Terus saja masih ku baca ayat-ayat kitab suci. Sampai akhirnya kata menyerah terdengar, meskipin disertai dengan ancamannya padaku.
"Awas kamu! Aku akan kembali suatu saat nanti," kata sosok berbentuk pohon yang langsung kembali menghilang lagi.
Lemas, hanya itu yang bisa ku rasakan saat ini. Aku terduduk, sampai pandangan mataku mulai gelap lagi.
"Aish... Aish... Bangun! Kau tak apa?" suara Yumna seperti berada di sekitarku.
Meski berat, sekuat tenaga ku buka mata sampai terbuka. Melihat sekeliling, yang ternyata menatapkan pandangan khawatir mereka kepadaku saja.
"Lhoh, ada apa lagi ini?" tanyaku sungguh tak mengerti sama sekali.
"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga!" sahut kak Azzam yang ternyata sudah menyandarkan kepalaku pada lengannya.
Pelan-pelan kak Azzam membantuku duduk, karena aku merasa kalau aku harus berbicara.
"Aish, minum dulu. Baca Al-Fatihah juga, lalu tenangkan dirimu," kata kak Azzam memberiku air putih dari tangan Yumna.
Sambil menghela nafas panjang, ku turuti sarannya.
"Alhamdulillah," kataku merasa sudah lebih terang melihat suasana sekitar.
"Kamu kenapa? Kok tadi teriak-teriak tak jelas, tapi tak bisa dibangunkan?" tanya Yumna pelan, memulai pembicaraan.
Ku tatap sejenak semua mata orang yang menantiku bercerita. Dan kembali menarik nafas untuk melegakannya.
Satu per satu kejadian dalam mimpi, ku ceritakan saja. Meski para polisi dan pak Rendi hanya menganggap itu sebagai bunga tidur, tapi ternyata ketiga sahabatku percaya. Kalau jiwaku sempat tertarik ke tempat penyekapan kak Raisha.
"Sekarang, kita ke dapur saja. Kita cari, semoga mimpi Aish memang kenyataan yang sebenarnya," kata Rey melangkah dulu, tanpa menunggu persetujuan yang lainnya.
Kami yang masih belum memutuskan, akhirnya ikut saja ke tempat seperti dalam mimpiku tadi.
"Pelan-pelan, sepertinya kamu masih lemas sekali?" tanya kak Azzam yang memapahku dari kanan, sedangkan Yumna membanti di sebelah kiriku.
"Iya, rasanya seperti kehilangan banyak tenaga."
Sesampainya di depan pintu dapur, Rey langsung membuka dengan kunci cadangannya. Yang selalu dia simpan kemana-mana.
'Braaaakkk........'
Suara pintu terdengar dibuka dengan sedikit memaksa.
"Raisha....," panggil kami semua.
Tapi ruangan ini masih nampak rapi, seperti sebelum ku tinggal keluar tadi.
"Kamu lihat Raisha dimana?" tanya Rey membalikkan badan, menatapku tajam.
"Di dalam lemari bumbu."
Tunjukku pada sebuah lemari, yang tak jauh dari tempat Rey berdiri.
'BRRAAAAAKKKK.......'
Kembali terdengar suara pintu dibuka. Sampai engselnya jatuh karena kerasnya tarikan yang memaksa.
"Raishaaa......!"
"Kak Raisha...," panggil semuanya saling bersahutan dengan girang.
"Sebaiknya kita telepon ambulans, sepertinya dia hanya pingsan," kata pak Rendi setelah memeriksa nadinya.
Rey yang masih memegang gawai, langsung melaksanakan usul dari manajer pujasera miliknya. Meminta ambulans, supaya bisa sampai sini dengan segera.
Sedangkan aku dan yang lainnya, berusaha memberi pertolongan pertama.
"Aku buatin teh hangat manis dulu, buat kamu dan kak Raisha kalau misalkan dia siuman nanti," kata Yumna.
"Terima kasih."
"Kak, kak Raisha....," kataku mencoba menyadarkannya, dengan memijat bagian tengah antara telunjuk dan jempolnya.
Meski aku masih lemas, tapi aku baik-baik saja. Tak merasa pusing, ataupun terluka.
Beberapa menit kemundian, akhirnya sebuah suara dari mulut kak Raisha terdengar juga.
"Aish... Tolong.....," katanya lirih seperti tadi saat dalam mimpiku, tapi dia sama sekali belum membuka matanya.
"Iya, Kak. Aku di sini. Kak Azzam, bisa tolong ambilkan air putih?" pintaku langsung dituruti olehnya.
"Terima kasih."
Ku bacakan dulu surat al-Fatihah, sebelum memberikannya kepada kak Raisha. Berharap apa yang aku rasakan tadi, bisa sama terjadi padanya.
Meski tetap menutup mata, aku coba menegakkan badan kak Raisha. Lalu meminumkannya, sedikit demi sedikit ke dalam mulutnya.
"Eheemmm....," ucapnya menarik mundur kepalanya agar gelas terlepas dari mulutnya, bersamaan dengan mata yang sudah mulai terbuka.
"Alhamdulillah."
Kami semua mensyukuri kejadian di depan mata.
'Iiiiiiuuuuuu.... Iiiiiiuuuuuu....'
Sirine ambulans sudah terdengar dari luar. Tanpa menunggu lama, kami semua pergi menemani kak Raisha. Sedangkan para polisi, pamit untuk melanjutkan tugas negara.
" Terima kasih, Pak. Maaf menggangu waktunya," kata Rey mengantar kepergian mereka.
"Sama-sama," jawab mereka semua.
Dalam ambulan, aku dan Yumna menemani kak Raisha. Sedangkan Rey, kak Azzam, dan pak Rendi, mengikuti dari belakang ambulan ini.
"Aish.... Ternyata memang Jil bukan manusia," ucap kak Raisha lemah dengan selang infus dan oksigen di hidungnya.
"Ssstttt.....nanti saja ceritanya. Setelah dokter memeriksa keadaan kakak," kataku memotongnya.
"Iya. Terima kasih, Aish, Yumna. Tolong sampaikan juga terima kasihku pada nenek yang tadi sama kamu," kata kak Raisha menunjukku.
Aku dan Yumna saling memandang. Dan tersenyum dengan pikiran yang mungkin sama.
"Insyaa Allah," jawabku kembali menatapnya, sambil tersenyum memberikan dukungan padanya.
Aku dan Yumna berusaha menghiburnya, dengan menceritakan kelucuan para karyawan maupun pelanggan di pujasera. Sampai tak terasa, ambulan sudah berhenti di depan rumah sakit besar, hampir di jam sepertiga malam.
"Waoooww......, mulai keluar semua tuh," sahut kak Azzam saat kita turun bersama, di depan rumah sakitnya.
"Apanya?" tanya Yumna menjadi orang terakhir yang turun dari ambulans, setelah mengecek barang bawaan agar tak ada yang ketinggalan.
"Hadehhh.... Apa lagi kalau bukan perkumpulan para makhluk tak kasat mata," sahutku cengengesan.
"Sudah, tak usah dihiraukan. Kerjaan mereka memang suka nongkrong saat malam. Kalau kalian masih mau ikut nongkrong di sini, ya silahkan," kata Rey menggandeng tangan Yumna, masuk mengikuti kak Raisha yang masih terbaring lemas didorong perawatnya.
"Wooeeeyyy.... Selalu ninggalin! Awas ya," sahut kak Azzam ikut menggandeng tanganku, mengikuti semuanya ke dalam rumah sakit itu.
Kami menemani kak Raisha sampai mendapatkan kamar perawatan. Sedangkan pak Rendi, masih wara-wiri mengurus administrsinya, sesuai perintah atasannya.
Tak lama, kamu sudah mendapatkan kamar perawatan untuk kak Raisha. Sepertinya dia sudah nampak lebih baik daripada sebelumnya. Senyumnya juga mulai terkembang, karena melihat kekonyolan kami berempat di sini.
"Kalian solid banget ya. Semoga langgeng selamanya," sahut kak Raisha menanggapi perdebatan kecil kak Azzam dan Rey, saat meributkan tempat tidur.
"Eh, maaf, Kak. Jadi bangun ya?" kata kak Azzam.
"Kamu sih, banyak omong. Jadi Raisha terbangun 'kan!" sahut Rey.
"Saya sudah sehat kok. Paling besok sudah diijinkan pulang."
"Kakak masih pucat gitu. Mending istirahat dulu," sahut Yumna.
"Ini semua salahku. Aku yang ceroboh sampai kenal sama makhluk aneh. Hehhh..... Andai tak ada nenekmu dan mantan suamiku yang membawa kembali ke pujasera, mungkin saya sudah disunting olehnya. Seperti para tumbal wanita lain yang ada di sana," jelasnya.
"Maksudnya, kakak memang ada di kerajaan mereka?"
"Iya, dan nenekmu yang membantuku lari, dan bersembunyi sampai ke dalam lemari dapur. Setelah diberi arahan jalan oleh ayah Louisa."
Kak Raisha nampak sedih sekali, karena sempat membencinya. Meski dia sudah tiada, tak lama setelah bersanding sebagai suaminya.
Selama ink, kak Raisha selalu mengira kalau sikap suaminya pada Jil hanya karena cemburu yang tak beralasan saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Bilqis Ilmi Aghnia
btw itu nenek darmi nenekx beneren aish yah?
2021-05-20
0
Lastmeyria
ais dan yuma di culik
2021-05-08
0
Yuli Rahayu
👍lanjut
2021-03-27
0