“Pagi banget lo datang, ngapain? Ini minggu, gue gak ke rumah sakit.” Judes Laura saat menemukan kehadiran Kaivan di rumah, duduk di sofa ruang tamu yang entah dipersilahkan oleh siapa karena seingatnya saat akan mandi tadi papinya sudah pergi ke rumah sebelah untuk sarapan.
“Semalam aja manis banget, sekarang judesnya udah kumat lagi aja,” cibir Kai. Meskipun sudah bisa memperkirakannya tetap saja Kai sedikit kecewa, karena sebelumnya ia sudah berharap kekasihnya itu tetap manis seperti semalam. Tapi … ya sudahlah, lambat laun juga Kai yakin Laura akan luluh.
“Bod*!” Laura melenggang pergi melewati Kai begitu saja, keluar dari rumahnya. Ia berniat akan ke rumah sebelah menyusul sang papi untuk sarapan.
“Mau ke mana, Yank, hey?”
“Minta makan,” jawab Laura sedikit berteriak, karena jaraknya dengan Kaivan sudah lumayan jauh. Dan Laura tidak berniat menghentikan langkahnya.
“Aku masakin aja gimana?” kata Kai begitu berhasil menyamakan langkah kakinya.
“Kalau mau niat masakin nanti siang aja, sekarang gue udah keburu lapar. Nunggu lo masak bisa-bisa gue keburu mati,” ujarnya seraya mendelik.
“Sejak kapan kamu jadi maniak makan gini, perasaan dulu makannya jarang-jarang?” Kai kembali mengingat masa-masa pacarannya saat remaja dulu. Laura bukan tipe perempuan yang banyak makan dan mudah lapar, tapi sepertinya sekarang sudah berubah.
“Itu dulu, sekarang beda lagi. Pacar aja gue pengennya beda, sial aja gue malah balik lagi sama lo,” Laura mendengus kesal saat kembali mengingat bagaimana semalam dirinya menyetujui kembali pada laki-laki yang menjadi mantannya itu. Sial, apa benar-benar tidak ada laki-laki yang mau sama gue selain Kai? Batin Laura kesal.
“Itu namanya takdir, sayang,” kekeh Kai geli melihat wajah kesal kekasihnya. Laura terlihat semakin menggemaskan, dan rasanya Kai gatal ingin mencium bibir cemberut perempuan cantik itu. Sayangnya Kai tidak berani karena kini berada di sarang singa. Bisa-bisa Kai habis oleh Leo dan bodyguard Laura yang lainnya jika nekad mencium.
“Gue mau minta Tuhan rubah takdir gue nanti, seenggaknya gue minta jodoh yang lain,” ucap Laura tanpa berpikir, dan Kai yang mendengar itu langsung berdiri di depan, menghentikan langkah Laura.
“Jangan coba-coba minta jodoh lain, ya, Yank. Sejak dulu Tuhan sudah menakdirkan aku sebagai jodoh kamu. Gak bisa di ganggu gugat!” bantah Kai tidak terima dengan kalimat Laura sebelumnya. Enak saja kekasihnya itu mau minta jodoh lain, di pikir martabak apa yang bisa minta rasa keju atau coklat.
Laura hanya mencebikkan bibirnya lalu mendorong tubuh Kai menjauh karena ia akan masuk ke rumah sang bunda, perutnya sudah benar-benar lapar saat ini, dan menanggapi Kai sama saja dengan membunuh cacing-cacing di perutnya sendiri.
“Halo Aunty, mau jam berapa kita pergi?” tanya Nathael membuat Laura yang baru saja masuk ke ruang makan mengerutkan keningnya.
“Pergi ke mana?” heran Laura yang seingatnya hari ini ia tidak mempunyai jadwal apalagi janji kemanapun dengan siapa pun itu, termasuk ponakannya. Bahkan dengan kedatangan Kai saja Laura akan menolak jika seandainya laki-laki itu mengajaknya pergi keluar. Laura hanya ingin menikmati hari minggunya seperti biasa, bersantai sambil menonton drama korea dan menikmati camilan yang sudah dirinya persiapkan.
“Papa bilang, Aunty sama Uncle Kai mau ngajakin El sama Bang Nath jalan-jalan ke time zone hari ini, gimana, sih, kalian PHP, ya,” cemberut Nathael dengan kedua tangan di lipat di depan dada. Laura langsung menoleh ke arah kakak iparnya itu, kemudian mendengus kesal saat melihat Rapa pura-pura tidak mendengar.
“Lo yang janjiin itu sama Bang Rapa?” Kai langsung menggelengkan kepalanya cepat sebelum menerima semburan amarah dari kekasihnya itu. Lagi pula ia memang tidak mengucapkan apalagi menjanjikan sesuatu. Tahu nomor Rapa saja tidak. Dan lagi, jika ingin mengajak Laura pergi Kai memilih pergi berdua dari pada harus membawa dua bocah itu. Yang ada nanti Kai tidak bisa berbuat iya-iya pada Laura.
“Hari ini Aunty mau di rumah aja, time zone-nya juga tutup. Jadi lain kali aja Aunty ajak kalian ke sana.”
“Bohong itu dosa loh, Nty, Nanti Tuhan marah. Memangnya Aunty mau masuk neraka?”
Laura mendengus kesal mendengar penuturan bocah sepuluh tahun itu. Tatapan tajamnya ia layangkan pada Rapa yang anteng dengan makanannya. Berbagai gerutuan, makian dan sumpah serapah sudah banjir di dalam hati Laura yang ditujukan pada kakak iparnya, namun dasarnya Rapa, pria tiga anak itu tidak sama sekali merasa bersalah. Malah cengiran polos menyebalkan yang di tampilkannya, membuat Laura harus banyak-banyak mengucap sabar untuk dirinya sendiri.
“Oke kita pergi,” putus Laura pada akhirnya, tentu saja dengan amat sangat terpaksa. “Jam sebelas,” lanjutnya tegas, tidak ingin ada protesan dari keponakan kembarnya itu.
“Kenapa gak sekarang aja, sih, Nty?” anak Rapa memang tidak mengerti dengan tatapan dilarang protes milik Laura, tetap saja bocah itu mengeluarkan protesannya, tidak puas dengan keputusan Laura yang memilih berangkat siang. Itu masih lama, sedangkan Nathan juga Nathael sudah tidak sabar ingin segera bermain.
“Jam segini Mall masih tutup, El!” gemas Laura ingin sekali menimpuk keponakan satunya itu. Andai tidak ada orang tuanya, Laura pastikan satu jitakan mendarat di kening Nathael. Jangan tanya kenapa ia melakukan itu, karena Nathael memang benar-benar mengesalkan, percis seperti ayahnya, Rapa.
“Memangnya Mall buka jam berapa?” tanya bocah itu lagi seakan belum puas. Laura yang hendak menyuapkan nasi gorengnya urung dan hendak menjawab, tapi sebelum itu terjadi Kai sudah lebih dulu mengambil alih. Kai bisa melihat bagaimana kesalnya gadis itu, jadi ia berusaha untuk meredam. Bisa bad mood seharian perempuan itu jika tidak segera di tangani. Bukan apa-apa masalahnya pasti Kai yang kena batunya.
“Terus kenapa kita perginya harus jam sebe—”
“Mau pergi apa enggak!” ujar Laura menghentikan kalimat Nathael. Meskipun kesal karena hari minggunya kacau, Laura masih tetap menjaga suaranya agar tidak memarahi sang ponakan. Ia juga tidak ingin kena marah para orang tua yang sejak tadi menyaksikan.
“Oke jam sebelas,” Nathael pasrah. “Yang penting tetap pergi, karena Papa bilang mau bikin dedek bayi, dan El sama Bang Nath harus main sama Aunty biar dedek bayinya cepat jadi,” lanjutnya dengan wajah polos, membuat semua orang yang ada di meja makan itu tersedak, terlebih Rapa yang sudah melayangkan tatapan protesnya pada sang putra, dan Queen dengan tatapan tajamnya siap membunuh suaminya itu.
“Emang benar-benar lo, ya, Bang!” murka Laura menatap kakak iparnya itu penuh permusuhan.
***
“Hari minggu itu jatahnya gue istirahat, males-malesan di rumah bukan malah jadi babysitter gini. Cukup di rumah sakit aja gue berhadapan sama bocah, di rumah gak usah.”
Keluhan yang lebih pantas di sebut gerutuan itu sudah berlangsung sejak setengah jam yang lalu, setelah lelah mengikuti ponakannya berkeliling mencoba berbagai permainan yang di tawarkan di Mall, dan sekarang mereka sudah berada di time zone, tujuan sesungguhnya kedua bocah laki-laki berusia sepuluh tahun itu.
Yang membuat Laura menggerutu adalah keaktifan Nathan dan Nathael. Si kembar itu benar-benar seperti lupa daratan, bagai burung yang baru saja lepas dari sangkarnya, bebas terbang kemanapun dirinya mau. Membuat Laura kelelahan karena harus mengikuti setiap langkah ponakannya. Jika sedikit saja lengah dapat di pastikan bocah menyebalkan itu akan hilang. Itu akan semakin membuat Laura lelah karena harus mencari, belum lagi di omeli orang tua si bocah.
Cukup, Laura tidak ingin lagi mengacaukan hari minggu yang seharusnya tenang malah berakhir dengan jangar.
“Sabar Yank, anggap aja ini latihan sebelum kita punya anak nanti,” Kai membawa kepala Laura ke pundaknya, menyandarkannya di sana sambil ia beri usapan lembut untuk menenangkan kekasihnya itu.
“Gak akan gue biarin anak-anak gue semenyebalkan mereka,” dengus Laura menatap kedua ponakannya yang asyik dengan permainan balapan motornya. Kai tidak lagi menanggapi, memilih untuk terus memberi usapan lembut di kepala Laura agar perempuan itu rileks.
“Mau es krim gak?” tawar Kai ketika melihat anak kecil yang di tuntun ibunya masuk ke time zone sambil menjilati es krim di tangan. Itu memberi Kai ide untuk memperbaiki mood kekasihnya.
“Strawberry, ya,” ucapnya sambil menarik kepala dari bahu Kai
“Ponakan kamu?”
“Udah mereka gak usah di beliin, gak akan benar makannya kalau sambil main, nanti aja,” jawab Laura yang diangguki mengerti oleh Kai. Laki-laki itu lalu pergi setelah mengusak lembut kepala Laura, berlari menuju penjual es krim yang ada di lantai bawah. Cukup jauh memang, tapi tak apa, sejauh apa pun itu akan Kai arungi demi Laura. Ck, bucin maksimal.
“Kai?” panggilan itu menghentikan langkah Kai, ia menoleh dan mendapati Prisil di sana, berjalan dengan senyum yang terukir ke arahnya. Kai berdecak malas. Sejak hari dimana semua kebenaran terungkap dan Kai terlanjur di tinggalkan Laura, sejak saat itulah Kai malas bertemu dengan wanita rubah itu.
Inginnya Kai tenggelamkan saja Prisil ke dalam sumur, tapi ia urungkan karena tidak ingin menghabiskan masa hidupnya di jeruji besi.
“Gak bisa ya, kita pura-pura gak kenal aja? Gue males liat muka lo,” ujar Kai tanpa hati, membuat senyum Prisil seketika sirna, namun Kai mana peduli. “Ini terakhir kalinya lo manggil gue, Sil. Besok-besok kalau gak sengaja liat mending lo urungin deh untuk manggil gue sebelum lo malu.”
Setelah mengucapkan itu Kai pergi dari hadapan Prisil, melanjutkan langkahnya untuk membeli es krim yang Laura inginkan. Untung saja antriannya tidak terlalu panjang jadi Kai bisa segera kembali. Lama-lama meninggalkan Laura tidak baik untuk kesehatannya, buktinya saat ini saja jantungnya hampir copot melihat seorang pria sudah duduk di samping Laura, berusaha mengajak ngobrol.
“Yank, es krimnya,” Kai berdiri di depan Laura, menyerahkan es krim di tangannya.
“Makasi,” ucapnya dengan manis, membuat Kai melongo tidak percaya. Ia bahkan sampai mencubit lengannya sendiri untuk memastikan bahwa barusan bukan hanya sekedar mimpi.
“Oh iya, Mas-nya tadi nanya cowok saya ‘kan? Ini suami saya, kenalin namanya Kaivan Putra Wirasman. Maaf ya, Mas Anda salah ajak perempuan kenalan. Saya sudah available,” ucap Laura panjang lebar sambil tersenyum ke arah laki-laki yang masih duduk di sampingnya, sukses membuat orang itu malu dan pergi begitu saja.
“Duh makin cinta deh aku sama kamu,” Kai mencubit gemas kedua pipi Laura setelah melihat kepergian laki-laki yang tadinya sempat ingin ia hajar.
“Gak usah besar kepala!” galak Laura memperingati. “Gue juga kalau gak terpaksa ogah banget ngakuin lo,” lanjutnya seraya memutar bola mata.
“Apa pun alasannya aku tetap senang, kok,” ujar Kai dengan senyum terukir lebar. “Makasi sayang.” Tambahnya di akhiri dengan kecupan singkat di pelipis sang kekasih. Sepertinya mencuri-curi ciuman di pelipis gadis itu sudah menjadi hobi Kai, karena sejak malam di reuni itu Kai sudah sukses berkali-kali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Fa Rel
laura adek quenn apa rapa sih thor kok kebanyakan pandu lira bkn leo
2022-04-08
1
Merry Do Rego
mumpung ada kesempatan kai😂😂😂
2021-07-09
0
Ayu Arthamobilindo
ahai ke bys mencuri dlm kesempitan
2021-05-22
1