Married With Ex-Boyfriend
Selamat Datang dan Selamat Membaca Karya Baruku. Semoga suka!!! 🥰🥰
***
Hari libur di manfaatkan Laura dengan amat baik untuk istirahat dengan malas-malasan, menonton drama sambil selonjoran kaki di temani camilan dan minuman segar. Benar-benar santai yang sesungguhnya setelah enam hari penuh berkutat dengan pekerjaan yang meskipun mulia dan menyenangkan baginya, tapi tetap saja melelahkan.
Menjadi seorang dokter bukanlah hal yang remeh seperti pandangan orang di luar sana, yang katanya, ‘enak ya jadi dokter cuma raba sana raba sini mendiagnosa pasien sakit ini sakit itu lalu dapat bayaran mahal.’ Di kira menjadi seorang dokter semudah itu! Meskipun, ya, terlihat ringan dan sepele, tapi banyak yang menjadi beban seorang dokter yang hanya dipahami sesama profesi itu.
Tanggung jawab yang besar dan tentunya makian kerap kali harus diterima saat pasien tidak kunjung sembuh atau justru tidak selamat. Dokter harus tetap sabar untuk itu walau hati ingin sekali melawan. Dan semua itu Laura dapatkan selama melakoni profesinya sebagai dokter selama tiga tahun ini, apalagi dirinya adalah seorang dokter anak dimana banyak orang tua rewel melebihi si anak yang sakit. Kerepotan dokter anak benar-benar double, karena si anak pun harus dirinya tenangkan saat akan dilakukan pemeriksaan terlebih jika sudah berurusan dengan jarum suntik.
Percayalah, menjadi dokter tidak semudah yang terlihat, tidak semenyenangkan menerima gaji tiap bulannya. Namun meski begitu Laura menyukai pekerjaannya dan ia bangga dengan profesinya. Tentu saja. Apalagi ketika berhasil membuat pasiennya sembuh, itu merupakan bahagia yang tidak dapat di utarakan, rasa bangga yang tidak dapat di uraikan, dan tentunya hal yang membuat Laura merasa berguna sebagai manusia.
Karena pekerjaannya itulah Laura tidak memiliki banyak waktu untuk sekedar bersantai. Hanya di hari minggu ia bisa melakukannya. Maka dari itu Laura tidak ingin menyia-nyiakan hari minggunya dengan hal-hal yang tidak berfaedah, seperti keliling mall misalnya. Oh no, Laura akan lebih memilih rebahan dari pada harus melakukan itu meskipun ia di bekali puluhan juta sekalipun oleh papinya.
“La, kamu punya pacar gak?”
Pertanyaan yang tiba-tiba diberikan wanita cantik paruh baya di sampingnya membuat Laura menoleh dan menaikan sebelah alisnya heran. Pasalnya wanita cantik yang biasa dipanggilnya bunda itu mengajukan pertanyaan yang tidak biasa. Selama Laura hidup di dunia, tidak pernah sekalipun sang bunda bertanya mengenai pacar padanya. Tapi hari ini …?
“Kenapa memangnya?” tanya Laura yang tidak sama sekali menyembunyikan keheranannya.
“Gak apa-apa,” jawab Lyra – sang bunda – seraya menggeleng kecil.
Laura mengangguk singkat, lalu kembali menatap layar di depannya yang masih menampilkan drama yang sejak tadi dia tonton untuk menemani hari liburnya. Memilih untuk tidak terlalu curiga dengan pertanyaan bundanya. Namun kalimat selanjutnya yang wanita paruh baya itu lontarkan sontak membuat Laura yang tengah meneguk jus jeruk dinginnya tersedak dengan tidak anggun. Untung hanya jus jeruk bukan jus cabe.
“Kalau minum itu hati-hati dong, La,” omel Lyra sambil menepuk-nepuk pelan punggung Laura.
“Ela terkejut, Bun,” ucap Laura jujur.
"Terkejut kenapa?” heran wanita paruh baya itu mengerutkan keningnya menatap sang putri polos.
“Gak usah pura-pura lupa deh,” Laura memutar bola matanya jengah. Sedangkan Lyra tertawa saat di detik selanjutnya menyadari alasan yang membuat anaknya itu tersedak dan sebal seperti sekarang ini.
"Bunda ‘kan cuma tanya aja, La, kamu mau gak Bunda jodohin. Bunda gak akan maksa kalau kamu gak mau,” Lyra mengedikkan bahunya ringan tanda bahwa wanita paruh baya itu memang benar-benar tidak akan memaksa.
“Emang Bunda mau jodohin Ela sama siapa?”
"Anaknya teman Bunda,” jawabnya singkat, lalu kembali memfokuskan pandangan pada layar di depan seraya menikmati kripik jamur yang menjadi menu camilannya hari ini. Sementara Laura mengerutkan kening, berpikir. Berusaha mengingat siapa kiranya anak dari teman sang bunda yang berkemungkinan dijodohkan dengannya.
"Maksud Bunda, Devin?” tebak Laura ragu. Tapi memang hanya nama itu yang muncul di kepalanya, karena setahu Laura cuma Devin-lah anak laki-laki yang teman bundanya miliki.
Lyra malah justru mendelik mendengar tebakan putrinya itu. “Ck, bukan. Bunda mana rela jodohin kamu sama Devin yang kurang waras sama kayak Bapak-nya itu. Lagi pula Devin udah tunangan."
“Terus siapa dong? Aunty Amel perasaan gak punya anak laki-laki, apa lagi seusia Ela,” Laura mengetuk-ngetukkan telunjuknya di dagu, bersikap seolah tengah berusaha mengingat.
“Besok malam kamu akan tahu sendiri,” ujar Lyra. “Gak perlu terlalu dipikirin, lagi pula Bunda gak akan maksa,” lanjutnya.
“Ya udahlah gimana besok aja,” Laura mengedikkan bahunya singkat lalu kembali pada tontonannya yang sudah cukup banyak terlewatkan akibat obrolannya dengan sang bunda.
Sebenarnya Lyra bukanlah orang tua Laura yang sesungguhnya, wanita paruh baya yang di panggilnya bunda itu merupakan sahabat dari orang tuanya yang asli, Luna -sang mami- yang sudah menghadap Tuhan enam belas tahun yang lalu, tepatnya saat Laura berusia sepuluh tahun, usia yang masih terlalu kecil untuk mengerti arti dari sebuah perpisahan yang abadi. Namun Laura tidak begitu, perempuan yang kini berusia dua puluh enam tahun itu nyatanya lebih tegar saat kepergian sang mami bertahun-tahun lalu. Malah justru sang kakak lah yang begitu hancur dan terpukul.
Bukan berarti Laura tidak bersedih, hanya saja dia sadar bahwa semua yang hidup akan mati, semua yang ada akan hilang dan semua yang datang akan pergi. Sama halnya dengan sang mami. Semua akan kembali pada Sang Pencipta. Jadi, tidak ada alasan untuk Laura terus terpuruk dalam kesedihan. Tapi meski begitu tidak lantas membuat Laura melupakan sosok bidadarinya.
Luna akan tetap menjadi mami-nya sampai kapanpun. Sedangkan Lyra tetap menjadi bundanya, orang tua keduanya. Karena selain sahabat dari kedua orang tuanya, Lyra juga merupakan mertua dari kakaknya. Semakin membuat erat hubungan persahabatan di antara keempatnya. Ya empat, Lyra, Pandu, Luna, dan Leo.
Mereka adalah sahabat sejak masa remaja dulu sebelum kemudian Lyra menikah dengan Pandu dan Leo menikahi Luna. Dan dua pasangan itu disatukan lewat perjodohan. Bersyukur karena mereka berakhir dengan bahagia hingga saat ini. Namun bisakah Laura bahagia seperti kedua orang tuanya? Entah. Jodohnya saja Laura belum tahu dan belum tentu juga ia menerima perjodohan itu.
***
Keesokan malamnya, seperti yang sudah bundanya katakan bahwa malam ini sahabatnya akan datang untuk makan malam sekaligus mempertemukan Laura dengan anak dari temannya itu. Sebenarnya Laura malas, tapi ia juga cukup penasaran seperti apa sosok yang akan sang bunda jodohkan dengannya. Baikkah? Tampankah? Kayakah? Idamankah? Atau malah sosok tak ramah menyebalkan yang tidak Laura suka. Tapi bukankah biasanya pilihan orang tua itu pasti baik? Lalu apa yang harus Laura takutkan? Toh sang bunda juga tidak memaksanya untuk menerima.
Namun tetap saja Laura berdebar saat ini. Ia gugup dan juga takut. Lama tidak menjalin hubungan dengan yang namanya laki-laki membuat Laura was-was dan cemas berlebihan. Padahal yang akan di temuinya bukan anak Presiden. Ck, tapi siapa tahu bukan sang bunda berteman dengan orang penting di negeri ini? Laura mengedikkan bahunya singkat sebelum kemudian bangkit dari depan meja riasnya saat suara Lyra sudah terdengar memanggilnya untuk turun karena tamunya sudah datang.
Menarik dan membuang napasnya terlebih dulu, Laura kemudian melangkahkan kaki menuruni undakan tangga dengan anggun layaknya princess di negeri dongeng. Namun ini dilakukannya bukan untuk menarik perhatian calon laki-laki yang akan dijodohkan dengannya, melainkan untuk berusaha tetap terlihat tenang. Menyembunyikan kegugupannya agar keluarganya tidak mengira dirinya tertarik pada perjodohan ini. Ya, meskipun sebenarnya ia juga tidak terlalu tertarik.
Tapi mau bagaimana lagi, Laura juga bosan dengan status kesendiriannya. Dan saat sang bunda menawarkan perjodohan ini, ia berpikir bahwa mungkin inilah saatnya keluar dari zona menyedihkannya selama sepuluh tahun belakangan. Ini saatnya kembali bangkit dan melupakan masa kelam cinta masa remaja. Tidak salah menerima kembali kehadiran laki-laki untuk menemani hari-hari kelabunya. Toh tidak semua laki-laki sama seperti mantannya. Semoga.
"Selamat malam Om, Tante,” sapa Laura ramah saat tiba di ruang tamu yang sudah diisi oleh orang tuanya juga dari calon jodohnya.
“Ini calon mantu gue, Ra? Makin cantik aja,” puji pria paruh baya yang masih terlihat bugar dan tampan yang duduk di sofa tanggung bersama wanita yang tak kalah cantiknya dengan sang bunda. Laura hanya tersenyum kecil, tidak tahu harus seperti apa menanggapinya karena jujur saja Laura bukanlah sosok yang narsis seperti kakak-kakaknya.
"Gak usah kegeeran dulu, anak gue belum tentu mau jadi mantu lo,” Lyra mendelik, membuat pria itu tertawa dari pada tersinggung. Tidak aneh lagi memang, sejauh ini Laura memang tahu bahwa teman-teman orang tuanya tidak ada yang normal. Pandu, sang ayah yang semula normal saja sedikit demi sedikit ikut-ikutan kurang waras karena terlalu lama hidup bersama Lyra.
“Anak gue ganteng, Ra, percis Bapaknya, mana mungkin Laura nolak. Iya gak, La?” sebuah kedipan menggoda pria paruh baya itu layangkan, membuat Laura menggaruk tengkuknya serba salah. Bingung harus merespons seperti apa, ia tidak pandai membalas gurauan orang asing.
“Oh iya, maaf anak Om belum sampai, dia tadi berangkat langsung dari restorannya,” sesal pria paruh baya yang mengaku ayah dari laki-laki yang hendak di jodohkan.
Laura hanya mengangguk singkat seraya tersenyum, sebelum kemudian bergabung duduk dengan bundanya yang diampit dua pria, sudah percis seperti Nyonya dengan dua suami. Tapi tentu saja itu tidak akan pernah terjadi sebab Pandu begitu posesif pada istrinya. Sementara laki-laki satunya yang kini duduk di samping kanan Laura memang memilih sendiri setelah sang istri meninggal dunia. Dia adalah Leo – papi Laura.
Para orang tua berbincang seru sambil menunggu kedatangan pemeran utama dalam acara makan malam ini. Sedangkan Laura memilih menyibukkan diri dengan ponselnya untuk mengalihkan rasa gugupnya, hingga tak lama kemudian suara deru mobil berhenti di depan disusul dengan bunyi klakson yang cukup nyaring menghentikan obrolan para orang tua.
“Itu pasti Kai,” kata wanita paruh baya yang Laura tahu bernama Indah dari perkenalan singkatnya beberapa menit lalu.
Jantung Laura berdetak cepat mengiringi langkah yang terdengar semakin dekat dan …
Deg.
“Selamat malam Om, Tante, maaf saya terlambat,” laki-laki tampan dalam balutan kemeja maroon yang lengannya di lipat sampai siku itu meringis tak enak hati. Lalu mengedarkan pandangan ke arah lain hingga netranya bertemu pandang dengan sosok cantik yang terlihat menegang di tempatnya. Sama hal dengannya yang juga terkejut mendapati perempuan itu duduk di sana.
"Gak apa-apa Kai. Ayo sini masuk, gak baik bengong di ambang pintu,” suara ramah Lyra lah yang menyadarkan Laura juga laki-laki bernama Kai itu dari aksi saling tatapnya.
“Iya Tante.” Kai kemudian melangkah masuk dan mengambil duduk di sofa yang tersisa. Sebuah sofa single berwarna darkbrown yang empuk dan nyaman. Sesekali Kai mencuri lihat ke arah gadis yang duduk di kursi panjang bersama orang tuanya. Sedangkan Laura berusaha terlihat santai meskipun Kai dapat melihat ketidaknyamanan dari cara duduknya. Diam-diam Kai mengelum senyumnya.
“Kamu kenal Kai ‘kan La?” Pandu bertanya membuat Laura menoleh dan mengerutkan kening dalam lalu menggelengkan kepala. Itu sontak saja membuat Kai mengaga tak percaya, sebelum kemudian mendesah kecewa. Sedangkan Lyra berdecak pelan melirik putrinya itu.
“Kalian pernah satu sekolah waktu SMA, loh,” Lyra mengingatkan.
“Meskipun satu sekolah bukan berarti saling kenal ‘kan?” jawab Laura ringan. Lalu kembali memalingkan wajah ke mana saja asal tidak bersitatap dengan laki-laki yang baru datang itu.
"Tapi waktu itu kalian pernah ketemu, saat perpisahan itu loh, La” Lyra berusaha mengingatkan.
"Maaf bunda, Ela gak ingat.” Lebih tepatnya pura-pura gak ingat. Lanjut Laura membatin.
“Dasar anak muda zaman now, masih muda udah pikun!” cibir Leo yang sedetik kemudian mendapat cubitan panas di pinggangnya. Jangan tanya siapa pelakunya, karena itu sudah jelas sosok cantik di sampingnya yang kini menampilkan wajah cemberut.
“Gak ada waktu untuk aku mengingat hal-hal yang tidak penting,” ujar Laura seraya melayangkan delikan pada laki-laki yang duduk sendiri di sofa single. Raut wajahnya terlihat kecewa, tapi Laura sama sekali tidak peduli.
"Nice, Tante setuju sama kamu,” dukung Indah dengan acungan ibu jarinya. Wanita paruh baya itu tidak tersinggung sama sekali dengan kalimat Laura yang terkesan tidak sopan.
"Kamu kurang popular berarti, Kai,” kata Leo sedikit mencibir.
“Sepertinya iya, Om,” timpal Kai, kemudian gelak tawa terdengar akrab, kecuali Laura yang tetap memasang wajah datarnya.
Acara malam ini tidak seserius perjodohan-perjodohan lainnya karena yang ada malah seperti ajang reuni. Ya, setidaknya untuk para orang tua. Sementara Laura sudah merasa tidak nyaman karena Kai berkali-kali meliriknya. Inginnya Laura permisi dari ruang tamu itu, tapi ia yakin orang tuanya tidak akan mengizinkan.
"Apa tidak sebaiknya kalian kenalan lagi? Biar lebih enak gitu kedepannya,” usul Indah, menatap Laura dan Kai bergantian. Laura hendak menolak, tapi Kai sudah lebih dulu mengulurkan tangannya.
“Kaivan Putra Wirasman,” ucapnya dengan seulas senyum di bibir. Dengan terpaksa Laura menerima uluran itu.
"Laura Priela Arsyatami,” balasnya malas. Setelahnya Laura menarik tangannya cepat, enggan berlama-lama berjabat tangan dengan laki-laki yang sejak tadi mengumbar senyum seolah mencari perhatian Laura.
"Udah ingat, La?” tanya Angga – Papa Kaivan penuh harap.
“Ela gak berusaha mengingat, Om. Maaf,” jawab Laura meringis kecil, tapi tidak sama sekali ia merasa bersalah.
"Ck, sial!” decak Kai amat pelan. Namun tatapan tajamnya tertuju tepat ke arah Laura, yang tak lain adalah mantan pacarnya ketika SMA dulu. Kai yakin bahwa perempuan itu hanya pura-pura tidak mengingatnya. “Awas kamu, La!” batinnya bergumam.
Btw gimana tanggapan kalian dengan mengenai cerita baruku ini? Jangan lupa ungkapkan di kolom komentar 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Cimol bojot kavling keuangan
keren keren...
2021-09-19
1
Nyoman Sumartini
seru thorrr.....
2021-07-14
1
Renny Utami
baca ini terus namanya jadi inget cerita menikah muda, pandu-lyra luna- Leo, jadi kangen mereka🤗🤗
2021-06-26
2