemen belakang bandara ini. Sampai membusuk baru ditemukan orang sekitarnya."
"Aish, ayo! Ngapain malah asik ngobrol sama dia, sampai tak dengar ku panggil dari tadi!" seru kak Azzam sudah berteriak tak jauh dari tempatku berdiri.
"Oke, semoga cepat ketemu sama penculikmu ya. Saya pamit dulu, dan semoga kamu bisa tenang menuju ke alammu."
"Ish.... Masih ngobrol aja. Ayo, keburu lapar!"
"Iya... Iya..., gak sabar banget sih sekarang?"
"Kalau sama kamu memang hawanya pengen buru-buru aja," cengirnya mulai iseng hendak menggombal lagi.
"Ayo, tak usah dilanjutkan bualannya. Setelah makan, tolong antar aku beli sembako dulu sebelumnya."
"Siap, Bidadariku baru turun dari pesawat terbang!"
"Ihhh.... Masih aja!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Fiana Hony
kak Thor.. Dina.. cici... kayak nama orang Indonesia.. katanya di LN..
maaaf Thor.. hehe
tp ceritanya kereeeeeen
2022-12-06
2
Risma Farna
Akhirnya ada Azzam jga.... Tinggal petualangan mereka aja... Shena gmn ya kabarnya... Hehehe
2022-09-22
0
Srie Wahyuni
aku seneg demgan ceritamya lanjut thor
2022-08-05
0