Setelah sampai di depan gerbang, "Tunggu, dimana kereta kudanya!"
"Kereta apa?" tanya Artex.
"Kereta yang kunaiki bersama dengan orang yang kucari."
"Coba tanyakan pada penjaga gerbang."
Namun sebelum aku bergerak, Nena sudah berlari duluan ke dalam kota. Dia terlihat kegirangan. Akupun berjalan mendekati pos penjaga di balik gerbang. Bukannya berjaga di posnya, penjaga gerbang malah tidak ada entah kemana. Sebelumnya aku tidak melihat ke arah pos ini saat pertama kali datang ke sini. Jadi aku tidak tahu sebenarnya di sini ada yang menjaga atau tidak.
Kemudian aku memutuskan untuk mencari Nena saja. Entah kemana dia berlari.
"Hei, Artex." Setelah sekian lama mencari, aku memutuskan untuk bertanya pada Artex. "Apa kau lihat kemana Nena pergi?"
"Entahlah."Jawabnya. "Aku juga tidak meliriknya sama sekali. Sedari tadi aku fokus melihat ke luar kota."
"Hah." Aku hanya bisa menghela napas. "Kemana pula anak itu pergi." Namun setelah beberapa saat kemudian, "Oh, itu dia!" tapi kelihatannya dia sedang berbicara dengan seseorang—wanita berambut panjang."
Tak disangka setelah wajahnya melirik ke arahku, aku mendapati muka Virie yang cemas. Ia segera menghampiriku lalu menamparku dengan serius.
"Kemana saja kau semalam?!" ucapnya lirih.
"Maafkan aku. Aku hanya ingin melakukan kewajibanku dengan baik." Balasku dengan rasa penuh bersalah
"Maksudmu meninggalkanku untuk membahayakan diri?!" dia menangis terisak-isak. "Coba pikirkan betapa cemasnya aku kehilangan dirimu."
Di saat yang tidak tepat, Nena malah memotong pembicaraan. "Tolong jangan marahi tuanku. Walaupun dia membahayakan dirinya, dia telah menolongku dari kesengsaraan hidupku."
"Aku paham dengan apa yang kau ucapkan, gadis kecil. Tetapi tetap saja, aku tidak membiarkan orang ini bertindak semaunya hanya untuk menyerahkan nyawanya pada orang lain." Tangisan Virie makin keras.
"Memangnya kenapa jika aku mati?" bukannya menenangkannya, aku malah memperburuk keadaan. "Lagipula kau bisa mengajak Zack untuk pergi bersamamu jika aku tidak ada. Dunia ini tidak akan berakhir hanya karena aku tidak ada."
"Bukan itu masalahnya! Aku tidak ingin kehilangan sumber kebahagiaanku di masa depan! *hiks*"
"Sudahlah. Aku minta maaf kalau begitu. Aku tidak akan membahayakan diriku terlalu jauh lagi. Untung saja ada Artex yang menyelamatkanku sebelum aku pergi meninggalkanmu."
"Jangan pedulikan aku. Aku akan diam saja saat ini." Sahut Artex dari belakang.
Virie melepaskan pelukannya sembari mengusap air matanya. "Mohon maaf atas sikapku yang barusan. Aku terlalu terbawa emosi saat kembali melihatmu."
"Ngomong-ngomong, dimana Zono?"
"Dia sedang kembali ke desa untuk menyampaikan beberapa informasi dan tidak akan kembali."
"Lalu bagaimana dengan perjalanan ke desa lain?"
"Kita akan terus melanjutkannya dengan berjalan kaki. Akan terlalu mencolok jika sebuah kereta berjalan di rute yang tidak biasa."
"Memangnya siapa yang akan melihat kita?"
"Para bandit." Sahut Artex. "Mereka selalu menyadari bahwa yang menaiki kereta kuda adalah orang kaya. Tak hanya barang berharga, nyawa pun berani mereka ambil untuk menghapus jejak mereka."
"Memang tindak kriminal di dunia ini sama dengan era 18-an." Meskipun aku bilang begitu, aku tidak yakin tahun yang kukatakan itu benar.
"Kalau begitu, aku akan pergi membeli persiapan untuk perjalanan kita. Kau boleh menunggu di sini dengan temanmu atau pergi berkeliling kota." Virie berbalik. "Aku akan kembali sore nanti. Pastikan kau berada di sini saat itu juga." Melihat Nena dengan pakaian lusuh, Virie mengajaknya untuk pergi bersama.
Artex berdiri "Lebih baik aku langsung pergi ke tempatnya."
"Mau kemana kau?"
"Toko obat-obatan."
"Yasudah aku ikut kau saja daripada berdiam diri tak ada hiburan."
Akhirnya kami pun beranjak juga dari tempat umum ini.Pergi menuju gudangnya ilmu pengetahuan.
...~Π~...
Sesampainya di sana aku terkagum-kagum melihat beberapa senyawa yang di pajang, mungkin mereka menyebutnya lebih ke ramuan. Meskipun aku bisa membuatnya sendiri, siapa tahu ramuan di sini menggunakan bahan yang berbeda dengan yang ada di bumi.
"Aku pesan yang biasa." Ucap Artex pada seseorang—berbadan kekar?!
"Siap!" pria itu mengambil beberapa botol ramuan di belakangnya.
Aku mendekati tempat kasirnya "Aneh sekali."
"Ada apa, nak?" tanya pria kasir.
"Biasanya hanya pekerjaan berat yang dilakukan oleh orang berbadan subur. Contoh saja seperti pandai besi atau kuli bangunan. Tapi kau malah bekerja di sini."
"Heh," nadanya terkesan seperti meremehkan, "menurutmu pekerjaan macam itu saja yang membutuhkan tenaga besar? Kau salah besar. Coba lihat ramuan yang kupajang di seluruh rak. Banyak dari mereka yang memiliki warna sama bukan?"
"Kalau dilihat-lihat lagi, betul juga sih. Bahkan mereka dilabeli dengan gambar yang sama."
"Pagi, siang dan sore aku bekerja untuk mencari bahan-bahan yang kuperlukan dengan jumlah yang sangat banyak." Lanjutnya, "Setelah itu kutumbuk semuanya seorang diri—"
"Baik, baik, aku paham keseluruhannya." Potongku.
"Jadi hari ini hanya dapat tiga botol ya." Ucap Artex sambil menaruh beberapa koin emas.
"Aku khawatir populasi Modenna akan menurun akibat ulahku. Jadinya aku membiarkan mereka untuk menyerbuk dirinya dahulu."
"Baiklah kalau begitu." Respon Artex. "Apa ada yang ingin kau beli, Den? Aku akan menunggu."
"Ah, tidak usah. Bahkan aku tidak punya uang sepeser pun."
"Kau bisa membayar dengan apapun asalkan benda itu memiliki harga." Sahut si pria.
Aku terkejut mendengarnya. Jika memang demikian, bisa saja aku memanipulasi sistem jual beli di sini. "Yang benar saja?!"
"Aku tidak akan berbohong untuk barang berharga."
"Kalau begitu, bagaimana dengan ini." Aku membuka tasku dan berakting seolah-olah mengambil barang dari dalam tas. Namun kenyataannya aku sedang menyembunyikan kekuatanku di hadapannya. Aku mengeluarkan sebongkah emas. "Apakah ini bisa kugunakan sebagai pengganti uangnya?"
"Tentu saja bisa!" nampaknya tawaranku cukup menggiurkan.
Artex yang menyadari kekuatanku hanya bisa tertawa kecil atas kecuranganku.
"Apakah kau punya alat untuk memotong benda ini?" tanyaku. "Aku berpikir hanya akan membeli barang yang sedikit."
"Tunggu sebentar, aku akan mengambilnya." Dia pun pergi ke belakang pintu mengambil sesuatu untuk memotong emas ini.
Artex berbisik padaku "Apa tidak apa-apa menggunakan kekuatanmu untuk saat-saat ini? Apakah tidak ada efek sampingnya?"
Aku membalasnya dengan berbisik juga "Tenang saja. Aku melakukan ini untuk menutup kemungkinan aturan dari kekuatanku."
"Memangnya apa itu?"
"Aku perlu merusak benda yang kuciptakan untuk mempertahankan keberadaannya."
"Jadi kau ingin bilang benda itu akan menghilang?"
"Ya, jika hanya didiamkan selama tiga puluh menit dan bentuk dari bendanya tidak berubah."
"Kalau begitu semoga beruntung. Aku tidak akan menolongmu jika rencanamu gagal."
Tak lama kemudian, pria berbadan kekar kembali membawa sebuah pahat dengan palu. "Baik, ini dia pahatnya. Pecahkan saja emasmu di lantai. Aku tak ingin mengambil resiko jika melakukannya di atas mejaku."
Aku memecahkan bongkahan emasnya sekuat tenaga. Emas tersebut kubelah menjadi dua bagian dengan rasio satu banding tiga. Aku mengangkat bongkahan yang kecil "Apa segini cukup?"
"Memangnya kau mau membeli apa?" tanya si pria.
"Semua resep ramuan yang kau punya."
"Wow, wow." Nampaknya dia terlihat panik. "Aku tidak bisa menyerahkan barang berharga dari seorang penjual ramuan hanya demi sebongkah emas."
"Kalau begitu, aku akan memberimu ukuran yang besarnya. Bagaimana?"
"Kau tidak akan selalu bisa mendapatkan apa yang kau mau hanya dengan menambah nominal dari tawaranmu. Aku akan menyetujuinya jika kau memberiku barang yang lebih menarik."
Aku menghela napas, "Hah.... Sulit juga bernegosiasi. Baiklah, kalau begitu. Aku hanya akan mengambil beberapa resep darimu."
"Kuterima. Tapi kau hanya akan mendapat sepuluh resep dariku. Kau boleh memilih dari semua resep yang kumiliki."
"Tapi sebelum itu, aku ingin memastikan tidak ada orang lain yang mengetahui resep milikmu."
"Tenang saja," sahut Artex. "Aku jamin hanya dia yang mengetahui resepnya. Aku juga sudah menanyakan ramuan yang dia miliki kepada semua alkemis di kota lain."
"Bagaimana, kau setuju?" tanya si pria kekar.
"Baiklah, kalau begitu. Aku terima tawaranmu."
Setelah beberapa aksi negosiasi, aku memutuskan untuk membeli sepuluh resep dari ramuan yang dimiliki si pria kekar. Sebagian emasnya kusimpan beserta debu dan pecahan-pecahan kecilnya. Di antara resep yang kubeli, salah satunya ada yang bisa menghilangkan rasa sakit seperti yang Artex beli. Meskipun aku tak tahu apa kegunaannya dan alasan Artex membeli ramuannya.
...~Π~...
"Sampai jumpa, Warimo." Ucap Artex.
Setelah mengunjungi toko alkimia, kami kembali ke titik pertemuan kami dengan Virie. Dalam perjalanan, kami mengobrol sedikit tentang ramuan yang Artex beli.
"Hei, Artex. Untuk apa kau membeli ramuan itu?"
Artex menghela napas. "Meskipun aku bisa beregenerasi, aku masih bisa merasakan rasa sakit. Oleh karena itu aku meminum ramuan ini agar fokusku pada rasa sakit hilang saat dalam pertarungan"
"Oh, jadi begitu ya. Jika seperti itu, tidak ada gunanya bagiku membeli resepnya."
Artex hanya tersenyum kecil setelah mendengarku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments