"Kamu tenang saja. Kami akan baik-baik saja. Kamu hanya perlu mendoakan kami, supaya bisa selamat nanti," kata Rey tersenyum meyakinkan pak Rendi.
"Tapi.....," nada pelan pak Rendi terlihat khawatir sekali.
"Bapak tenang ya. Lebih baik bapak menemani para polisi mencari di sekitar sini," sahut Yumna.
"Baiklah, hati-hati!" jawabnya berlalu meninggalkan kami.
"Ayo, Pak! Kita.....," ucapku terpotong, saat suami kak Raisha sudah tak terlihat lagi.
"Hehhh...., kemana lagi orang tadi!" sungut Rey kesal, sambil celingukan mencari.
"Itu bukan orang, Rey! Tapi setan," goda kak Azzam tersenyum agar tak membuat semuanya tegang.
"Gara-gara pak Rendi, dia jadi pergi. Terus, gimana ini?" sahut Yumna ikutan kesal.
"Ehmmm.....kalau tak salah, tadi katanya kak Raisha akan jadi permaisuri kerajaan mereka, saat bulan purnama ya? Sekarang bulannya masih belum penuh, mungkin masih ada waktu kita mencari sampai besok. Semoga saja," tunjukku pada bulan yang belum bersinar bulat sempurna.
" Iya, kamu benar. Terlalu beresiko kalau kita masuk ke sana tanpa petunjuk jalan," timpal kak Azzam setuju.
" Lagi pula, apa kita bisa langsung percaya kalau itu memang suami kak Raisha? Kalau ternyata bukan, bagaimana? Kalau ternyata dia menjebak kita?" sahut Yumna.
" Sekarang, pakai feeling masing-masing. Menurut kalian, kira-kira sosok tadi ingin membantu atau malah menyesatkan? Perlu menuruti kata-katanya atau tidak? " tanyaku meminta pendapat mereka.
Mereka bertiga diam sejenak, menutup mata semuanya. Aku hanya menunggu keputusan mereka saja. Karena dari firasatku sendiri, aku sudah yakin atas informasinya tadi.
" Sepertinya sosok tadi mungkin memang ingin menunjukkan jalannya. Tapi kira-kira, dimana dia?" sahut Yumna baru membuka mata.
"Heemmm.... Tak ada salahnya kita mengikuti sarannya," sahut Rey juga.
"Iya, ku rasa kita memang harus mencobanya. Toh kita manusia, yang lebih tinggi derajadnya daripada mereka. Jadi tak perlu takut juga. Insyaa Allah, kita bisa selamat kalau tetap berdoa," timpal kak Azzam ikut setuju.
"Oke, kita cari sosok tadi."
Kami berempat mulai celingukan hendak masuk ke dalam hutan. Tapi baru sampai di tepinya, mendung mulai menurunkan airnya.
"Hujan, bagaimana ini?" tanya Yumna.
"Sebaiknya kita berteduh dulu. Ajak para polisi dan pak Rendi istirahat sejenak. Supaya kita bisa lebih fit saat melanjutkan pencarian nanti, sahut Rey menggandeng tangan Yumna, berlari kembali ke dalam kantornya.
" Mungkin Allah belum mengijinkan kita masuk hutan sekarang. Kita ikut berteduh juga ya!"
Kak Azzam melepaskan jaketnya dengan cepat, untuk menutupi kepalaku saat berlari mengikuti mereka, menuju kantor Rey di tengah deretan gerai pujasera.
"Terima kasih," ucapku sambil berlari dalam dekapannya.
"Sama-sama," jawabnya tersenyum tampan dengan jarak yang tak terlalu jauh dariku.
Semakin diperhatikan, ternyata wajahnya terlihat semakin mempesona. Ditambah tetesan air yang sedikit membasahi kulit yang bersih, membuatnya semakin menarik saja. Rasanya hatiku ingin meleleh seketika. Tapi segera ku buang muka, supaya tak terlalu malu oleh tatapannya.
Sesampainya di kantor Rey, aku dan Yumna menyiapkan coklat hangat, kopi, dan beberapa camilan sembari menunggu hujan. Terdengar pertanyaan para polisi kepada Rey, tentang sebelum hilangnya kak Raisha. Aku dan Yumna yang duduk berdempetan, hanya mendengarkan mereka.
Sampai tak terasa, kepala kami saling menyatu. Menindih satu sama lain, dan memejamkan mata sejenak saking beratnya.
"Gelap!" gumamku saat baru membuka mata.
Aku seperti berada di dalam sebuah ruangan kosong yang dingin. Tanpa cahaya.
"Cah Ayu, ikuti kata hatimu. Mbah akan menuntunmu, menyelamatkan temanmu," sahut sebuah suara dari depanku.
"Tapi, Aish tak bisa melihat sama sekali. Bagaimana bisa melangkah menyelamatkan kak Raisha? Dimana ini?" tanyaku masih tak nampak apa-apa.
"Lebih baik kau pejamkan mata, agar lebih terlihat dengan mata hati saja. Mata keduamu. Jangan lupa, sebelumnya kamu harus berdoa, memohon kelancaran pada Pencipta kita," jawab suara nenek itu.
Ku ikuti saja sarannya. Ku baca syahadat seperti biasa, dan dilanjutkan beberapa ayat kitab suci yang hafal di luar kepala. Terus ku lantunkan sambil berjalan ke depan. Memantapkan hati hanya memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala.
Meski masih terpejam mata ini, tapi aku merasakan kesejukan hati di depan sana. Yakin kalau apa yang sedang aku cari, akan segera ku temukan nanti.
Walaupun suara nenek tadi, yang mungkin adalah mbah Darmi, sudah tak terdengar lagi. Tapi aku merasa yakin, kalau langkahku pergi sudah benar sekali.
Hangat, semakin tenang jiwa ini mencari. Setiap ayat yang ku baca, ku resapi maknanya. Pelan, langkahku masih terus maju ke depan. Sampai akhirnya lirih terdengar suara kak Raisha.
"Aish, aku di sini," katanya dengan suara yang hampir tak terdengar telinga.
Langsung ku buka mata, sambil menajamkan telinga.
"Alhamdulillah, sudah mulai kelihatan ruangannya. Tapi, bukannya ini di dapurku biasanya?" gumamku melihat sekeliling ruangan ini.
"Ho... Hoooo....., anak kecil masih ingin ikut campur rupanya?"
Suara berat terdengar jelas di depan mata. Tiba-tiba, dari lantai dapur ini mulai retak di tengahnya. Aku sedikit kaget, dan mundur agar tak terluka.
"Apa maumu?" tanyaku pada sebuah batang pohon yang mulai tumbuh dari dalam retakan lantainya.
Tanpa menjawab, pohon itu mulai tumbuh tinggi, dan semakin tinggi saja. Lalu membentuk seperti sosok yang pernah aku lihat sebelumnya, yang pernah duduk bersama kak Raisha.
"Belum kapok kamu rupanya?" tanya sosok itu menatapku tajam, dengan mata merah karena amarah.
"Kamu Jil?" tanyaku sampai mendongak saat melihat kepalanya.
"Iya, apa Raisha sudah menceritakannya? Apa saja yang dia ceritakan?"
"Tak penting, sekarang dimana kau sembunyikan kak Raisha?" bentakku tanpa menanggapi ucapannya.
"Memang tak penting juga sebenarnya aku tanyakan hal itu. Karena sebenarnya tujuanku ke sini hanya ingin menghancurkan pujasera ini."
"Hah? Apa maksudmu?"
"Kau pikir pasti aku suka sama manusia itu? Hahahaaa..... Itu cuma bonus saja. Lumayan, aku bisa mendapatkan budak setelah menyelesaikan tujuan utamaku di sini."
"Kenapa kau ingin menghancurkan pujasera ini?"
"Tuanku yang memintanya. Dia juga bersedia merelakan Raisha sebagai tumbal untukku."
"Tuan? Siapa dia?"
"Kamu tak perlu tahu. Yang jelas dia masih sebangsa denganmu. Lagipula, aku juga tak suka kalau pujasera ini semakin ramai saja. Jadi buat bangsaku tak berani bermain ke sini lagi," sahutnya menjelaskan sambil tertawa mengejekku.
"Kalau kau tak mau katakan orangnya, tak masalah. Aku akan mencarinya sendiri nanti. Sekarang, lepaskan kak Raisha, atau....," ucapku belum selesai.
"Atau apa? Kamu mau mengancamku, Anak kecil? Hahahaaaa.....Apa kau tak takut padaku?"
"Terserah kalau kau mau menertawakanku. Tapi aku punya Allah. Aku hanya takut pada Tuhanku saja!"
Amarah Jil mulai semakin terlihat. Tangan kanannya yang berupa batang panjang yang menjulur, hendak menyabet ke arahku.
"Kurang ajar!" teriaknya mengayunkan batangnya.
'Brraaakkkk......'
Suara sesuatu seperti menubruk pintu lemari kayu, yang biasa digunakan untuk menyimpan bumbu kering di dapur ini.
"Ayahnya Louisa?" panggilku melihat sosok yang terbaring lemah di lantai, karena berusaha menangkis serangan untuku.
Tapi karena tubrukannya itu, membuat pintu lemari sedikit terbuka. Dan memperlihatkan seseorang yang sedangnaku cari, di dalamnya.
"Kak Raisha!" panggilku hendak menghampirinya.
"Awas!" tunjuk suami kak Raisha ke arah belakangku, saat aku mendekat pada mereka.
"A'udhzubillahi minasy syaitonirrojim.....," ku balikkan badan, sambil mengumandangkan ayat al Quran.
Ayunan tangannya yang seperti batang terhenti seketika. Tak jadi sampai menyentuh kulitku, malah mulai terlihat merah seperti kayu yang hendak menjadi abu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Ricka Monika
pasti lah karyawan Rey kalau tak salah namanya Rendy ya kan
2025-03-22
0
NaMika
curiga sm pak rendi
2022-01-13
1
Slamet Diana
Rendi kayaknya
2021-09-17
1