Ku langkahkan kaki. Menyusuri pujasera ini sendiri. Dan semuanya masih terasa sunyi. Tak terlihat siapapun di sini.
"Haalooooo..... Ada yang dengar tidak ya???" teriakku memanggil seseorang, tapi masih saja tak ada jawaban.
Pelan-pelan, ku langkahkan kaki lagi. Mencari apa yang sebenarnya terjadi.
"Hiiii...hii.....hiiiiiii........."
Suara tawa khas wanita berdaster mulai terdengar nyaring di telinga. Saling menyahut satu sama lain, seperti sedang menertawakan kesendirianku memutari tempat ini. Tapi saat ku cari asalnya, masih belum nampak sedikitpun sosoknya mereka.
"Tunjukkan wujud kalian di depanku kalau berani. Sebenarnya apa sih mau kalian?" tanyaku masih berteriak sendiri.
"Hiiiii...hihiiiiiiii......."
Hanya itu jawaban suara yang masih ku dengar.
"APA YANG KAU INGINKAN DARIKU?" teriakku mulai geram, mendengar tawa-tawa banyak makhluk tanpa terlihat wujudnya satupun.
Berharap wujud sosok-sosok itu mau muncul di sini, untuk membuat perhitungan denganku secara langsung. Tanpa bersembunyi, dengan mempermainkanku seperti orang tak berguna di dunia ini. Tapi ternyata teriakanku malah membuat suasana kembali hening lagi.
"Kemana suara mereka?" ucapku masih celingukan ke kanan dan kiri, sambil terus melangkah tanpa henti.
Gerai demi gerai ku lewati, semua masih tutup sama seperti tadi. Sampai tiba di ujung gerai yang harusnya masih buka, ternyata juga tak ada siapaun di dalamnya.
" Kemana sebenarnya orang-orang tadi? Apa pikiranku kembali dibuat kacau oleh makhluk bernama Jil itu?" gumamku sendiri, mencoba menyadarkan diri.
"JILLL... JIILLL.... Apa kau mendengarku?" panggilku marah, masih sambil melangkah sampai ke tepi danau tempat yang harusnya ada para muda mudi masih bercengkrama di sini.
Tapi semua orang terasa sirna. Hanya ada bangku kosong yang tersisa, dengan gelas dan piring yang juga tak ada di meja. Semuanya nampak rapi, seperti tak ada orang yang baru menempatinya sama sekali.
"Oke, kalau kau ingin bermain denganku. Tapi aku yakin, Allah pasti akan menolongku," kataku mengingat kebesaran Sang Pencipta.
Ku berjalan kembali ke dapurku sendiri. Mulai terdengar suara tawa melengking para makhluk tak terlihat, yang mulai memenuhi suasana malam lagi.
Semakin ku percepat langkah ini. Dengan menutup kedua telinga, agar tak terkecoh emosiku lagi saat mendengar tawa bersahut-sahutan yang meresahkan.
Sampai akhirnya aku bisa masuk ke mushola, dan wudhu untuk segera mengambil mukena.
" Hah, kemana mukena-mukena di sini? " tanyaku melihat kosong ke loker tempat penyimpanan mukena. Bahkan kitab suci yang biasanya ada, juga raib entah kemana.
"Oke, aku tak akan menyerah begitu saja!"
Ku pejamkan mata, dan mulai duduk bersila. Menghadap kiblat, berusaha konsentrasi untuk fokus pada doa-doa yang ku bisa.
Diawali dengan dua kalimat syahadat, lalu berlanjut pada ayat kursi, ketiga surat Qul, sampai terakhir surat yasin. Tanpa memperdulikan lagi teriakan maupun godaan yang semakin menjadi ramai di sekitar tempatku duduk di sini.
Ku ulang lagi surat-surat kitab suci, sampai akhirnya terdengar suara Yumna setelah tiga kali mengulang doa.
"Aish, sadar! Kamu ngapain di sini?" teriaknya membuatku membuka mata.
Saat terbuka, ternyata semua orang sudah berkerumun di sekitarku.
"Lhoh, kenapa aku di sini?" tanyaku melihat ke sekeliling.
"Justru aku yang harusnya tanya. Kamu kenapa duduk di pinggir danau ini? Dan dimana kak Raisha?" tanya Yumna.
Belum sempat ku jawab, Rey dan kak Azzam datang membubarkan semua pelanggan sementara. Padahal aku sendiri masih bingung melihat kekacauan ini.
"Mohon maaf untuk semua pelanggan, pujasera akan kami tutup lebih awal. Karena ada yang perlu kami selesaikan. Jadi untuk yang belum mendapatkan makanannya, akan kami kembalikan uangnya," kata Rey sopan, membuat para pelanggan yang awalnya kecewa jadi lebih lega mendengarnya.
" Tissa, Brian, dan lainnya tolong urus segera. Ah, itu pak Rendi sudah datang juga. Biar dia yang membantu mengaturnya, " tunjuk Rey pada seorang laki-laki dewasa, yang mendekat ke arahnya.
Sembari menunggu Rey membicarakan dengan pelanggan dan pak Rendi selaku manajer pujasera, kak Azzam membantuku berdiri, setelah sempat duduk bersimpuh di pinggir danau Rubi.
" Kamu tak apa? Apa ada yang sakit? " tanya kak Azzam mengusap rambutku pelan, dan menuntunku untuk duduk di sebuah kursi pelanggan.
"Aku tak apa. Tapi aku masih bingung, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku masih tak ku mengerti.
"Sudah, jangan kau pikirkan itu. Yang penting kamu baik-baik saja sekarang," ucap kak Azzam lagi, sambil membenamkan kepalaku di dadanya yang sedang berdiri di samping kursiku.
"Aish, minum dulu. Berdoa sebelumnya, agar pikiranmu tak lagi dikacaukan oleh mereka," kata Yumna seperti masih menyembunyikan suatu kekhawatiran dari sorot matanya.
"Terima kasih. Tapi tadi kamu tanya keberadaan kak Raisha. Memangnya apa yang terjadi dengannya?"
"Sudah, kamu tenang dulu. Kita bicarakan ini bersama, di ruang kerja Rey setelah dia membereskan pelanggannya," kata Yumna mengelus punggungku, agar lebih tenang dahulu.
Setelah beberapa tegukan air yang sedikit menenangkan, ku lihat para pelanggan nampak pulang sendiri-sendiri. Sedangkan kami, beserta para karyawan yang ada di sini, diminta berkumpul di ruang kerja Rey sebentar. Setelah menutup semua gerai mereka.
"Terima kasih atas kerja samanya. Di sini, saya mengumpulkan kalian semua, untuk membantu mencari Raisha. Katanya dia menghilang, tak ada di dapurnya. Apa ada yang melihatnya tadi?" tanya Rey pada semua karyawannya.
"Tadi aku di dapur bersamanya. Lalu karena ada pesanan yang belum di antar, kak Raisha bilang kalau dia saja yang mengantarkan. Toh pekerjaan di dapur juga sudah hampir dan bisa ku selesaikan sendiri," jelasku mengingatnya.
"Lalu, setelah itu yang di luar apa ada yang melihat Raisha juga?"
Semua orang menggelengkan kepala. Sampai Tissa mengeluarkan suara.
"Saya tak melihat kak Raisha keluar dari dapur, malah Aish yang keliling pujasera dengan bingung. Baru mau aku tanya, malah tiba-tiba jalan semakin dekat ke bibir danau," jelas Tissa.
"Oh ya?" tanyaku tak menyadari hal itu.
"Iya, tapi saat kami meneriakinya, dia malah duduk bersimpuh sambil merem di pinggir danau. Kan bingung kita yang lihat. Sampai akhirnya Yumna berhasil membangunkannya, setelah berbisik terus menerus memanggil namanya," sahut karyawan lainnya.
"Apa iya? Kok aku malah gak sadar ya?" tanyaku semakin bingung.
"Oke, Raisha terlihat keluar dapur, tapi tak ada yang melihat keberadaan dia di sana?" tanya Rey dijawab anggukan oleh semuanya.
"Kalau begitu, kita berpencar sekarang. Satu jam lagi, kita berkumpul di sini. Kalau ada yang sudah menemukannya dahulu, bawa dia ke ruangan ini, dan pencet bel yang biasa kita gunakan sebagai peringatan ini," tunjuk Rey pada sebuah tombol yang biasa digunakan karyawan untuk tanda jam tutupnya pujasera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Hetti Hariati
takut
2021-10-28
1
SeekarYaSeekar
Aish suka emosian jadi gampang dipermainkan emosinya🙄🙄
2021-03-14
4
aal lia
selalu ga terbaca alur ceritanya
2021-03-12
8