"Rey, tolong ikutin bus itu. Mereka mau ke rumah orang tua kak Diana," bisikku cepat, setelah masuk dalam mobil.
Tak menunggu lama, Rey juga segera melajukannya. Meski jalan sudah mulai ramai karena lalu lalang kendaraan para pekerja dan pelajar, Rey lincah sekali membelokkan kemudinya, untuk menyalip bus agar tak terlalu jauh saat mengikutinya. Sampailah bus itu berhenti, di pinggir jalan raya yang tak jauh dari keramaian kota.
"Mereka turun, masuk ke dalam jalan kecil itu," tunjuk Rey.
"Ikuti saja, masih cukup kan mobilnya masuk ke sana?" tanggapanku.
Rey masih mengikuti, dari belakang mereka yang berjalan lirih ke depan. Sampai akhirnya mulai nampak orang-orang itu memasuki sebuah rumah besar yang tak terawat, di ujung jalan. Banyak cat yang mengelupas di sana sini, tapi tak pernah diperbaharui.
"Ayo!" ajakku mendahului turun setelah Rey menghentikan mobilnya.
"Kalau diusir?" tanya Yumna.
"Sudahlah, itu kita pikir belakangan saja."
Baru saja kami turun, sebuah teriakan melengking terdengar dari arah rumah yang dituju banyak orang itu.
"Kak Diana?" sahut kami bersama.
"Sebaiknya kita masuk saja," ajakku lagi saat melihat para pekerja toserba yang awalnya berjalan santai, jadi tergopoh-gopoh lari ke dalam rumah.
Kami yang sebenarnya masih ragu, nekat ikut berlari masuk ke rumahnya. Teriakan demi teriakan mulai terdengar. Kemudian lanjut dengan tawa yang mencekam. Sepertinya itu benar suara kak Diana dari dalam.
Sesampainya kami mengendap bersama para tamu lainnya, kami menuju tempat duduk di dekat jenazah ibu kak Diana. Jenazah yang tertutup oleh kain putih, meski petinya masih terbuka.
Kak Diana tak terlihat di sini. Tapi dari suaranya, terdengar sangat kacau sekali. Dan banyak para pelayat yang mengatakan, kalau dia sudah kehilangan kewarasan semenjak tahu kalau ibunya meninggal tadi.
Baru saja badan ku tempelkan di kursi yang disediakan, aku melihat ada seorang keluarganya yang baru datang. Wanita itu hendak membuka kain penutupnya, sebagai penghormatan terakhir kepada ibu kak Diana.
Tpi saat kain putih terbuka, aku melihat hal yang tak wajar di dalamnya.
"Batang pisang?" gumanku sempat terdengar Yumna, setelah aku ikut berdiri mengintip jenazahnya.
"Apa maksudmu?" bisik Yumna dari sebelahku.
"Itu!"
Aku tak mau menceritakannya dulu di tempat ini. Hanya menunjuk, supaya Yumna melihatnya sendiri.
Terlihat saudara kak Diana itu menangis, sambil memeluk batang pisang nya. Yang mungkin dari penglihatannya, itu adalah jenazah ibu kak Diana.
"Hahahaaa..... Dasar iblis, kau ambil juga ibuku meski kau sudah ku layani dengan baik. Nih, ambil juga aku kalau kau mau!" teriak kak Diana terdengar tertawa, setelah tangisannya.
Bau busuk menyeruk dari dalam kamar tempat kak Diana berbicara tak karuan. Sepertinya bau itu tak asing untukku dan Yumna.
" Dia ada di sini. Baunya menyengat sekali, sampai mual dan pusing lagi," bisik Yumna.
" Ya sudah, kita pulang saja. Toh tak ada yang bisa dilakukan lagi di sini. Karena kak Diana sudah kehilangan kewarasan, akibat perjanjiannya sendiri," ajak kak Azzam.
"Iya, ayo. Sebelum tenagamu yang terkuras di sini nanti," ajak Rey juga, sambil menggandeng Yumna keluar dari tempat ini.
Teriakan demi teriakan kak Diana masih terdengar. Mulai dari tangisan, sampai tertawa senang. Dan tak lama ada ambulan datang, dengan tulisan rumah sakit jiwa, yang masuk ke dalam.
Sesampinya kami di mobil, Yumna sudah mulai bisa bernafas lega. Dia baru menceritakan, kalau tadi sempat melihat sosok ibunya.
Sosok itu terus menunduk sedih di pojokan, di dekat pintu masuk ke kamar kak Diana berteriak kencang. Tapi sayang aku tak terlalu memperhatikannya, karena fokus pada batang pisang.
Masih menurut Yumna, ibu kak Diana dirantai tangan dan kakinya, karena sudah dijadikan tumbal oleh perjanjian keluarganya. Jadi dia tak bisa kemana-mana, selain parsah menerima jalan takdir dari kesalahan mereka.
"Kita tak bisa menolongnya?" tanyaku setelah Yumna selesai bercerita.
"Itu sudah perjanjian mereka, sebaiknya kita tak ikut campur lebih jauh, karena semua terjadi sesaui kesepakatan mereka sendiri," sahut Rey.
"Eh, Kak Vero!" teriakku sedikit melongok, memanggil teman kak Diana.
Dengan tergopoh, dia meminta ikut masuk sambil celingukan ke sekitarnya.
"Kakak mau kemana?" tanyaku membukakakn pintu untuknya.
"Saya mau pulang saja. Saya sudah tak mau ikut terlibat lagi dalam masalah keluarga Diana. Ngeri, hiii.....," katanya sedikit gemetar ketakutan.
"Kenapa? Ini, minum dulu saja," tanyaku sambil menyodorkan sebotol minuman kemasan yang belum terbuka.
"Kemarin, setelah pulang dari pujasera, Diana sempat cerita. Kalau ternyata, ayahnya juga bisa sukses karena perjanjian dengan makhluk yang sama."
"Hahh?? Bukannya yang membuat bangkrut ayahnya juga ada campur tangan suami kak Diana?"
"Itu benar. Pak Toni ikut menyembah iblis itu, karena ajakan ayah Diana. Tapi ternyata, setelah mendapatakan kekayaan, dia malah mengincar Diana juga sebagai tumbalnya."
"Tapi aku sempat lihat, kalau Toni sempat melakukan teluh pada keluarga Diana," sahut Yumna.
"Itu juga benar. Karena ayah Diana tahu tentang rencana Toni yang hendak mengambil anaknya, beliau mendatangi ke rumahnya. Melabrak dan hampir membunuh Toni di sana. Tapi sepulang dari sana, malah Toni yang mengirim teluhnya dahulu untuk membunuhnya dari jauh."
" Astaghfirullah. Kak Diana tahu darimana cerita itu? "
" Kemarin dia menemukan buku tulisan ayahnya. Sepertinya ayahnya sengaja menulis itu, untuk memberitahu keluarganya kalau misalkan beliau tak sempat bercerita, agar keluarganya waspada. Tapi Diana baru menemukan tulisannya, setelah semu sudah terlambat, " tunduk kak Vero sedih sekali.
" Lalu kak Diana kenapa sampai bisa seperti itu? "
" Semalam dia masih bisa cerita dengan jelas sama saya. Entahlah, mungkin beban pikiran mulai mengganggunya."
" Sabar ya, Kak. Kita doakan saja, semoga semuanya akan baik-baik saja. Dan kita juga bisa mengambil pelajaran dari kejadian kak Diana. Bahwa kesenangan dengan campur tangan setan, pasti hanya sementara," sahutku mengusap pundaknya yang terangkat menahan sesenggukan tangisnya.
" Tak ku sangka, nasib Diana bisa setragis itu. Aku sudah mencoba menyadarkan dia tadi, tapi tak bisa. Malah dia mengoceh tak karuan, dan katanya ayah dan ibunya dirantai oleh tuannya. Itupun sambil tertawa-tawa, dan sedih dalam waktu yang hampir sama," curhat kak Vero tentang teman baiknya.
"Eh, itu kak Diana mau dibawa ke rumah sakit jiwa? Kenapa tak menunggu sampai pemakaman ibunya? " tanyaku menunjuk kak Diana dengan liar memberontak petugas yang hendak membawanya pergi dari tempat ini.
" Dari tadi dia terus membahayakan dirinya sendiri. Terus saja hendak mengakhiri, dan bilang tak ingin melanjutkan hidup lagi. Tapi masih bisa dicegah, meski keluarga yang mendampingi sempat hampir kuwalahan juga."
" Kakak tak ikut mengantar kak Diana ke rumah sakit?"
"Aku ingin, tapi dari tadi saat aku mendekat, dia selalu menyuruhku pergi. Seperti tak mengenalku sama sekali. Dan kata teman-temanku, mungkin itu alam bawah sadar Diana yang ingin menyelamatkanku, agar aku tak ikut terjerumus lebih dalam pada perjanjian dengan tuannya," tangis kak Vero belum berhenti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Nurul Mulyati
perjanjian dengan iblis
2021-12-02
0
Yusuf M
iya trs masa di luar negeri bahasanya indonesia
ganti inggris kek,arab kek,jepang, korea atau yg lainnya yg lebih ke negara lain gitu
2021-07-18
2
₱μΠ¥@♥|ΠD@H
klo buat perjanjian sama iblis yaaaa gitu deh.... *SENJATA MAKAN TUAN*
2021-06-24
2