"Astaghfirullah, kenapa kak Diana bisa sampai nekat seperti itu?" ucapku merasa bersalah, karena tak bisa menemani, setelah dia mendengarkan penjelasan sebenarnya kami.
"Untungnya Diana berteriak kesakitan di kamar atas toserba ini, jadi bisa segera ditemukan. Karena nadinya sudah teriris cukup dalam, makanya langsung dibawa ke rumah sakit terdekat," jelas kakak kasir itu, sambil menyerahkan belanjaan setelah aku bayar.
"Lalu, sekarang dimana kak Diana dirawat? Kami ingin menjenguk, dan memberikan dukungan padanya."
Kakak kasir itu mengambil secarik kertas, dan menuliskan alamat tempat kak Diana berada saat ini.
"Lhoh, ini alamat rumah sakitnya? Kayak alamat perumahan elite?" tanya kak Azzam setelah membacanya.
"Tadinya memang dibawa ke rumah sakit terdekat. Tapi setelah diobati, dia langsung minta dibawa pulang saja ke rumah pak Toni. Tapi tetap harus ada perawat yang mengawasi, saat melakukan pengobatan di rumahnya sendiri."
"Berarti, pak Toni sekarang juga ada di sana?"
"Pak Toni hari ini sebenarnya ada jadwal ke luar kota. Tapi langsung balik, setelah mendengar kabar istrinya. Jadi kami belum dapat kabar, apa pak Toni sudah ada di rumahnya atau masih di jalan."
"Kalau belum sampai, berarti kak Diana sama perawatnya saja?"
"Ada salah satu pegawai toserba ini yang paling dekat denganya, masih menemani di sana. Selain beberapa pembantu di rumahnya juga."
"Oh, baiklah. Kalau begitu, saya akan ke sana dulu. Terima kasih informasinya, Kak!"
"Iya, sama-sama. Saya juga sebenarnya khawatir sama dia, karena hidupnya sudah cukup susah sebelum menjadi istri ketiga pak Toni."
"Istri ketiga?"
"Iya, tapi mereka menikah setelah kedua istri pak Toni menghilang begitu saja. Katanya karena berselingkuh dan meninggalkannya. Hehh... Kasihan juga pak Toni, baru dapat istri setia, eh malah mau bunuh diri pula," sesal kakak kasir itu yang tak tahu apa-apa.
"Nasib orang nggak ada yang tahu, Kak. Ya sudah, saya akan ke alamat ini saja," pamitku sebelum meninggalkan kursi di depan kasir ini.
"Tolong sampaikan salam dari saya. Katakan kalau toserba ini jadi sepi tanpa dia, supaya dia lebih semangat lagi untuk kembali ke sini bersama kita."
"Insyaa Allah akan saya sampaikan."
Aku berdiri, dan hendak beranjak pergi. Namun baru saja membalikkan badan, hal mengejutkan lain sempat ku dengar.
Tepat sesaat setelah bunyi telepon yang sedang dipegang kakak kasirnya.
"Pak Toni, meninggal?" ucapnya membuatku langsung menoleh lagi, dan menghentikan langkah segera.
Ku tunggu kakak kasir menyelesaikan teleponnya. Lalu dengan hati-hati, ku tanyakan lagi kebenaran tentang berita yang sebagian ku dengar tadi.
"Maaf, semoga saya salah dengar tadi. Apa benar itu kabar dari pak Toni?" ucapku bingung karena situasinya terlalu rumit hari ini.
Kakak kasir masih menangis sesenggukan sendiri. Tapi aku dan kak Azzam setia menunggu informasi.
"Kak, kenapa?" tanya beberapa pelayan wanita lain, yang langsung menghampirinya.
"Pak Toni, meninggal. Kecelakaan," ucap kakak kasir masih dengan sesenggukan.
"Innalillahi wa innaillaihi roji'un," kataku terduduk lemas di kursi depan kasir lagi.
"Ya sudah, itu memang jalan takdirnya. Sebaiknya kita tutup toko saja, dan membantu mengurus keperluan di rumahnya," usul salah satu pelayan wanita pada kasirnya.
"Baiklah, saya permisi dulu kalau begitu. Saya akan langsung ke rumahnya sekarang, untuk menemui kak Diana," pamitku untuk kedua kalinya, dan langsung pergi meninggalkan mereka semua.
Sesampainya di mobil, Yumna dan Rey yang masih menunggu kami, langsung terlihat penuh tanda tanya. Karena sepeninggalan langkah kami keluar, pintu toserba langsung ditutup begitu saja. Meski seharusnya masih berada pada jam buka.
"Lama banget? Ada apa di dalam sana?" tanya Rey masih di belakang kemudi.
"Tolong ke alamat ini dulu, nanti akan aku ceritakan di jalan," ucapku menyerahkan secarik kertas yang diberi oleh kakak kasir tadi.
Mobil mulai berjalan, menuju alamat yang ku berikan. Sambil menunggu sampai tujuan, aku terus menceritakan apa yang ku dengar barusan.
Antara terkejut dan heran, Yumna dan Rey mulai menerka-nerka kejadiannya. Ditambah kecurigaan juga, kalau kedua wanita yang sempat kami temui sebelumnya, adalah istri Toni sebelum kak Diana.
"Nah, ini bener alamatnya. Tuh, mulai banyak orang di sana!" tunjuk kak Azzam pada sebuah rumah paling mewah, di salah satu perumahan elite kota ini.
Setelah mobil terparkir rapi di luar pagar rumahnya, kami serentak turun bersama. Hendak mencari tahu, apakah kak Diana akan lebih baik, setelah kepergian suaminya.
" Permisi, boleh saya ketemu dengan kak Diana?" tanyaku pada salah satu pelayan rumah, yang mulai menyambut kedatangan tamu dari para tetangganya, meski jenazah belum datang.
"Suruh mereka pulang. Aku tak ingin bertemu dengan mereka lagi," seru kak Diana lantang dari depan pintu rumah, saat melihat kedatangan kami di gerbang.
"Tapi, Kak. Boleh kita obrolkan ini dulu sama-sama?" tanyaku masih berusaha membujuknya.
"Aku sudah berterima kasih tadi. Jadi sekarang, biar ini menjadi urusanku sendiri."
"Tapi, Kak....," kataku masih belum menerima perlakuannya pada kami semua.
"Sudah, Aish. Kita pulang saja!" kata Rey menepuk bahu kak Azzam agar membawaku kembali ke mobilnya.
"Ayo, kita pulang!" ajak kak Azzam lembut, agar aku tak lagi memikirkan keluarga ini.
Aku pasrah saja saat teman-teman membawaku kembali masuk ke dalam mobil. Meski sebenarnya hati ini masih belum menerima, atas semua perlakuannya.
Dan sesaat sebelum mobil ini berjalan, ku tengok lagi arah kak Diana berdiri.
"Astaghfirullah, makhluk itu!" tunjukku pada sosok menjijikkan yang sedang mengelus puncak kepala kak Diana yang tersenyum puas.
Makhluk dari belakang tubuhnya, masih dengan taring panjang yang meneteskan air liur kemana-mana.
"Oh, jadi begitu rupanya," sahut kak Azzam setelah mobil mulai berjalan.
"Begitu apa?"
"Kalau menurutku, sepertinya kak Diana mengiris lengannya itu hanya untuk mencari perhatian makhluknya."
"Masa iya, orang sengaja menyakiti dirinya sendiri hanya untuk cari perhatian sosok yang memperdaya dia?" tanya Yumna.
"Kalau dia sengaja ingin mengakhiri dirinya sendiri, kenapa harus berteriak supaya ditolong orang? Dari tadi aku sudah ada kecurigaan di cerita itu."
"Benar juga ya. Lalu apa artinya semua ini? Ah, terlalu banyak teka-teki. Bikin laper saja jadinya," kataku setelah bunyi cacing di perut terdengar oleh semuanya.
"Kita makan dulu, sambil mencari informasi selanjutnya. Itu juga kalau memang kamu masih penasaran," kata kak Azzam menenangkan.
"Sipp, traktir ya!"
"Okey, daripada minta traktir yang punya, malah disuruh cuci piring dulu setelahnya," sahut kak Azzam menyindir yang di depan.
"Apaan sih! Kalau mau makan, silahkan saja. Sepuasnya, aku yang traktir hari ini. Tapi kalau lain kali, harus cuci piring pelanggan dulu ya," kata Rey terkekeh menanggapi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Risma Farna
Apa kematian pak Tono ada kaitannya ma Diana ya???? Dijadikan korban jga???
2022-09-23
0
Jeje
seremnya mata kedua 😅bisa lihat hantu 😅 mata ketiga bisa lihat apa Thor 😅
2021-09-30
1
Slamet Diana
Waah diana lebih memilih bersekutu dengan mahluk itu
2021-09-17
2