Setibanya di Singapura Laura benar-benar meninggalkan Kai di apartemen bersama dua bocah kembar yang langsung tumbang di atas sofa. Perempuan itu bahkan tidak istirahat lebih dulu setelah perjalanan yang mereka tempuh dari Indonesia. Memang tidak terlalu jauh, tapi setidaknya cukup melelahkan, tapi sepertinya perjalanan ini tidak berarti apa-apa bagi Laura karena yang Kai lihat kekasihnya itu masih tetap segar walau mereka baru sampai.
Sebenarnya Kai tidak rela kekasihnya itu pergi seorang diri, tapi mau bagaimana lagi, memaksa pun tetap tidak akan membuat Laura mengalah. Perempuan keras kepala itu tidak mudah terayu. Dan Kai merutuki sikap Laura satu itu. Jika perempuan lain enggan datang ke kondangan sendiri, Laura malah justru enggan memamerkan Kai yang tampan ini. Memang benar-benar pacar yang aneh.
“Atau jangan-jangan ….” Kai dengan cepat menggelengkan kepalanya, mengenyahkan pikiran tidak-tidaknya tentang sang kekasih. “Laura tidak mungkin memiliki laki-laki lain di negara ini. Tidak. Laura bukan perempuan seperti itu. Laura setia.” Yakin Kai dalam hati.
Tidak ingin semakin berpikiran ngaur, Kai memilih menjelajahi apartemen yang di tebaknya menjadi tempat tinggal Laura selama di negeri singa ini. Tempatnya yang cukup tinggi dengan pemandangan hiruk pikuk kota sedikit tidak asing untuk Kai. Namun Kai dapat menebak bahwa pemandangan itu akan indah saat malam hari dimana lampu-lampu menyala menghiasi jalan.
“Uncle, lapar,” rengek Nathael menghampiri Kai yang asyik di balkon.
“Oke kita cari makan sekarang. Kamu cuci muka dulu, terus bangunin kakak kamu,” kata Kai yang bocah sepuluh tahun itu angguki semangat dan berlari kembali masuk seraya berteriak nyaring membangunkan kembarannya. Kai sampai geleng-geleng mendengar suara cempreng itu. “Gak beda jauh sama Bapaknya,” batin Kai mencibir.
“Uncle ayo,” teriakan dari dalam mengejutkan Kai yang tengah melamun.
“Iya sebentar,” balas Kai seraya masuk ke dalam dan kembali menutup pintu balkon, tidak lupa untuk menguncinya.
Restoran cepat saji yang tidak jauh dari apartemen yang menjadi pilihan kedua bocah itu, dan keduanya seperti tidak asing dengan tempat ini, melihat bagaimana hapalnya dua bocah itu menunjuk tempat yang ingin mereka kunjungi. Bahkan toko mainan pun ikut serta di sebutkan. Ya, si kembar tidak tahu malu itu dengan terang-terangan meminta Kai membelikan mereka mainan. Untung saja kai sudah sukses dengan bisnis kulinernya, jadi tidak terlalu mempermasalahkan hal itu selagi calon ponakannya tidak meminta jet pribadi.
“Kalian sering ke sini?” tanya Kai pada akhirnya. Penasaran juga akan pengetahuan dua bocah itu terhadap lingkungan di sekitar apartemen yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama dua hari ini.
“Tiga kali mungkin,” Nathan mengedikkan bahunya.
“He'em, satu tahun lalu Kakek Leo ajak kita ke sini buat jemput Aunty Ela. Waktu liburan dua tahun lalu juga kita semua ke sini, terus waktu Aunty Ela wisuda juga,” tambah Nathael menyebutkan detailnya.
Kai mengangguk mengerti, pantas dua bocah itu hapal tempat-tempat ini. Tidak mungkin mereka datang hanya diam-diam saja di apartemen. Sangat bukan anak Rapa sekali.
***
“Aunty Ela kok belum pulang?” Nathael melirik jam yang tertempel di dinding ruang tengah yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Padahal Kai ingat betul bahwa perempuan itu pergi sejak pagi. Dirinya dan kedua bocah kembar itu saja bahkan sudah menjelajah mall, membeli mainan juga oleh-oleh pesanan Indah, Lyra dan Queen. Tapi Laura belum juga pulang hingga saat ini, membuat Kai khawatir. Terlebih saat ponsel perempuan itu tidak juga bisa di hubungi. Tidakkah Laura ingat bahwa dia tidak datang seorang diri ke negara ini? Sial, perempuan itu benar-benar menelantarkannya.
“Kalian tidur aja, Aunty sebentar lagi pulang kok,” Kai berusaha menenangkan calon ponakan iparnya yang mulai cemas. Namun ini sudah malam, dan anak kecil tidak baik tidur terlalu larut. Kai tidak ingin kedua bocah itu sakit nantinya karena jika sampai itu terjadi habislah ia oleh ayah dari si kembar.
Beruntungnya Nathan dan Nathael terlalu lelah untuk menunggu hingga Laura pulang, kedua bocah itu terlelap tidak lama kepalanya menyentuh bantal. Kai menghela napasnya sedikit lega, ia tinggal menunggu Laura saat ini. Meninggalkan kamar, Kai duduk di sofa ruang tengah, menyalakan televisi untuk pengalihan dari rasa cemasnya. Hingga satu jam kemudian sosok yang di tunggunya menampakan diri, masuk dengan perlahan seolah takut mengganggu tidur seisi rumah.
Kai berdiri dari duduknya, melipat kedua tangan di dada dan menatap tajam ke arah perempuan cantik dengan dres berwarna hitam menyentuh lutut, high heels-nya sudah di lepas lebih dulu seakan sadar bahwa benda itu bisa saja menimbulkan bunyi yang mengganggu istirahat orang lain. Melihat baju yang di pakai Laura, Kai dapat menghela napas lega karena sang kekasih tidak tampil terbuka. Namun tetap saja rasa marah, kesal dan cemas itu tidak dapat sepenuhnya hilang. Ini sudah hampir tengah malam, dan perempuan cantik calon istrinya itu baru saja pulang.
“Astaga!” pekik Laura terkejut saat dirinya berbalik langsung mendapati Kai berdiri menjulang di tengah gelapnya ruangan. Tatapannya yang tajam membuat bulu kuduknya merinding. Kai lebih menyeramkan di bandingkan setan-setan yang selalu Laura temui di sepanjang jalan.
“Ingat pulang juga akhirnya,” nada dingin pria itu semakin membuat tubuh Laura menggigil. Cuaca di luar cukup sejuk malam ini di tambah dengan pakaian yang dikenakannya cukup tipis, terlebih area tangannya yang tidak terbungkus, dingin itu menyentuh langsung kulitnya. Sekarang di tambah dengan suara Kai yang bagai es balok di tengah badai salju. Membekukan Laura.
“Aku kira kamu udah lupa jalan pulang,” sindir Kai masih menatap tajam kekasihnya itu dengan datar dan dingin. Laura menunduk, tidak berani membalas ucapan Kai. Bukan karena takut, tapi Laura sadar bahwa dirinya memang salah. Ia sudah membuat Kai cemas. Pergi selama ini meninggalkan dua ponakannya tanpa memberi kabar apa pun. Laura tahu dirinya sudah keterlaluan. Dan ia yakin jika keluarganya tahu mereka akan lebih marah dari Kai.
“Maaf,” ucap Laura pelan setelah lama terdiam dalam tunduk. “Tadi aku langsung ke nikahan temanku jadi bridesmaid, terus langsung lanjut ke reuni kampus. Acaranya belum selesai, tapi aku pulang duluan. Maaf udah buat kamu cemas, udah buat kamu kerepotan jaga Nathan sama El. Maaf udah lepasin tanggung jawab mereka sama kamu, maaf udah keterlaluan ninggalin kalian.” Sesal Laura, masih enggan mengangkat kepalanya.
Laura terlalu takut menatap Kai yang marah. Bayangan masa lalu dimana saat laki-laki itu murka ketika termakan omongan Prisil tentang perselingkuhan yang sama sekali tidak ia lakukan membuat tubuhnya gemetar. Saat itu mungkin ia masih bisa melawan dengan sok berani, tapi tidak untuk kali ini dimana dirinyalah yang salah.
Sejak dulu kemarahan Kai adalah yang Laura hindari, ia sudah tahu bagaimana menyeramkannya seorang Kaivan ketika lepas kontrol. Dan ia takut kali ini laki-laki itu tidak bisa menahan emosinya seperti satu bulan belakangan ini.
Namun Laura tidak menyangka bahwa yang didapatnya sekarang bukan kemarahan, melainkan sebuah pelukan hangat yang menenangkan, menghempaskan rasa takutnya sepanjang perjalanan pulang.
“Setidaknya jangan matiin ponsel kamu, Yank, aku khawatir karena kamu gak bisa di hubungi. Si kembar juga sampai susah tidur tadi karena kamu belum juga pulang.”
“Maaf,” hanya itu yang bisa Laura ucapkan sebagai respons seraya mengeratkan pelukannya di pinggang Kai.
“Ya udah, sekarang kamu mandi lalu istirahat. Ingat besok kita mau ajak si kembar main. Mereka bisa merajuk kalau sampai kita batalin,” Kai menarik diri sedikit, membuat jarak di antara mereka agar bisa menatap wajah cantik sang kekasih yang tetap terlihat bercahaya meski dalam kegelapan malam ini.
“Kamu gak marah?” tanya Laura memastikan.
“Marah,” jawab Kai jujur.
“Kok gitu,” cemberutnya menggemaskan, membuat Kai tidak tahan untuk mencubit kedua pipi Laura yang mengembung.
“Ya mau gimana gak marah kalau kamunya buat aku cemas. Ninggalin aku sampai tengah malam gini, kamu pikir aku gak kangen? Aku kira disini kita mau habisin waktu bareng, nyatanya kamu malah ngilang sendirian,” Kai mendengus kesal.
Laura mendengarkan keluhan kekasihnya itu dengan sabar, senyumnya bahkan terukir seolah omelan Kai adalah lagu paling indah yang dinyanyikan. Oke itu terlalu berlebihan, tapi siapa sih yang tidak senang di khawatirkan orang tercinta? Dengan Kai seperti ini Laura jadi merasa begitu dicintai.
“Besok kita habisin waktu bareng-bareng seharian,” kata Laura mengalihkan laki-laki di depannya yang semula membuang muka. “Sekarang kita istirahat biar besok gak kesiangan,” tambahnya masih dengan senyum yang tersungging manis.
“Oke, aku juga cape seharian ini nemenin bocah kembar itu keliling mall,” lesunya menjatuhkan kepala di pundak sempit Laura. Membuat perempuan itu meringis kembali merasa bersalah.
“Aku minta maaf, ya,” tangan Laura bergerak mengelus punggung Kai. “Sekarang kamu masuk kamar, istirahat. Aku juga mau mandi dan langsung tidur.”
“Aku tidur sama kamu?” dengan cepat Laura menggeleng, mendorong tubuh Kai dengan panik.
“Kamu tidur sama si kembar,” kata Laura melangkah menjauh, takut laki-laki itu berbuat yang tidak-tidak, meskipun Laura percaya Kai bukanlah pria berengsek. Tapi tetap saja kejahilannya yang senang menggoda tidak menutup kemungkinan mereka berakhir dengan penyesalan di pagi hari. Tidak. Laura tidak akan membiarkan itu terjadi.
“Sama kamu aja atuh, Yank. Aku butuh pelukan, dingin tahu,” ucapnya melancarkan aksi menggoda Laura yang semakin memundurkan langkah. Melihat wajah was-was milik Laura membuat Kai benar-benar harus sekuat tenaga menahan tawa. Kekasihnya itu begitu menggemaskan.
“Yank—”
“Kai sialan, jauh-jauh lo!!”
Brak!
Suara bantingan pintu membuat Kai terlonjak kaget, namun kemudian dia tertawa puas karena sudah berhasil mengerjai calon istri tersayangnya itu.
“Yank, buka pintunya, aku mau bobo juga,” Kai mengetuk pintu kamar Laura berkali-kali, ia masih senang menggoda perempuan cantik itu. Apalagi kekesalan Laura yang benar-benar menggemaskan membuat Kai ingin segera menyeretnya ke KUA untuk dilegalkan.
“Jangan macem-macem lo, Kai, atau masa depan lo gue amputasi!” ancam Laura begitu mengerikan dari dalam kamar. Refleks Kai menyentuh area pribadinya di bawah perut, meringis ngilu membayangkan apa yang baru saja di ucapkan calon istrinya. Ngeri bos.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Ayu Arthamobilindo
😀😀😀😀😀🙈🙈
2021-05-23
1
Nana_Yuu
ah mau dong begitu
2021-03-12
1
oneng is back
abis dong klo ampe d amputasi
2021-03-07
1