Awalnya Kai merasa terancam dengan pertemuan yang dilakukan Laura dengan pria bernama Rendra itu, Kai mengira bahwa mungkin saja Pandu berniat mempertemukan Laura dengan calon jodohnya yang lain, apalagi pertemuan mereka di lakukan di ruang privat. Membuat Kai tidak karuan, hatinya ketar-ketir memikirkan bagaimana jika dugaannya benar.
Kai ingin menarik Laura kembali ke luar dari sana dan mengurung di ruang kerjanya yang berada di lantai tiga restoran miliknya ini. Namun begitu duduk dan Laura langsung membahas tujuannya tanpa basa-basi sedikit pun membuat Kai menghela napas lega. Laura-nya masih sama seperti dulu, to the poin. Dan Kai bersyukur akan hal itu, lega juga karena tebakannya salah.
Berdiskusi yang Laura dan Rendra lakukan sejak setengah jam yang lalu. Keduanya sama-sama serius, sedangkan Kai hanya menjadi penyimak dan sesekali menimpali untuk memberi masukan, hingga tak lama kemudian pasangan paling romantis dan bucin datang. Siapa lagi jika bukan pasangan paruh baya Lyra dan Pandu.
Kai yang lebih dulu menyapa calon mertuanya, dan kemudian basa-basi dilakukan oleh Lyra dan laki-laki berusia pertengahan tiga puluh itu, Rendra.
Pandu memilih untuk mengobrol dengan Laura dan menanyakan apa saja yang sudah mereka bahas. Sedangkan Kai kembali lagi menjadi penyimak. Sungguh menyedihkan. Tapi tak apa, toh itu tidak berlangsung lama karena Pandu dan Laura bukanlah sosok yang senang membuang-buang waktu. Jadi setelahnya Kai memiliki teman ngobrol.
“Ini belum ada yang pesan apa-apa?” tanya Lyra begitu menyadari bahwa mejanya hanya diisi dengan alat gambar dan laptop.
“Belum Tan, mau pesan sekarang? Atau Tante ikut Kai masak di dapur, biar Om Pandu, Laura sama Pak Rendra melanjutkan diskusinya?” tawar Kaivan. Mengalihkan semua mata yang semula sibuk dengan obrolan mengenai desain untuk Klinik yang akan Laura bangun.
“Kamu serius? Emangnya boleh kita ke dapur?” Lyra mengernyitkan keningnya tak yakin.
Kai mengulas senyumnya. “Boleh kok, Tan, Kai yang punya restorannya. Jadi gak akan ada yang larang.”
“Ck, bilang dong dari awal kalau ini restoran punya kamu. Kalau gitu ‘kan Tante minta gratisan!” dengus Lyra tanpa malu-malu, membuat Laura geleng kepala.
“Kalau ada Si Abang heboh nih, Bun,” kata Pandu menoleh pada sang istri.
“Heboh gimana?” Laura mengernyit tak paham. Sedangkan Lyra malah sudah tertawa. Kai dan Rendra sendiri sama tak pahamnya. Karena menurut mereka tidak ada sesuatu yang perlu di hebohkan.
“Bungkus apa pun yang ada, Bun, sayang kalau calon mantu gak dimanfaatin,” seru Lyra dan Pandu kompak, sebelum kemudian keduanya tertawa dan saling bertos ria. Membuat Lyra menepuk jidatnya, sedangkan dua laki-laki lainnya, Rendra dan Kai melongo melihat Pandu yang begitu kalem, berwibawa dan datar bisa seheboh dan sekonyol ini.
“Ayah terlalu lama bergaul sama Bunda jadi ketularan gerseknya. Malu-maluin!” Laura dengan terang-terangan mencebikkan bibirnya.
“Dasar anak durhaka, udah makin judes makin nyinyir juga, untung Kai tahan sama kamu,” cibir Lyra, membuat Laura melotot dan hendak kembali membalas nyinyiran bundanya itu, tapi Pandu lebih dulu berdeham dan meminta Rendra melanjutkan penjelasan mengenai desain yang diusulkannya.
Akhirnya Laura hanya mendelik pada bundanya itu, sedangkan Lyra memilih bangkit dan menarik Kai. Mengajak calon menantunya itu untuk segera ke dapur, tidak sabar melihat seberapa kerennya Kai saat memasak. Lyra tidak memedulikan meski Pandu sempat memberikan tatapan mengancam.
****
Tidak butuh waktu lama untuk Kai menyelesaikan masakannya, karena kurang dari satu jam kini ia sudah selesai dengan beberapa menu andalan restorannya dan siap di bawa ke ruang privat yang masih di huni Laura, Pandu, juga Rendra.
Sepanjang memasak, Lyra bukannya membantu Kai, melainkan perempuan paruh baya yang masih terlihat menggemaskan dengan keceriwisannya itu malah justru menjerit-jerit sambil bertepuk tangan heboh, seolah apa yang dilakukan Kai begitu menakjubkan. Tidak jarang pujian terlontar dari mulutnya, membuat dapur yang biasanya tegang berubah ramai, apalagi dapur Kai lebih di kuasai oleh laki-laki. Semakin membuat Lyra kesenangan.
“Kai boleh gak Tante minta Chef yang itu,” tunjuk Lyra pada salah satu laki-laki cukup tampan yang sedang membuat steak pesanan pelanggan.
“Buat apa?” Kai mengernyitkan keningnya, menatap calon ibu mertuanya dengan heran.
“Buat dijadiin Chef di rumah Tante. Sayang rasanya kalau pemandangan seindah dia Tante abaikan,” jawab Lyra tanpa memutuskan pandangannya dari sosok Head Chef kebanggaan restoran milik Kai. Mata Lyra bahkan sampai berbinar-binar menatapnya.
“Gak bisa Tante, Kai takut nanti Miko di cincang Om Pandu dan di jadiin santapan makan malamnya.” Kai bergidik ngeri membayang hal tersebut mengingat bagaimana posesif dan pecemburunya seorang Pandu. Lyra tertawa keras mendengar jawaban dan juga raut wajah Kai saat ini. Orang-orang di dapur sampai menoleh, menatap penasaran. Namun tidak bisa berbuat apa-apa karena terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing mengingat betapa ramainya pengunjung hari ini.
“Kita kembali sekarang gimana, Tan?” tanya Kai pada calon ibu mertuanya yang sudah kembali fokus menatap Chef Miko memasak.
“Ayo, Kai, Tante juga udah lapar banget nih,” setuju Lyra sambil mengelus perut berisinya. Kai mengangguk lalu mempersilahkan Lyra berjalan lebih dulu, setelah itu baru dirinya mengekor satu langkah di belakang Lyra setelah meminta pekerjanya membawakan hasil masakannya.
Tiga orang yang sejak tadi di tinggalkan itu masih sibuk dengan diskusinya, namun segera berhenti begitu mendengar pintu di buka dan sosok cantik Lyra masuk diikuti Kai dan satu orang pelayan dengan troli alumunium berisi bermacam-macam makanan.
Lyra berseru riang saat satu per satu hidangan di pindahkan ke meja. Memang wanita paruh baya itu tidak pernah berubah sejak dulu. Lyra terlalu mudah di bahagiakan.
“Tarima kasih, Mas, tips-nya nanti minta sama calon mantu saya aja, ya,” Lyra menunjuk Kai yang sudah mendudukan diri di samping Laura, tepat berhadapan dengannya. Pelayan itu hanya mengangguk sopan, setelahnya pamit undur diri karena pekerjaannya untuk menghidangkan makanan sudah selesai.
“Ayo Pak Rendra makan yang banyak, mumpung gratis, calon menantu saya pula yang langsung masak semua ini,” Lyra dengan ramah dan antusiasnya menawari laki-laki yang berada di sisi kiri suaminya, sedangkan Pandu sendiri hanya bisa memajukan bibirnya sebal. Istrinya itu selalu saja menganggap dirinya pajangan jika sudah bertemu laki-laki tampan.
Berbeda dengan Pandu dan Lyra, Laura malah justru sebal karena Kai terus saja mengisi piringnya dengan berbagai macam makanan, padahal satu macam saja belum dirinya sentuh sama sekali, tapi Kai seolah menyuruh untuk Laura gemuk. Bagaimana tidak, piringnya sekarang sudah benar-benar penuh dengan makanan. Ya, meski semua yang pria itu masak adalah kesukaannya, tapi tidak harus samua ia cicipi bukan?
“Kai stop!” teriak Laura sedikit geram saat Kai masih mau menambahkan udang saus tiram ke dalam piringnya yang sudah penuh. “Lo mau nyuruh gue gemuk apa mati karena kekenyangan?” kesal Laura tanpa menjaga nada suaranya, membuat ketiga orang lain yang duduk beseberangan dengan mereka menoleh.
“Ini kan semua makanan kesukaan kamu, Yank. Aku sengaja ngambilin buat kamu, nanti keburu diabisin Tante Lyra,” kata Kai dengan raut wajah tanpa dosa. Pandu yang mendengar itu sontak tertawa, bahkan sampai terpikal dan membuat perutnya sakit.
Citra yang awal dibuat tenang, berwibawa dan dingin hilang sudah di depan Rendra dan juga Kai. Pandu memang jarang tertawa bahkan tersenyum jika di luar rumah, tapi jika itu soal istrinya maka tidak akan segan-segan Pandu tertawa paling kencang.
“Kamu tahu aja Kai kalau istri saya tukang ngabisin makanan,” ucap Pandu masih dengan sisa-sisa tawanya.
“Iya, Om, soalnya udah keliatan waktu di dapur tadi,” Kai meringis kecil seraya menoleh ke arah Lyra yang terlihat memberenggut, terlihat seperti anak kecil yang sedang merajuk. Setelahnya Kai tersenyum meminta maaf. “Tapi gak apa-apa kok di abisin, Kai justru senang. Ini Kai cuma minta aja buat Laura, soalnya dia paling suka sea food. Bisa marah seharian dia kalau sampai gak kebagian,” jelas Kaivan sambil mengingat kembali masa pacarannya dulu, lalu melirik pada perempuan cantik di sampingnya yang terdiam, raut wajahnya terlihat terkejut dan juga tidak percaya. Tangan Kai terulur mengusak rambut Laura dengan seulas senyum di bibir yang kembali menimbulkan debaran aneh di dada Laura.
“Entah aku harus tersanjung atau kesal karena kamu masih mengingat semua itu, Kai,” gumam hati Laura seraya memutus tatapannya dari laki-laki yang entah masih dirinya cinta atau justru ia benci.
Perasaannya semakin rumit setelah melihat bagaimana berusahanya Kai untuk kembali mendapatkannya. Jujur bukan berarti selama tiga minggu ini Laura biasa saja, ia mulai terusik dan bertanya-tanya mengenai perasaannya yang sesungguhnya terhadap laki-laki yang pernah mengukir bahagia bersamanya itu. Namun sepertinya membukakan kembali pintu hatinya untuk Kai, Laura belum siap. Kecewa dan sakit yang dulu Kai torehkan masih membekas. Bukan karena sikap kasarnya, tapi pengkhianatan laki-laki itu yang membuat Laura berat.
“Kamu tahu banget kayaknya, ya, tentang Ela?” Lyra menyunggingkan senyum menggoda. Sebanarnya ia sudah tahu hubungan yang terjalin antara Laura dan Kai di masa remaja dulu, tapi ia sepakat dengan suami dan juga Leo untuk pura-pura tidak tahu. Itu mereka lakukan untuk menghargai privasi anak-anaknya, ya, meski sebanarnya mereka sudah masuk ke dalam privasi itu sendiri. Tapi sebagai orang tua, Leo tidak ingin lalai menjaga anak-anaknya, begitu juga dengan Pandu dan Lyra yang sudah mendapat amanat dari mendiang Luna.
“Masa iya tentang calon istri sendiri Kai gak tahu, Tan. Hanya saja soal hatinya Kai masih sulit melacak. Laura masih sulit di luluhkan,” Kai tersenyum kecut di akhir kalimatnya.
“Kalau Anda bersungguh-sungguh, tidak akan sulit kok untuk menaklukkannya. Dulu istri saya benar-benar keras kepala, kasar, egois, dan mau menang sendiri … Namun karena saya tidak lelah sabar dan berusaha lambat laun saya bisa meluluhkannya, sampai saya ajak kepelaminan dan hidup bersama. Rumah tangga kami malah justru lebih manis sekarang, padahal sebelum itu hanya pertengkarang yang sering kali kami lakukan, membuat orang tua saya tidak mau merestui, karena beliau tidak mau memiliki menantu seperti itu. Hati perempuan itu hanya keras di awal, tapi jika sudah menyimpan percaya maka hatinya akan melembut. Jadi teruslah yakinkan,” Rendra yang sejak tadi menyaksikan antara Laura dan Kaivan, mengutarakan suaranya.
Pria berusia pertengahan tiga puluh itu mengulas senyumnya tipis, disusul dengan meminta maaf karena sudah berani ikut campur.
Kai menoleh ke samping, menatap Laura yang kini sudah mulai menikmati makanannya. Seulas senyum terkelum dibibir tipis Kai. Ia sudah mencerna kalimat Rendra, dan sepertinya memang benar apa yang pria itu katakan. Semua hanya tentang waktu dan usaha. Laura yang keras kepala akan luluh seiring berjalannya waktu. Kai hanya perlu meyakinkan perempuan itu dan memenuhi janji untuk tidak kembali melakukan kesalahan seperti dulu. Kai yakin dirinya bisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Siti Komariah
imgett..wanita itu pada dasarnya makhluk yg muna,,so di depan bilang gak butuh,padahal do hati beda wkwkwk..aku juga sesama perempuan sbnernya gak trima
2021-08-29
0
reader baper
ke inget pandu yang lebih mentingin amel sampe gak pulang " nemenin amel yang sakit gak inget sama lyra yang nungguin dengan khawatir..yg d khawatirin malah sama cewe lain
2021-03-10
6
Ratifah hanum
Sabar kai hanya menunggu waktu....
2021-03-04
1