"Ya sudah, kalau gitu kami antar kakak pulang dulu. Biar lebih tenang juga, dari pada di sini," ajakku di jawab anggukan oleh kak Vero.
Rey mulai menjalankan mobilnya lagi. Setelah ambulan yang membawa kak Diana pergi mendahului, meninggalkan tempat ini.
Perjalanan dimulai sesuai arahan kak Vero, untuk menuju ke kediamamnya. Tapi saat kita melewati jalan dekat toserba lagi, sesuatu yang buruk menimpa di depan mata. Nampak para warga sedang bergerombol di sana.
" Astaghfirullah, kebakaran?" ucapku menunjuk asap bangunan yang terbakar, dan apinya sudah mulai membumbung tinggi menembus awan hitam.
Kak Azzam langsung turun setelah Rey menghentikan mobilnya. Dia hendak mencari tahu ke sekitar warga yang menyaksikannya di sini.
Sementara dalam mobil, kak Vero histeris sendiri. Antara emosi dan kesal karena merasa sudah berusaha tegar untuk kak Diana, yang ternyata menyimpan banyak misteri aneh di hidupnya.
"Toserbanya terbakar? Kenapa? Kenapa ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Huhuhuuu.....," tangis kak Vero, sampai membuatnya pingsan setelah mengalami banyak hal buruk hari ini.
Kak Azzam yang mendengar teriakan kak Vero, langsung kembali masuk ke mobil lagi.
"Sebaiknya kita ke rumah sakit atau klinik. Toserbanya sudah diurus sama petugas pemadam kebakaran juga," usul kak Azzam kembali ke dalam mobil, sambil melihat ke tempat kak Vero tak sadarkan diri, menimpa pundakku sebelah kiri.
"Kebakarannya karena apa?" tanyaku.
"Katanya ada konsleting listrik. Mungkin memang itu jalannya untuk melenyapkan hasil pengabdian manusia kepada setan. Semua sudah berakhir dengan takdir yang sudah digariskan oleh-Nya. Kita tutup saja cerita ini, untuk pelajaran ke depannya nanti."
Tanpa sahutan, Rey langsung tancap gas menuju rumah sakit terdekat.
Sesampainya di tempat tujuan, Kak Azzam kembali turun duluan. Dia meminta perawat yang ada, agar cepat menolong kak Vero yang masih pingsan.
"Tolong cepet, Pak. Kasihan pacarku gak kuat nahan beban segitu," sahutnya membuatku hampir tertawa.
Di saat gugup, ternyata ucapan kak Azzam lebih lucu dari pada keisengnya. Ditambah muka polosnya seperti bayi tak berdosa.
Kak Vero memang wanita yang cukup berisi. Mungkin berat badannya sama dengan gabungan beratku dan Yumna. Jadi mungkin karena itu, kak Azzam nampak mengkhawatirkan keadaanku saat ini.
Tapi sebenarnya aku masih mampu menahannya, meski berat sekali rasanya. Sampai datang dua perawat laki-laki yang sempat kuwalahan memindahkannya, aku baru merasa lega.
"Aish, kamu nggak apa-apa?" tanya kak Azzam mendekatiku, sambil melihat dari ujung rambut sampai kakiku.
"Iya, aku tak apa."
"Sakit nggak pundaknya?" tanya kak Azzam lagi mengusap keningku yang berkeringat, setelah menahan beban berat.
"Lumayan pegel sih. Tapi nggak apa-apa. Ayo kita urus administrasinya dulu ke dalam," ajakku menggapai tangannya, yang masih ada di puncak kepalaku.
"Lhah, mereka malah ninggalin kita?" ucapku melihat Rey menyerahkan kuncinya pada petugas keamanan rumah sakit untuk memarkirkan mobilnya, dengan menyelipkan beberapa lembar uang juga di tangannya.
"Woey, tunggu!" teriak kak Azzam menggandengku untuk mengikuti mereka.
Tak lama kami menunggu kak Vero diperiksa, sampai akhirnya dia siuman juga. Dan bisa segera menghubungi keluarganya.
"Kita ke pujasera sekarang saja, sambil cek keadaan di sana. Lagipula keluarganya sudah tiba," tunjuk Rey pada ranjang kak Vero yang sudah dikerumuni beberapa orang di sana.
"Iya, ayo!"
****
Sesampainya di pujasera, semua terlihat biasa saja. Hanya kak Raisha yang nampak pucat, tak seperti sebelumnya.
"Kakak sehat?" tanyaku saat kami hanya berdua di dapur, untuk menyiapkan pesanan.
"Sehat kok. Kenapa?"
"Enggak apa-apa. Kok kayaknya lebih pucat aja."
"Mungkin kecapekan aja. Lagian kamu sih, jam segini baru datang. Awas lo, nanti bisa dimarahin pak Rendi kalau kamu telat begini," bisik kak Raisha, menyebut nama manajer pujasera.
"Tadi bos Rey sudah bilang kok sama dia, kalau Yumna dan aku temani dia lihat sayuran dari petani, untuk bahan masakan kita di sini," alasanku menirukan ucapan Rey di depan pak Rendi tadi.
"Oh, ya sudah kalau begitu. Sebaiknya kita selesaikan ini, sebelum pak Rendi datang ke sini."
"Kakak kenapa sih? Kok kayaknya hari ini terlalu takut sama pak Rendi? Gak kayak kemarin, yang biasa saja tanpa ada beban yang dipikirkan."
"Sebenarnya aku hampir tak kuat kerja di sini. Tapi aku masih bertahan, demi memenuhi kebutuhan untuk anak dan ibuku di rumah," jelas kak Raisha sambil memasak.
Hari ini kak Raisha mulai nyaman bercerita. Sudah lebih banyak bicara, dan mau mengutarakan isi hatinya. Tak seperti kemarin, saat pertama kali aku berada di tempat ini. Semoga saja dia bisa lebih terbuka lagi, menceritakan sosok yang di sampingnya kemarin malam.
" Kenapa kakak nggak kuat? Kayaknya kakak bisa menikmati pekerjaan di sini? Apa terlalu capek kerjanya?"
"Heehhhh..... Kalau soal pekerjaan, saya sangat bersyukur sekali. Karena bisa bekerja sesuai apa yang saya gemari. Tapi....," katanya terpotong, sambil mengiris sayuran untuk dimasukkan ke dalam kuah masakannya.
"Tapi apa?"
"Sikap pak Rendi, yang sepertinya selalu mencari kesalahan saya di sini. Benar kata Jil, kalau saya sebaiknya mengundurkan diri saja dari sini," tunduknya merasakan pilihan berat di matanya.
"Jil? Siapa dia? Kok kayaknya kemarin pas dikenalin sama bos Rey, tak ada nama Jil di pujasera ini?" tanyaku menghentikan kegiatan memotong bawang, menatap lekat ke arah matanya.
"Jil itu....., laki-laki yang dekat denganku saat ini. Saya janda, punya anak dan ibu yang harus saya cukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Hanya itu yang saya pikirkan saat ini. Meski Jil berjanji, akan mencarikan pekerjaan lain, bahkan mencukupi kebutuhan kami kalau sudah menikah nanti."
" Lalu, sekarang apa yang kakak pikirkan? "
" Entahlah, meski dia sudah memberikan banyak jaminan untukku, tapi hatiku belum sepenuhnya sama dia. Malah semalam aku mimpi tentang suamiku yang sudah tiada," tunduknya mulai meneteskan air mata.
" Mimpi apa? "
" Aku mimpi, suamiku menarik tanganku yang sedang terikat di sebuah pohon besar, dengan ranting menjalar yang panjang."
" Mungkin cuma mimpi. Sebaiknya kakak tenangkan diri, memohon petunjuk pada Illahi. Biar sisa masakannya aku yang selesaikan nanti," kataku tersenyum padanya, mencoba memberikan dukungan untuk masalah yang sedang dihadapi.
Belum berani ku tanyakan lebih jauh tentang Jil, atau sosok yang sempat kami lihat kemarin malam bersama kak Raisha. Yang penting sekarang, biar dia lebih tenang mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
"Aish, kak Raisha kenapa?" tanya Yumna baru masuk ke ruangan dapur, setelah beberapa detik kak Raisha meninggalkan tempat ini.
"Lagi ada masalah pekerjaan. Nanti akan aku ceritakan. Sekarang, bantu aku selesaikan masakan ini. Sebelum adzan petang nanti," jawabku pada sahabatku di negara ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Tita Hamja
duuh maaf yah Thor 🙏🏻😖, tapi aku kurang suka sama aish 🥲
2023-07-03
0
faradilla aulia azzahra
tak kirain vero cowok thor" eh tau nya cwek
2022-06-01
0
kutubuku
q kira Vero cowok eh ternyata cewek 🤭
2022-01-23
0