Laura baru saja melakukan visit kamar, dan ia memutuskan untuk tidak langsung ke ruangannya karena kebetulan hari ini pekerjaannya sudah selesai meski pun jam baru saja menunjukan pukul tiga sore. Jadi taman di bagian samping rumah sakit lah yang menjadi tujuan Laura saat ini. Ia ingin bersantai sejenak, menghirup udara untuk menenangkan pikirannya yang sejak beberapa hari ini di penuhi dengan sosok Kaivan.
Segala hal yang laki-laki itu lakukan tentu membuat Laura risi, kesal sekaligus terkesan. Selama beberapa minggu ini Laura memang melihat bahkan merasakan langsung perubahan laki-laki itu. Dia tidak seperti dulu. Kai lebih terkendali dan bisa mengontrol emosinya, laki-laki itu juga tidak terlihat memiliki perempuan lain, bahkan saat di goda beberapa perawat, dokter dan keluarga pasien Laura, Kai terlihat risi dan memilih bersembunyi di belakangnya, seolah meminta perlindungan. Padahal dulu Laura begitu tahu bagaimana seorang Kaivan terhadap perempuan, di hadapan Laura yang saat itu menjabat kekasihnya saja Kai berani melayangkan godaan pada perempuan lain. Mungkinkah Kai sudah benar-benar berubah sekarang?
“Aku cari ke mana-mana ternyata malah duduk di sini.”
Laura menolehkan kepalanya saat sapaan itu terdengar tepat di belakangnya.
“Lo ngapain disini?” Laura mendengus tak suka saat laki-laki yang menjadi sumber pikirannya melangkah dengan senyum manis andalannya, lalu duduk di kursi besi yang sama.
“Ketemu kamu,” jawab Kai tanpa sedikit pun tersinggung dengan nada ketus Laura dan tatapan tak ramahnya.
Masih ingat bukan bahwa Kai saat ini sedang berusaha meluluhkan kembali mantan pacarnya yang masih dirinya cintai, jadi bagaimanapun reaksi Laura menyambut kedatangannya akan Kai terima dengan senang hati. Tapi bukan berarti ketika sudah luluh Kai akan berubah, ia akan terus berusaha bersikap baik dan sabar menghadapi Laura.
“Udah terima undangan reuni?” tanya Kai saat bermenit-menit terlewati dengan kebisuan karena Laura yang tidak juga berinisiatif membuka obrolan.
“Gak tahu,” jawab ketus Laura seperti biasanya.
“Kok gak tahu?” heran Kai yang langsung mendapat dengusan dari perempuan cantik di sampingnya.
“Lo pikir gue manusia pengangguran!” Laura memutar bola matanya jengah. “Dari pagi gue di rumah sakit, mana tahu ada undangan atau enggak,” ujarnya kemudian, nadanya masih juga tidak berubah, ketus dan sinis. Benar-benar tidak bersahabat.
“Ya, siapa tahu kan undangannya di kirim ke sini,” Kai mengedikkan bahunya singkat. Itu tidak mustahil karena undangan untuk Kai pun tiba di restorannya siang tadi.
“Siapa yang tahu gue kerja di sini. Satu tahun gue balik ke Indonesia, belum pernah sekali pun berpapasan sama yang gue kenal dari SMA. Kecuali lo!” serunya tajam di akhir kalimat. “Padahal lo yang gak kepengen gue temuin,” lanjutnya dengan nada yang sarat akan emosi.
“Kamu gak ngasih tahu teman-teman kamu memangnya kalau kamu pulang?” alis Kai terangkat sebelah, merasa heran karena bisa-bisanya Laura tidak bertemu dengan satu pun teman SMA mereka, padahal selama ini Kai bahkan begitu sering berpapasan dengan teman-teman seangkatannya, terlebih lagi di restoran.
“Emang ada yang tahu gue pergi?” Kai diam, mengingat bahwa Laura tidak pernah terdengar lagi kabar selesai kelulusan, bahkan reuni tiga tahun lalu sosoknya tidak hadir dan tidak ada yang tahu ke mana Laura pergi. Jika tidak ada perjodohan ini pun Kai tidak yakin bisa tahu Laura telah kembali.
“Selama ini memangnya kamu gak pernah komunikasi dengan sahab—”
“Gue gak percaya lo lupa kejadian dulu,” potong Laura cepat, lalu bangkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan Kai yang terpaku setelah melihat sorot mata Laura yang terluka.
Laura menghentikan langkahnya di koridor yang cukup sepi, menarik napasnya panjang dan membuang perlahan, air matanya menetes tanpa di minta dan Laura benci ini. Ia benci karena tidak bisa melupakan kejadian dulu. Ia benci Kai dan ia benci Prisil yang tega-teganya menusuk dari belakang.
Sahabat? Tidak pernah ada yang benar-benar menjadi sahabatnya sepanjang hidup ini. Semua orang menganggapnya aneh dan menyeramkan hanya karena Laura selalu tak sengaja berbicara sendiri, atau kadang menunjuk sesuatu yang terlihat oleh matanya tapi tidak dapat mereka lihat.
Namun meski begitu Laura tidak menyesali keistimewaan ini, ia justru bersyukur karena setidaknya ia tahu bahwa dirinya tidak pernah sendiri walau bukan manusia yang menemaninya. Tak apa, selagi semua yang terlihat olehnya itu tidak berusaha melukainya.
Kaivan yang beberapa detik kemudian bangkit untuk menyusul, melihat ketika Laura menyeka sudut matanya. Itu tentu saja membuatnya kembali merasa menyesal. Kai tidak menyangka bahwa Laura akan terluka hingga saat ini karena pengkhianatannya dulu.
“Apa mungkin aku akan mendapatkan maaf itu, La? Kenapa aku malah jadi tidak percaya diri saat melihat kamu menangis,” gumam Kai begitu pelan. Niat awal ingin menghampiri Laura, Kai urungkan, ia lebih memilih berbelok dan akan menunggu perempuan itu di lobi. Kai hanya ingin memberikan waktu sendiri untuk Laura saat ini.
***
“La ada undangan dari sekolah,” kalimat Lyra menyambut kedatangan Laura yang diikuti Kai dibelakangnya. Laki-laki itu memang memaksa turun dengan alasan ingin memberikan oleh-oleh dari Indah.
“Buang aja, Bun, Ela gak akan datang,” jawab Laura tanpa berniat melihat lebih dulu undangan yang di maksud Lyra.
“Loh, kenapa memangnya? Kamu sibuk?” tanya Lyra dengan raut herannya.
“Ela malas. Ngapain juga datang, mending rebahan,” ujarnya seraya melempar tas tangannya ke sofa yang ada di ruang keluarga lalu menjatuhkan tubuhnya di samping sang bunda.
“Ck, dasar kaum rebahan!” cibir Lyra. “Sesekali datang kali, Dek. Memangnya kamu gak rindu sama teman-teman sekolah kamu?” tanyanya kemudian yang langsung di jawab gelengan kepala oleh Laura. Lyra hanya menghela napasnya pelan, lalu menoleh ke arah Kai berdiri.
“Kamu dapat undangannya juga kan, Kai?” Kaivan tentu saja mengangguk. “Kamu berangkat sama Ela, ya, biar dia gak rebahan mulu, Tante bosen liat dia di rumah terus setiap malam minggu,” lanjut Lyra mendelik pada perempuan muda yang sudah merebahkan diri di sofa, menjadikan pahanya sebagai bantalan. Tidak memedulikan tatapan protes dari putri bungsunya itu.
“Tentu,” jawab Kai dengan seulas senyum di bibir. Memang inilah niat Kai sejak awal. Ia akan pergi bersama dengan Laura. Meskipun Laura menolak, itu tidak akan pernah berarti selama Lyra angkat suara. Mau tidak mau Laura akan pergi juga pada akhirnya. Katakanlah Kai licik, tapi memang harus seperti inilah jika itu untuk cinta. Taklukkan dulu keluarganya, baru anaknya agar mudah mendapat dukungan.
“Itu kamu bawa apa?” Lyra menunjuk paper bag yang ada di tangan Kai
“Ah, iya, hampir lupa ‘kan,” kekehan geli keluar dari bibir Kai, lalu menyerahkan paper bag tersebut kepada Lyra. “Oleh-oleh dari Mama buat Tante.”
“Woahhh, roman-romannya sih ini ngajakin bikin seragam,” seru Lyra saat melihat apa isi dari bawaan Kai. Sebuah kain batik yang cantik.
“Seragam apa, Bun?” Laura mengerutkan kening.
“Seragam buat acara tunangan kamu sama Kai, dong, apalagi memangnya, kamu mau langsung nikah aja gitu?” tanya Lyra melirik anak gadisnya yang masih saja rebahan sambil fokus menatap televisi yang sedang menayangkan kartun di sore hari.
“Siapa yang bilang Ela mau tunangan sama Kai? Ela kan udah bilang kalau Ela menolak perjodohan ini,” ujar Laura seraya melirik tajam pada Kai yang duduk di sofa lain. “Bunda sendiri yang bilang kalau kalian gak akan memaksakan,” lanjutnya mengingatkan Lyra.
“Emangnya siapa yang mau maksa?” alis Lyra terangkat sebelah. “Kalau kamu gak mau dengan perjodohan ini ya udah. Bunda dan yang lainnya juga gak pernah minta-minta jawaban kamu. Om Angga sama Tante Indah juga sepakat gak akan melanjutkan perjodohan kalian,” Lyra mengedikkan bahunya acuh. Sedangkan Kai terkejut, tidak rela jika benar-benar perjodohan ini tidak dilanjutkan. Selama ini Kai berharap perjodohan tetap berlangsung meskipun Laura menolak. Tapi ternyata … bolehkah Kai kecewa?
“Kalau seperti itu lalu kenapa Kai masih datang-datang nyamperin, Ela?” tanya Laura yang lagi-lagi menatap tajam laki-laki di sofa sebelah kirinya itu.
“Itu urusan Kai, mau nyamperin kamu atau enggak. Yang Bunda tahu, Kai sedang berusaha mengejar kamu, meyakinkan kamu bahwa dia tertarik. Urusan perjodohan itu memang sudah tidak berlanjut, tapi tak ada yang bisa menghalangi Kai untuk menunjukan perasaannya terhadap kamu. Lagi pula kamu perempuan single, begitu juga dengan Kai. Tidak ada alasan untuk Bunda atau yang lain meminta Kai berhenti nyamperin kamu. Kalau Kai suka kenapa gak kasih kesempatan kalian dekat? Toh selama ini Kai baik jaga kamu, dia gak pernah macem-macem juga. Bunda tidak akan memaksa kamu untuk suka Kai, karena urusan hati bukan ranahnya Bunda. Hanya saja Bunda cuma mau mengingatkan, jangan terlalu membenci sesuatu terlalu dalam, jangan terlalu larut dalam dendam, dan jangan terlalu terfokus pada rasa sakit. Masa lalu bukan untuk dikenang tapi untuk membuatmu belajar. Tapi bukan berarti kamu harus menutup mata, mengabaikan seseorang yang ingin berjuang, memperbaiki kesalahan yang pernah menenggelamkan dalam kelam yang membuatmu enggan memaafkan. Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, La.” Senyum terukir di bibir Lyra, tangannya mengelus lembut kepala putri bungsunya itu penuh kasih sayang.
Laura yang mendengar kalimat panjang lebar bundanya, terdiam, mencerna satu per satu kata yang diucapkannya, lalu melirik ke arah Kai yang sama diamnya. Mungkin laki-laki itu tidak menyangka Lyra akan tahu permasalahan diantara mereka bertahun-tahun lalu. Sama halnya dengan dirinya sendiri yang tidak menyangka bahwa bundanya bisa tahu. Atau jangan-jangan papi dan ayahnya pun tahu?
“Bunda ….” Lirih Laura.
“Tidak ada orang tua yang benar-benar membiarkan anak-anaknya tumbuh sendiri, La. Setidak peduli apa pun orang tua kelihatannya, mereka tetap melakukan segala hal di belakang anaknya. Sama seperti Papi kamu. Meskipun dia sibuk, tidak pernah sekalipun Papi-mu abai akan dirimu. Kamu memang dibebaskan untuk melakukan apa pun di luar sana, tapi mata dan telinga papi-mu tidak diam saja. Dia tahu apa yang anak-anaknya alami. Kepergian Mami kamu membuat Papi kamu lebih waspada dalam menjaga anak-anaknya. Tapi Papi kamu memilih diam selama ini bukan karena tidak peduli, dia hanya memberi kamu ruang untuk memahami keadaan, memahami setiap masalah yang membimbingmu pada sebuah kedewasaan. Kamu tidak tumbuh sendiri, Nak,” Lyra menggelengkan kepalanya. “Kami, orang tuamu menyayangimu,” lembut Lyra berucap.
Mata Laura berkaca-kaca, posisinya yang semula rebahan sudah berubah duduk dan kini tanpa mengucapkan apa pun Laura langsung berhambur memeluk wanita paruh baya itu dengan erat, menumpahkan tangisnya. Kai sendiri menunduk, merasa malu karena ternyata sikap dan tingkah lakunya dulu diketahui keluarga perempuan tercintanya.
“Tidak perlu merasa bersalah, Kai. Itu wajar dilakukan remaja seperti kalian. Dulu Om bahkan lebih dari kamu dalam menyakiti Tante Lyra,” Kaivan mendongak, menatap Pandu yang entah sejak kapan bersandar di tembok yang memisahkan antara ruang keluarga dan ruang tengah, lalu melangkah dan duduk di samping Laura yang masih menangis dalam pelukan Lyra.
“Masa remaja memang masanya untuk mencari jati diri, mencari cinta dan menikmati bahagia juga luka. Di masa itu semua orang sibuk mengedepankan ego, sama halnya seperti Om yang bahkan pacaran dengan sahabat Tante saat status kami sudah menikah,” Pandu melirik istrinya, memberikan senyum lembut penuh cinta, sedangkan Kai menganga tak percaya. Sulit mempercayai laki-laki sewibawa, kalem dan sempurna seperti Pandu bisa bersikap berengsek juga.
“Tapi Om beruntung karena Tente merupakan perempuan yang tegar, sabar, kuat, baik hati dan pemaaf. Di usia tujuh belas tahun, Tante sudah mampu bersikap dewasa, memaafkan segala kesalahan Om yang di ulang lagi dan lagi. Om bersyukur karena sadar dengan cepat, dan bisa memperbaiki kesalahan yang pernah Om perbuat. Hingga hari ini hubungan kami baik-baik saja, bahkan kami masih berteman dekat.” Senyum tulus yang jarang di perlihatkan Pandu, kini terukir, dan Kai takjub melihatnya. Padahal sejak awal Kai mengira bahwa dirinya tidak akan pernah mendapatkan hal itu.
“Saya minta maaf untuk kesalahan yang saya perbuat dulu terhadap Laura, saya benar-benar menyesal,” ungkap Kai menunduk malu.
“Tidak ada yang perlu di maafkan, Kai. Biarlah itu menjadi cerita masa remaja, tapi saya hanya meminta satu hal kepada kamu. Jika memang kamu serius ingin memperbaiki hubungan kamu dengan Laura, tolong bersungguh-sungguh. Kami hanya bisa memaklumi masa remajamu, tapi tidak dengan masa yang akan datang. Kenakalan remaja memang wajar, tapi keberengsekan di masa depan jelas kurang ajar. Laura adalah anak bungsu kami yang begitu kami sayangi. Demi kebahagiaannya apa pun akan kami lakukan. Sekarang kalian sudah dewasa, sudah tahu mana yang baik dan tidak. Tentu sudah bisa mengendalikan ego, memahami hati dan perasaan masing-masing. Perjodohan yang kita bahas tempo lalu hanya sekedar jalan awal untuk kalian berdua. Selanjutnya kalian sendirilah yang menentukan. Jika memang Laura tetap kukuh tidak menginginkan kembali denganmu, Om mohon jangan melakukan berbagai cara yang keluar dari batas wajar. Kami merestui apa pun yang menjadi keputusan akhir kalian nanti.”
Kalimat panjang lebar Pandu dijawab lewat anggukan oleh Kai, laki-laki itu kemudian melirik pada Laura yang masih berada dalam pelukan Lyra, menebak-nebak apa sekiranya isi hati sang mantan kekasih. Namun sayang, Kai bukanlah laki-laki yang pandai menebak semua itu, apalagi dengan posisi wajah Laura yang bersembunyi di dada bundanya. Kai membuang napasnya perlahan, kembali menundukkan kepala, memikirkan bagaimana sikapnya setelah ini untuk meraih Laura. Peringatan sudah dirinya dapatkan dari ayah perempuan itu. Wejangan dan juga pengertian semua Kai cerna baik-baik.
Jika perjodohan sudah dilepaskan, lalu alasan apa yang akan Kai gunakan disaat mendapat penolakan dari Laura nanti? Entahlah memikirkannya saja sudah membuat Kai tidak percaya diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Gentha Agistha
Ngena ea thor wejangan nya, jd pengen bersandar.. Bahu manaaa Bahu 🤭
2021-10-27
0
Merry Do Rego
huhhhhh mbak author ceramahmu luar biasa, kenalan remaja memang hal xg wajar tapi keberengsekan di masa dpan itu kurang ajar👍👍👍👍👍
ingat itu kai☝️☝️☝️☝️
2021-07-07
1
Vakum MT
tisu mana tisu😭😭😭tteh nebar bawang disini 😭😭😭😭
2021-05-26
1