Laura tersenyum lega saat mendapati demam Kai sudah turun, dan wajah pria itu pun sudah tidak sepucat kemarin. Tanpa membangunkannya Laura turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi, setelah itu Laura menuju dapur untuk membuat sarapan. Papinya akan datang sebentar lagi, mengantarkan pakaian yang dirinya minta kemarin. Dan benar saja, tidak sampai tiga puluh menit Laura berada di dapur bel apartemen Kai sudah berbunyi dan Leo berdiri tampan di depan pintu dengan gayanya yang sok cool.
“Bikin sarapan gak, Dek?” suara pertama yang Leo lontarkan membuat Laura mendengus sebal. Bukannya menanyai keadaannya atau keadaan Kai, papinya itu malah bertanya soal sarapan. Benar-benar ayah menyebalkan!
“Lagi dibuat sarapannya, yuk masuk,” ajak Laura mempersilahkan sang papi yang tanpa sungkan melangkah masuk ke dalam apartemen Kai, menatap sekeliling dan berusaha menilai interiornya.
“Ini bukan kamu yang beres-beres ‘kan, Dek?” tanya Leo sedikit curiga melihat bagaimana rapinya apartemen Kai. Leo takut anaknya disini di jadikan pembantu oleh pria yang belum menjadi menantunya itu.
“Boro-boro buat beres-beres di tinggal ke kamar mandi aja Kai udah uring-uringan. Yang ada tangan aku pegel nih dia peluk mulu!” Laura mendengus seraya memperlihatkan tangan putihnya yang terdapat jejak garis-garis kemerahan bekas rambut Kai.
“Ck, manja emang tuh bocah,” decak Leo lalu memilih mendudukkan diri di kursi meja makan sambil menunggu sarapan siap, sedangkan Laura melanjutkan acara memasaknya.
Pagi ini sup ayam, tahu goreng, dan tumis sosis yang menjadi menu sarapannya di kediaman Kai. Laura sudah seperti seorang istri saja jika seperti ini.
“Semalam kamu gak di apa-apain 'kan sama dia?” Leo kembali membuka suaranya setelah mengambil dengan lancang buah di dalam kulkas milik Kai.
“Di apa-apain gimana maksud Papi?” kening Laura mengerut tak paham menoleh ke arah sang papi yang sudah kembali duduk di kursinya dengan buah anggur di tangan.
“Masa gak ngerti, sih, biasanya orang dewasa berada dalam satu ruangan yang sama berdua-duaan ngelakuin apa?” Laura mengedikkan bahunya, tanda bahwa dirinya tidak tahu. Entah itu benar atau hanya pura-pura. “Ck, payah gitu aja gak paham!” cibir Leo kemudian, lalu melanjutkan menyuapkan anggur yang baru diambilnya.
“Ya memangnya ngapain?” polos Laura.
“Udahlah gak usah di lanjutin, Papi udah lapar banget nih. Udah selesai belum masaknya?” ucapnya mengalihkan. Leo yakin tidak ada yang terjadi semalam.
Sebagai orang tua tentu saja Leo cemas membiarkan anaknya berduaan bersama seorang laki-laki dewasa. Bukan tidak mungkin jika sesuatu yang iya-iya terjadi. Meskipun keduanya memiliki hubungan, tetap saja keduanya belum legal. Bisa di benci istrinya ia jika membiarkan Laura di buat hamil lebih dulu.
“Udah Pi, sebentar.” Kata Laura yang sedang memindahkan masakan terakhirnya ke dalam piring. Setelahnya Laura menata semua yang dimasaknya di meja makan, dan jangan di tanya bagaimana ekspresi Leo saat ini, kedua matanya berbinar dan pria itu dengan tidak sabarnya memberikan piring di depannya kepada sang putri, meminta Laura untuk mengambilkan nasi.
“Papi gak mau nunggu Kai?” tanya Laura saat menerima piring dari Leo.
“Gak usahlah, dia juga belum bangun ‘kan? Papi keburu lapar, dan lagi pagi ini ada meeting di kantor. Papi harus cepat,” Laura mengangguk saja sebagai respons, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan sang papi, menemani pria tercintanya itu sarapan. Sedangkan dirinya akan makan nanti setelah mandi dan bersiap berangkat ke rumah sakit. Tadinya Laura akan meminta cuti tapi karena keadaan Kai sudah lebih baik sekarang jadi, tidak ada alasan untuk Laura meninggalkan pekerjaannya.
Melihat bagaimana lahapnya Leo makan sambil memuji-muji masakannya, Laura diam-diam menyunggingkan senyum. Ia jadi ingat masa kecilnya, masa dimana masih ada sang mami diantara mereka. Leo yang memang begitu doyan makan akan selalu lahap menyantap, terlebih jika itu masakan istrinya. Dan seperti sekarang ini, berbagai macam pujian dilontarkannya, membuat sang mami saat itu tidak hentinya tersenyum. Andai mami masih ada. Batin Laura.
***
Setelah Leo pergi, Laura masuk ke dalam kamar Kai dan melihat bahwa laki-laki itu masih tertidur dengan nyenyaknya, membuat Laura akhirnya memutuskan untuk mandi lebih dulu sebelum membangunkan pria itu. Dengan membawa handuk dan paper bag berisi pakaiannya yang di bawakan Leo, Laura masuk ke kamar mandi dan tidak lupa untuk mengunci pintu agar tidak ada kejadian memalukan seperti di novel-novel, seperti Kai tiba-tiba membuka pintu misalnya. No, itu terlalu memalukan. Laura dengan cepat menggelengkan kepalanya, lalu membasuh tubuhnya dengan air hangat di shower.
Hanya menghabiskan waktu kurang dari tiga puluh menit untuk Laura mandi, setelahnya dia keluar dengan pakaian lengkap dan melihat bahwa Kai sudah duduk di tepian ranjang dengan kepala menunduk, mungkin rasa pusing itu masih ada. Wajar untuk ukuran seseorang yang baru sembuh. Laura berjalan mendekat lalu mengarahkan telapak tangannya pada kening sang kekasih yang sudah tidak lagi panas.
“Mandi gih, gue udah siapin air hangatnya. Berendam sebentar aja biar badan lo rileks,” ucap Laura dengan nada lembut. Entah kenapa sejak kemarin Laura merasa keketusannya menghilang. Mungkin karena Kai yang sedang sakit, atau juga karena Laura sudah mulai luluh. Entahlah.
“Kamu mau kerja?” tanya Kai mendongakkan kepalanya agar bisa menatap wajah cantik Laura yang segar. Perempuan itu hanya mengangguk sebagai jawaban, lalu melangkah menuju sofa di mana tasnya berada untuk mengambil make up yang selalu dirinya bawa untuk jaga-jaga jika ada acara mendadak atau hal semacam ini. Laura tidak mungkin tampil dengan wajah polos dan kucel. Setidaknya ada bedak, lipstick dan parfum di dalam tasnya.
“Gak bisa libur?” Laura yang mulai menyapukan bedak di wajahnya menoleh ke arah Kai yang masih terduduk di tempat semula. Keningnya terkerut seakan tengah mengatakan ‘memangnya kenapa’. “Aku masih kangen,” jawab Kai yang seolah mengerti.
“Pasien gue banyak Kai di rumah sakit, gue gak bisa gitu aja meninggalkan tanggung jawab gue pada mereka. Lagi pula lo juga sudah lebih baik ‘kan?” Kai mengangguk pelan.
“Maaf, bukan gak mau nemenin lo, tapi pekerjaan gue gak bisa di tinggal. Sepulang kerja nanti gue ke sini deh,” janji Laura yang tidak tega melihat wajah lesu sang kekasih. Di saat sakit Kai memang lebih sensitif, manja dan juga kekanakan. Beruntung Laura sudah terbiasa menghadapi anak-anak yang sakit, jadi tahu bagaimana cara membujuk Kai.
“Gak akan bohong?” tanya Kai memastikan. Laur menggeleng dengan senyum kecil yang terukir, meyakinkan laki-laki dewasa itu. Setelahnya wajah ceria Kai terbit, dan pria itu langsung bangkit dari duduknya menghampiri Laura yang duduk di sofa. Satu kecupan singkat Kai curi di pipi kiri Laura lalu setelahnya masuk ke dalam kamar mandi dengan langkah percis seperti anak kecil yang gembira karena dijanjikan mainan baru oleh orang tuanya.
Laura hanya menggeleng dengan seulas senyum dikelum. Semakin hari Kai semakin manis. Sikap arogan dan kasarnya yang dulu telah sepenuhnya tiada. Laura penasaran bagaimana sepak terjang Kai hingga berubah seperti ini. Namun yang pasti ada campur tangan Indah di dalamnya, ibu tiri laki-laki itu terlihat begitu tulus menyayangi Kai, jadi sepertinya tebakan Laura tidak salah. Sikap Kai yang dulu hanyalah bentuk pelampiasan atas perhatian yang tidak didapatkannya. Sekarang Laura bersyukur Kai bisa hidup lebih baik.
“Nih minum obatnya dulu,” Laura memberikan butir obat berwarna putih yang sama dengan yang semalam dirinya berikan kepada Kai begitu mereka menyelesaikan sarapan. Beruntung tidak hanya obat untuk anak-anak saja yang Laura siapkan dalam tas dokternya.
“Obatnya gak bisa di ganti, ya, Yank?” tanya Kai yang terlihat enggan menatap obat di depannya.
“Di ganti gimana?” alis Laura terangkat satu.
“Ganti sama cium, ini pait, Yank,” rengeknya menjijikan.
“Dicium tawon apa sandal jepit?” tanya Laura seraya mengacungkan sandal yang dikenakannya. Tatapan tajamnya tertuju pada Kai.
“Di cium kamu lah, Yank, masa iya sandal jepit,” ucap Kai menggoda kekasihnya itu, seolah tidak paham dengan tatapan mengancam Laura.
“Gue suntik mati baru tau rasa, lo!” ujar Laura mendelik kesal. sedangkan Kai terkekeh puas karena berhasil membuat Laura kesal. Jujur saja, wajah kesal yang bercampur dengan malu dan salah tingkah Laura terlihat menggemaskan di mata Kai. Perempuan itu terlihat semakin cantik dengan rona merah di pipinya.
“Beneran gak bisa di ganti nih, Yank?” kembali Kai menggoda Laura, menatap obat dan perempuan itu secara bergantian.
“Kai!!” panggil Laura penuh peringatan.
“Apa sayang?” senyum manis yang memesona itu terbit di bibir Kai, menambah kekesalan Laura yang wajahnya sudah semakin memerah.
“Kayaknya lo benar-benar udah sembuh,” kata Laura menghela napasnya pelan, menyandarkan punggung di sandaran kursi makan lalu melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Kai dengan serius. “Jadi gak perlu deh gue datang lagi sore nanti,” tambahnya seraya mengangguk-angguk kecil.
Namun kalimatnya itu malah membuat Kai panik dan dengan segera menelan obat yang diberikan Laura sebelum perempuan itu benar-benar mengurungkan niatnya untuk kembali datang sore nanti. Kai masih merindukan kekasihnya itu, dan inginnya sekarang pun ia menghabiskan waktu berdua, hanya saja Kai tidak bisa egois, banyak nyawa dan kesembuhan yang menggantung di pundak Laura.
“Obatnya udah aku minum, awas aja kalau pulang kerja nanti gak ke sini!” ancam Kai membuat Laura memutar bola matanya malas.
“Memangnya apa yang akan lo lakuin?” tantang Laura.
“Aku seret kamu ke KUA sekarang juga!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Modish Line
sadis bgt Laura 😁😁😁😁
2023-05-29
1
sailor moon🍌
ngakak bgt🤣
2021-09-07
0
ekha
bang kai..aku rindu😂😂
2021-03-07
2