"Hehh... Lumayan lega setelah bercerita," kata sahabat kak Diana.
"Iya, Kak. Kalau ada informasi lebih lanjut, kakak bisa membicarakannya dengan kami. Akan kami usahakan untuk membantu kak Diana, agar bisa lepas dari perjanjian yang sudah terlanjur dia lakukan."
"Kalau kamu memang berniat menolong Diana, tolong usahakan segera. Dan jangan ceritakan ini kepada siapapun yang tak ada hubungannya. Tapi kalau kamu menemukan orang yang dirasa bisa membantu, silahkan ceritakan saja," pesan wanita itu sebelum pamit pulang.
Aku masih terdiam. Menatap punggungnya yang kian menjauh pergi, dari tempatku duduk saat ini. Sampai terdengar adzan magrib berkumandang, segera aku beranjak berdiri.
Ku langkahkan kaki menuju tempat air mengalir, guna menyejukkan hati dan bimbang yang memenuhi pikiran. Kemudian bersujud menjalankan ibadah, sambil memohon petunjuk kepada Sang Pemilik alam semesta.
" Yumna, tadi kak Azzam pulang bareng bos Rey?" tanyaku menemui Yumna yang baru saja mengantar pesanan pada pelanggan, setelah selesai menjalankan ibadah di waktu petang.
"Iya, tadi mau pamit sama kamu, tapi gak mau ganggu katanya. Jadi dia titip pesan saja. Nanti mereka akan jemput kita setelah waktu tutupnya pujasera."
"Oh, ya sudah kalau gitu. Aku bantu ke dapur lagi ya."
"Iya, aku juga mau membereskan meja sebelah sana," ucap Yumna menjauh berlawanan arah denganku.
Bersama kak Raisha yang nampak sibuk sekali, aku berusaha memenuhi pesanan pelanggan sore ini. Sudah tak ada percakapan lagi, sampai waktu tutupnya pujasera berbunyi.
'Ting... Ting.... Ting.....'
Suara nyaring, tepat pukul sembilan malam ini. Para pengunjung yang datang, nampak sudah tahu peraturan dari tempat ini.
Mereka bersedia kalau semua alat makannya diambil pelayan, setelah berbunyinya denting bel barusan. Kecuali pengemasan makanan yang sengaja dipesan untuk dibawa pulang, meski tetap dimakan di tempat ini setelah tutupnya gerai-gerai kami.
Terlihat beberapa muda mudi, yang masih menikmati indahnya pemandangan di danau, saat aku menutup gerai bersama karyawan lainnya. Mereka duduk di kursi-kursi, yang sengaja disediakan di tempat terbuka dengan langit malam sebagai atapnya.
"Hei, gimana rasanya kerja hari ini?" tanya kak Azzam baru saja datang, dari belakangku.
"Alhamdulillah, menyenangkan. Loh, itu Rey mau kemana dulu?" tanyaku menunjuk laki-laki yang baru datang bersama kak Azzam, sedang memasuki sebuah ruangan kantor yang terletak di tengah-tengah deretan gerai di sini.
"Biasanya dia datang untuk mengambil laporan dari bagian keuangan, trus dibawa pulang," jelas Yumna yang sangat paham dengan kegiatan Rey sehari-hari di sini.
"Ya sudah, kita ke mobil dulu gimana? Ada yang ingin aku ceritakan, pada kalian," ajakku.
"Ayo, ini kuncinya aku yang bawa. Tadi coba nyetirin mobil dia soalnya," kata kak Azzam menunjukkan kuncinya.
Sesampainya di mobil, ku ceritakan informasi tentang kak Diana yang aku dapatkan tadi. Kak Azzam dan Yumna ternyata sama seperti tanggapanku tadi, ikut geram setelah mendengarnya.
Masih mengobrol dalam mobil ini, ku lihat kak Raisha sedang duduk di pinggir danau. Dari gerak-geriknya, mereka terlihat sangat akrab sekali. Meski membelakangi kami, tapi aku yakin kalau sosok itu bukanlah manusia.
"Ssstt....itu!" tunjukku pada Yumna yang duduk di kursi belakang mobil bersamaku, dan kak Azzam di belakang kemudinya.
"Kak Raisha? Sama siapa dia ya?" tanya Yumna.
Dari tempat kami berdiam diri, terlihat sosok kurus dan tinggi, dengan dua tangan yang menyerupai dahan pohon yang panjang. Ranting-ranting kecil juga terlihat menyelimuti seluruh bagian tubuhnya, terutama bagian kepala.
"Eh, iya. Itu tangannya atau apanya ya yang panjang, kok malah kayak lagi merangkul kak Raisha?" kata Yumna menempelkan wajahnya ke kaca jendela mobil ini, agar lebih jelas melihat sosok yang masih bersenda gurau dengan kak Raisha sedari tadi.
Entah kebetulan atau memang dia tahu kalau kami sedang membicarakannya, tiba-tiba sosok aneh itu menoleh ke arah kami bertiga. Dengan sorot mata merah menyala, dia menyeringai, terlihat sedang menyuruh kami untuk waspada, dan tak meremehkannya.
"Ayo, kita beritahu kak Raisha. Aku tak ingin terlambat lagi, saat menyelamatkan manusia dari jeratan makhluk tak kasat mata," kataku hendak turun dari mobil.
"Aish, jangan gegabah. Kita orang baru di sini, belum tahu apa-apa tentang bahaya makhluk di sekitar sini," kata kak Azzam memperingatkan.
"Tapi, kak Raisha?"
"Azzam benar. Sebaiknya kita pantau dulu saja, sambil memikirkan cara menyelamatkan kak Diana dan kak Raisha juga," sahut Yumna.
"Oke, semoga saja kita tak terlambat lagi," seruku sedikit kesal atas larangan mereka berdua.
"Kalau kamu tak mau dengar pendapat kami, silahkan selesaikan itu sendiri," kata Yumna mulai emosi, menunjuk ke arah kak Raisha dan sosok aneh di sebelahnya.
Mendengar ucapan Yumna, hatiku semakin tak terima. Ada rasa marah seketika. Tapi aku memilih diam, supaya tak menambah masalahnya.
"Sudah... Sudah..., sebaiknya kita pikirkan caranya nanti. Setelah tak ada emosi lagi," kata kak Azzam berusaha menengahi.
Aku pasrah, sedikit menyerah sebelum berusaha. Pikiran penat tentang kak Diana masih terbayang, sekarang mereka malah melarangku lagi untuk segera bertindak cepat.
Suasana di dalam mobil mulai sunyi. Tak ada lagi ramainya ocehanku dan Yumna, yang biasanya paling dominan di sini. Tak ada satupun kata yang terucap, sampai Rey datang menghampiri mobilnya ini.
"Maaf, kalau lama nunggu tadi."
Hening, masih tak ada yang menyahuti. Sampai Rey heran melihat tingkah kami.
"Azzam? Kamu apakan mereka berdua?"
"Ayo pulang, aku juga lagi gak mood nyetir hari ini," ucap kak Azzam menyerahkan kunci mobilnya pada Rey, dan duduk di sebelahnya.
"Kalian kenapa sih? Tadi baik-baik saja, kok sekarang jadi pendiam semua?"
Rey yang biasanya mulai tak banyak bicara, terus saja mengomel di sepanjang perjalanan kita pulang. Berusaha mencairkan suasana, meski sebenarnya garing dan sama sekali tak membuatku ingin menyahuti.
"Tuh, rumah Yumna sudah kelihatan. Kalian tak ku ijinkan turun, sebelum berjabat tangan, tanda perdamaian," sahut Rey menghentikan laju mobilnya, tepat di jalan besar seberang rumah Yumna berada.
Aku dan Yumna hanya diam. Tak ada yang menanggapi sama sekali. Entah perasaan apa ini, rasanya hanya ingin marah saja saat melihat dia.
" Astaghfirullah.... Astaghfirullah...., Aish, Yumna, istighfar. Sepertinya ada yang sengaja memperdaya emosi kita. Istighfar sebanyak-banyaknya, dan berusahalah tenang untuk melawannya," sahut kak Azzam setelah sekian lama terdiam.
Dalam hati, aku terus mencoba mohon ampun kepada Allah. Berusaha tenang, seperti arahan kak Azzam. Meski masih ada rasa kesal, tapi aku berusaha menghindar. Dan mengulurkan tangan kananku, agar dijabat oleh Yumna, sahabat baikku.
"Maaf," hanya itu satu kata yang rasanya oaling berat terucap saat ini, tapi aku berusaha mengeluarkannya dari mulutku yang dari tadi ku kunci sendiri.
"Iya, aku juga minta maaf!" kata Yumna juga terlihat masih kesal.
Ku peluk sahabatku, agar bisa menghilangkan amarah kami, yang sepertinya memang sengaja di pengaruhi oleh sorot mata sosok tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Hermina
aku lebih suka kalo mereka itu cuma beda kota thor,masalahnya aku udh baca restoran hantu,nama2 orangnya juga nama2 orang indonesia,apalagi nama hantunya
2021-06-13
4
Nona Muda
Kmha km we aish ...
geradag gurudug .. sllu menyepelekan masalah bsr
2021-05-17
1
Jihan Susanty
👍👍👍👍semangat
2021-05-11
0