“Lo berdua kayak abis pulang bulan madu tahu gak,” kata sambutan yang di dapat dari Rapa membuat Laura mendengus sebal, lalu menyerahkan koper yang diseretnya pada laki-laki menyebalkan yang sayangnya harus ia akui sebagai kakak ipar. Andai boleh memilih, Laura pasti akan memilih kakak ipar yang waras.
“Kenapa gak ngabarin waktu sampai di bandara? Ayah kan bisa jemput,” Pandu memeluk sayang sang putri bungsu, menyambut kepulangannya, yang meski dua hari tetap membuatnya rindu.
“Gak apa-apa, Yah, kasian supir taksi yang cari nafkah pada nganggur,” ucap Laura dengan wajah lelahnya yang begitu ketara.
Pandu mengangguk saja sebagai respons. Sedangkan Lyra menyentil kening anaknya itu dengan gemas. Laura memang begitu baik, jiwa kemanusiaan dan kepeduliannya benar-benar tinggi. Tidak salah sejak dulu gadis itu memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Sebagai orang tua yang meski tidak melahirkannya, Lyra bangga pada Laura.
“Cape Kai?” tanya Lyra menyindir calon mantunya yang terlihat lelah.
“Lumayan Tan,” jawab Kai apa adanya. Membuat wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu terkekeh. Tanpa di jelaskan pun Lyra jelas tahu apa alasan Kai lelah. Siapa lagi kalau bukan si kembar. Lyra yakin calon menantunya itu kewalahan dengan keaktifan kedua cucunya karena ia pun pernah merasakan hal yang sama.
Setelah berbasa-basi sebentar, Pandu mengajak anak dan calon menantunya itu masuk ke dalam rumah, membiarkan mereka beristirahat, sedangkan si kembar sudah lebih dulu di ajak ibunya naik ke kamar, sementara Rapa tidak ikut masuk, laki-laki itu melanjutkan langkah menuju rumah mertuanya untuk memenuhi panggilan pria tua itu.
Entahlah mengapa Leo senang sekali memanggilnya hanya untuk membersihkan kolam renang. Mertua menyebalkannya itu memang paling bisa mengerjainya, mengganggu hari liburnya. Padahal ada tukang kebun yang pastinya bersedia menguras kolam jarang di gunakan itu. Sial saja Leo terlalu menyayangi menantunya. Ya, sayang jika menganggur.
“Papi oh Papi, dimanakah dirimu berada wahai mertuaku?” teriak Rapa dari pintu utama kediaman Leo yang terbuka lebar di tengah suasana sepi.
“Di belakang, Bang. Buruan sini airnya udah mau kosong,” teriakan balasan itu terdengar cukup memekakan telinga, membuat Rapa berdecak kesal dan melangkah semakin masuk menuju belakang rumah mertua kesayangannya.
Namun sebelum menghampiri Leo, Rapa lebih dulu menjelajah isi kulkas, mengambil beberapa buah dan juga makanan yang ada di dalamnya dan ia bawa ke belakang, dimana tempat dirinya akan disiksa sang mertua.
“Bentar Pi, Abang isi energi dulu,” ucap Rapa begitu tiba di kolam renang yang airnya mulai terkuras. Bukannya menghampiri Leo dan mengambil alat tempurnya, Rapa malah justru duduk di kursi santai yang ada di sana, menikmati makanan yang di bawanya dari kulkas.
Leo berkacak pinggang, menatap menantunya itu dengan galak. “Cepat, jangan jadi manusia pemalas!” ujarnya seraya melempar sikat tangan yang harus Rapa gunakan untuk menggosok kolam renang yang cukup panjang dan lebar itu.
Menghela napasnya, Rapa bangkit dengan lesu, menatap nanar kolam renang yang airnya mulai kosong itu, berharap bahwa kolam yang diratapinya saat ini berubah mengecil agar tidak terlalu menguras tenaganya.
“Papi gak ikut turun ikut bersihin juga?” tanya Rapa sekedar basa-basi karena jelas ia tahu bahwa mertua tersayangnya itu tidak akan pernah membantu.
“Gak deh, Papi udah tua, nanti encoknya kambuh.” Benar bukan? Rapa memang tidak bisa mengharapkan mertuanya itu. Untung cinta anaknya, coba kalau enggak, sudah Rapa tenggelemkan Leo sejak dulu.
“Lo sendirian aja, ya, Bang, Papi mau jemput Ela,” kata Leo hendak melangkah pergi saat sudah melihat Rapa turun ke kolam yang akan dibersihkan.
“Jemput ke mana?” tanya Rapa sedikit heran. Dari rumah sebelah, apa harus pakai acara jemput segala? Pikirnya.
“Ya, ke bandara-lah pinter masa iya ke Singapura,” Leo memutar bola matanya.
“Ela udah pulang kali Pi sebelum Abang ke sini,” kali ini Rapa-lah yang memutar bola mata, heran dengan mertuanya yang lambat.
“Masa? Kok Papi gak dengar suaranya?” celingukan, Leo mencari keberadaan anaknya.
“Ya iyalah gak dengar, orang Ela pulangnya ke rumah Bunda,” bibir Rapa mencebik lalu mulai menyikat dinding-dinding kolam renang. Terlalu lama menanggapi Leo, yang ada pekerjaannya tidak selesai-selesai. Apalagi matahari terik seolah memayunginya, membuat Rapa sudah berkeringat meskipun baru memulai siksaannya. Leo benar-benar tahu cara menyiksa Rapa. Menguras kolam renang yang tidak cukup di bilang kecil, di tengah hari pula! Benar-benar mertua yang begitu pengertian dan penyayang.
“Loh kok … aish, bener-bener deh tuh anak,” Leo mengepalkan tangannya, lalu pergi begitu saja meninggalkan Rapa yang diam-diam menghela napas lega. Akhirnya untuk kali ini pekerjaan menguras kolamnya tidak di mandori Leo, karena jika itu terjadi, maka Rapa tidak akan bisa bersantai walau hanya sejenak. Leo akan terus menunjuk bagian mana-mana saja yang harus Rapa gosok hingga lantai kolam tidak lagi licin.
Meninggalkan Rapa dengan siksaannya, Leo melangkah cepat menuju rumah sebelah sambil terus menggerutu tidak jelas yang membuat satpam geleng-geleng kepala. Sudah tidak merasa aneh lagi pada majikannya itu.
Brak!
Pintu yang di buka kasar itu cukup mengejutkan Lyra dan Pandu yang sibuk membuka oleh-oleh Laura dan Kai di ruang tengah. Tidak jauh berbeda dengan Laura yang baru saja hendak memejamkan mata di sofa, dengan berbantalkan paha Kai.
“Lo bisa santai dikit gak sih, Le! Kalau pintu mahal gue rusak gimana? Lo mau ganti rugi?” omel Lyra berdiri dari duduknya saat melihat siapa yang datang dan hampir menghancurkan pintu rumahnya.
“Bodo amat, gak peduli gue! Kalau perlu sekalian aja nih rumah gue ancurin,” kata Leo berapi-api.
“Sembarangan aja lo kalau ngomong!” satu geplakan Lyra daratkan di lengan Leo yang sudah berdiri di depannya. “Lagian lo kenapa sih datang-datang langsung marah-marah, kurang obat?” tanya Lyra dengan keheranannya. Leo memang tidak pernah datang dengan kalem, tapi tetap saja dalam keadaan kesal seperti ini membuat Lyra penasaran.
“Kesel gue,” ucapnya seraya melemparkan delikan ke arah samping dimana sofa yang Laura gunakan untuk rebahan tadi berada.
“Kenapa natap Ela-nya gitu banget?” Laura mengerutkan kening tak mengerti.
“Kamu anak Papi bukan sih, hah? Kenapa coba setiap pulang dari mana-mana selalu datang ke sini lebih dulu dari pada ke rumah Papi sendiri. Kamu gak akuin Papi lagi? Orang tua kamu udah ganti Bunda sama Ayah?”
Laura meringis pelan mendengar kalimat Leo yang di ucapkan dengan nada sedih itu. Bangkit dari duduknya, Laura yang tidak ingin melukai perasaan sang papi yang kesepian langsung memeluk laki-laki paruh baya itu dengan erat.
“Maafin Ela, Pi. Ela gak bermaksud melupakan Papi. Ela gak bermaksud menggantikan Papi dengan Bunda dan Ayah. Ela pulang ke sini karena mengira bahwa Papi juga ada di sini. Biasanya juga kan gitu,” Laura berusaha berbicara dengan lembut, tidak ingin membuat orang tua tunggalnya itu merasa terabaikan dan terlupakan. Laura tidak pernah berniat seperti itu. Ia menyayangi Leo lebih dari apa pun.
“Terus kenapa gak langsung cari Papi di saat tahu Papi gak ada di sini?” tanyanya masih dengan sedikit kesal.
“Ela cape, pengen istirahat dulu,” Laura sedikit melonggarkan pelukannya, mendongak menatap sang papi. “Papi tahu, si kembar aktifnya kayak apa? Dua hari kemarin Ela gak cukup istirahat di sana, Pi. Si kembar benar-benar menguras tenaga.” Keluh Laura dengan nada lesu, yang membuat kekesalan Leo memudar. Pria tua itu mengelus sayang rambut putrinya, mendaratkan kecupan dan membalas pelukan Laura dengan erat.
“Lain kali jangan ajak si kembar, biarin aja Bapaknya yang urus. Kamu cepat-cepat nikah aja, buat anak kamu sendiri.” Laura yang mendengar kalimat itu dengan cepat mendorong tubuh papinya hingga pelukan mereka terlepas.
“Papi kira nikah semudah itu apa!” delik kesal Laura seraya melipat tangan di dada.
“Ya nikah emang mudah kali, La, cukup ijab kobul aja. Lagian Papi yang akan jadi wali kamu,” ucap Leo dengan nada polosnya. “Kamu udah siap kan, Kai?” tanyanya beralih menoleh pada Kaivan yang berdiri di sisi sofa.
“Siap banget Om, sekarang aja Kai bersedia panggil penghulu,” semangatnya menjawab yang sukses mendapat delikan dari Laura. Kai menggaruk belakang lehernya seraya memberikan cengiran pada calon istrinya itu. “Maaf, Yank, tapi aku gak becanda loh,” seriusnya mengacungkan jari tengah dan telunjuknya membentuk huruf V.
“Au ah, kalian nyebelin!” cemberut Laura memalingkan wajah dan melangkah kembali ke sofa menjatuhkan dirinya di sana. tangannya yang terlipat dengan bibir maju beberapa senti ke depan menunjukkan bahwa Laura tengah merajuk. Terlihat sangat menggemaskan bagi seseorang yang biasa menunjukan wajah judes dan bersikap galak di depan Kai, meskipun beberapa hari belakang ini Laura lebih manis.
“Udah berani nempel-nempel, tapi di nikahin gak mau, dasar eolin ai!” cibir Leo.
“Bukan gak mau, tapi belum siap,” balas Laura sengit. “Nanti Ela nikah dan di bawa Kai pindah Papi nangis-nangis gak makan seminggu, ngambek,” cibirnya kemudian, membuat Leo langsung memelototi putri bungsunya yang semakin berani mengejek itu. Terlalu lama di biarkan tinggal di Singapura seorang diri dan bergaul dengan Lyra membuat Laura yang manis dan lembut jadi ikut-ikut menyebalkan.
“Pa—"
“Gak usah ngelak, itu emang kenyataan, kok,” potong Pandu dengan nada santainya yang khas. Kini Leo beralih pada besannya itu.
“Diam lo!” ancamnya tajam, tapi mana mempan untuk Pandu.
“Udah deh gak usah berantem, Le mending lo bantuin gue bongkar nih oleh-oleh buat tetangga. Biarin Ela sama Kai istirahat. Kasian mereka baru pulang. Besok mereka udah harus langsung pada kerja lagi. Jadi orang tua yang pengertian kenapa sih, lo,” lerai Lyra yang sudah cukup pusing dengan drama keluarganya, belum lagi melihat banyaknya oleh-oleh yang di bawa anak dan menantunya, membuat Lyra bingung harus membagikannya pada siapa saja.
“Astaga Priela!” geram Leo saat baru menyadari sebanyak apa oleh-oleh yang di bawa anaknya. “Ka—”
“Gak usah ngomel, Pi, ini semua gak di beli pake uang Papi. Kai yang beliin. Ela udah tahu Papi pelit,” potong Laura dengan cepat, lalu menarik Kai yang masih berdiri untuk kembali duduk. Laura ingin menjadikan paha laki-laki itu sebagai bantalnya. Masa bodo dengan tanggapan orang tuanya. Biarlah mau nikah juga. Pikir Laura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Fa Rel
istri leo meninggal kah
2022-04-08
1
Ayu Arthamobilindo
Ela ma sbnr nya kasian gk dpt ksh syg mami nya ya
2021-05-23
1
diyul oneng
lahdulu pas hamil rapaaa ada bang Leo baru pulang dri luar negeri nempel Mulu ke leoo ktanya pengen pnya anak kyak leooo..nah kan kesampean skrg kelakuannya gk beda jauh sama si leooo😂😂😂
2021-03-11
5