"Sabar ya, Kak. Kami akan memikirkan caranya dulu, untuk mencari jalan keluarnya nanti. Yang penting, kakak harus lebih mendekatkan diri pada Allah Sang Pencipta alam ini," kataku sedikit mengingatkan.
"Iya, mungkin karena saya sudah terlalu jauh meninggalkan ibadah. Saya hampir lupa, bagaimana caranya."
"Kakak bisa datang ke rumahku, nanti Aish yang akan ajari kakak di sana. Rumahku juga selalu terbuka, kalau kakak membutuhkan tempat tinggal sementara. Sampai kita bisa menemukan jalan keluarnya," tawar Yumna.
"Hehh.... Oke, terima kasih banyak atas semua informasi dan tawaran bantuannya. Sebaiknya saya akan menenangkan diri dulu, untuk memikirkan langkah selanjutnya," katanya menghapus kasar air matanya, lalu pergi meninggalkan kami berdua.
"Lhah, kok malah pergi begitu saja? Padahal kan belum ku kasih tahu alamatnya," gumam Yumna.
"Sudahlah, nanti kalau dia butuh juga pasti akan cari kita. Toh, kita juga ada di kampus ini setiap hari."
"Benar juga, ya sudahlah. Yang penting kita sudah menawarkan bantuan padanya. Eh, Azzam sama Rey kemana ya?"
"Nyari kita?" tanya kak Azzam mulai mendekat.
"Kemana saja?" tanyaku.
"Tadi kami mau ke sini juga, tapi ku rasa kalau bicara dari hati ke hati sesama wanita, akan bisa lebih nyaman aja. Makanya tadi aku sama Rey sarapan dulu aja di sana," tunjuk kak Azzam pada ujung taman ini, yang terhalang sebuah pohon besar dari tempat duduk kami sekarang.
" Gimana, sudah dapat ceritanya? " tanya kak Azzam penasaran.
Aku dan Yumna bergantian menceritakan, apa yang baru saja kami dengar. Kak Azzam dan Rey yang serius mendengarkan, dengan seksama menelisik bagian-bagian ceritanya. Terlihat ekspresi mereka mulai dari kasihan, sampai dengan geram mulai mereka tunjukkan bersama.
"Lalu istrinya sebenarnya kemana?" tanya kak Azzam menanggapi cerita.
"Kalau dari alasan Toni, katanya istrinya yang dulu pergi dengan selingkuhannya. Tapi aku curiga kalau yang berusaha menemui kami, dan memperingatkan waktu itu, adalah istrinya yang sebenarnya ikut menjadi korban dia," dugaan Yumna.
"Lha tadi kamu pas pegang pundak kak Diana, apa kamu tak melihat sedikitpun tentang kejadian yang menyangkut istrinya? Atau sosok yang ingin membantu kak Diana?" tanyaku mengingat apa yang dilakukan Yumna tadi.
"Aku hanya bisa melihat kejadian masa lalu yang menimpa seseorang yang ku pegang saja. Itupun hanya berupa potongan kejadian, karena semakin lama ku lakukan, energiku juga semakin banyak terkurasnya."
"Oh, berarti itu hampir sama seperti Aish ya? Tapi dia memegang seseorang, untuk menghubungkan orang awam atau orang yang tak bisa melihat makhluk tak kasat mata, dengan sosok yang hendak berkomunikasi dengan orang tersebut," jelas kak Azzam.
"Ya, dan kelebihan Yumna adalah melihat kejadian yang dialami orang tersebut. Aku pernah melakukan itu dulu, tapi sepertinya itu bukan bakatku. Karena aku hampir pingsan saat melihat kejadian kelam di masa lalu orang."
"Yumna memang kuat karena sudah terbiasa menghadapi berbagai cobaan berat dalam hidupnya," kata Rey memuji kekasihnya.
"Tapi Aish juga tak kalah hebat, saat mau menghubungkan orang dengan sosok tak kasat mata. Karena itu juga bukan hal yang mudah, terlalu menguras energi. Aku juga sudah pernah mencoba, tapi hampir pingsan juga karena saking lemasnya," kata Yumna menyambung ucapan Rey barusan.
" Kalian punya kemampuan sendiri-sendiri, yang bisa saling melengkapi. Sepertinya tak ada yang salah, kalau takdir ini mempertemukan kita semua di sini, " tanggapan Rey tersenyum pada kami.
" Eh, Rey ternyata bisa senyum tulus juga ya. Jarang banget lo, dia senyum kayak gitu he...., " sahutku kembali mencairkan suasana yang dari tadi terasa tegang saja.
" Ada kelas kan sekarang, ayo bubar. Kita ketemu lagi nanti siang," ucap Rey malu, langsung membuyarkan obrolan pagi ini.
****
" Sudah jam tiga sore, gak ada kelas sama tugas yang harus diselesaikan di kampus lagi kan? " tanya Rey pada Yumna saat kita berkumpul lagi di taman yang mulai ramai ini.
"Gak ada, sebaiknya kita ke pujasera sekarang saja. Mumpung kosong waktunya. Maaf ya, tadi banyak sekali tugas, jadinya kalian harus nunggu aku di perpustakaan dulu," permintaan maaf Yumna yang merasa bersalah.
"Santai aja, lagian tadi kita juga masih ada yang harus diselesaikan," kataku.
"Pujasera, wahhh.... Makan gratis nih! Lumayan, ngirit ongkos makan," sahut kak Azzam girang.
"Siapa bilang gratis? Kalau mau gratisan, bayarnya pakai tenaga. Cuci piring semua pelanggan!" sahut Rey menggoda sambil nyelonong mendahului kami semua, menuju parkiran mobilnya.
Semua sudah duduk pada tempatnya seperti tadi pagi. Rey menyupir dengan Yumna di sebelahnya, sedangkan aku dan kak Azzam ada di kursi belakang mereka. Dan bagian belakang kami hanya berupa bagasi saja.
"Yakin ke pujasera? Gak mau kemana dulu?" tanya Rey pada semuanya setelah mobil mulai dijalankan.
"Penumpang ikut aja deh. Aku juga penasaran sama pujasera yang kau punya. Ada makanan apa di sana? Bayar juga gak apa-apa deh, daripada cuci piringnya," sahut kak Azzam pasrah saja.
"Oke, yang lain gimana?" tanya Rey lagi.
"Eh, mampir toserba dulu bisa nggak sih? Masih penasaran sama keadaan kak Diana," kataku mengusulkan.
"Iya, sekalian mau beli perlengkapan mandi dan mencuci juga. Toh jalannya searah juga. Sudah banyak yang habis soalnya," sahut Yumna setuju.
"Nah, sip kalau gitu! Nanti biar aku saja yang turun. Jangan sampai energimu tersedot lagi nanti," usulku.
"Oh, baiklah kalau begitu. Terima kasih sebelumnya!"
Tanpa berucap lagi, Rey langsung menjalankan mobilnya. Menuju ke toserba, sebelum ke pujasera miliknya.
Sesampainya di tempat tujuan pertama, Rey dan Yumna menunggu di mobil saja. Aku meminta agar turun bersama kak Azzam, seperti usulku semula.
"Toserbanya sepi banget? Gak ada yang aneh kayak ceritamu kemarin kayaknya," sahut kak Azzam saat kita berjalan masuk ke dalam.
"Iya, aneh banget. Pembeli di toserba juga gak ada kayaknya selain kita. Padahal kapan hari ramainya bukan main. Kasirnya juga ganti, bukan pemilik tokonya lagi?"
"Kita tanya ke pegawainya dulu saja, soalnya kak Diana juga tak terlihat sama sekali di sini," usul kak Azzam setelah celingukan ke segala penjuru toserba ini.
"Oke, aku ambil kebutuhan dulu. Baru kita tanya kasirnya pas bayar nanti."
Ku percepat langkahku berjalan, dan mengambil beberapa barang kebutuhan. Setelah selesai, segera menuju kasir untuk membayar semuanya, masih bersama kak Azzam.
"Kok kayaknya sepi banget, Kak? Memang pak Tono dan kak Diana kemana?" tanyaku pura-pura mengenal mereka berdua.
"Iya, saya juga heran. Hari ini sepi banget, jauh dari hari-hari sebelumnya. Apa adek kenal sama pemilik toserba ini?" tanyanya juga heran dengan keadaan toko yang sedang mempekerjakannya.
"Saya teman kampusnya. Apa saya bisa menemui bu Diana?" tanyaku lagi.
"Bu Diana sekarang sedang dirawat di rumah sakit," jawabnya seperti berat mengatakannya.
"Nggak mungkin, tadi pagi saya masih ngobrol sama dia."
"Bu Diana melakukan percobaan bunuh diri di kamarnya tadi siang," jelas wanita paruh baya itu.
"Bunuh diri?" ucapku dan kak Azzam saling berpandangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Mari ani
Mampir thor, lanjut
2024-11-27
0
ArieEni
bagus bgt ceritanya thor
2021-10-12
0
Jeje
😌 gila keren banget ... ada orang gini ... cma pegang pundak .. bisa lihat segalanya 😅 tepatnya dia hanya mengada ada aja 😊 aku sih nggak percaya ada org yg bisa nebak dengan tepat ...
2021-09-30
2