Meriam Legendaris

Dengan insting petarung yang kuat, dia berlari ke arah kami sembari menggusur sabit besarnya itu. Aku mulai bersiaga dengan mengeluarkan sebuah tameng besi di tanganku lalu memberikannya kepada Zack. Dengan kekuatan Zack yang dapat mengeraskan benda, ia menahan serangannya menggunakan tameng itu.

Keadaan sangat ricuh. Zack yang terus menahan serangan sabitnya yang bertubi-tubi mulai merasakan bahwa ketahanan tamengnya saat ini mulai hancur. Seketika aku memberikannya lagi tameng, kali ini kulapisi dengan berlian agar lebih kuat. Membuat berlian cukup membutuhkan banyak natergy karena membutuhkan banyak karbon serta harus dipanaskan dengan suhu yang tinggi. Aku melakukan keduanya hanya dalam pikiranku, lalu tersalurkan melalui kekuatanku.

Kali ini si mayat mundur lalu mencopot gagang dengan bilah sabitnya lalu menancapkannya di punggung tangan kanannya seakan-akan itu adalah sebuah cakar besi. Kemudian dia maju kembali dan menyerang lagi. Serangan kali ini semakin cepat dan lincah. Zack makin kesusahan untuk melihat pergerakannya sembari menahan serangannya.

Di sisi lain aku sedang kebingungan mencari cara agar bisa membuat senjata mematikan yang dapat menghabisi musuh sekali serang. Trigger, barrel, grip, muzzle, clamber masih banyak yang tidak kuketahui. Eh, tunggu. Kalau bisa buat senjata praktis kenapa harus yang ribet?.

“Oi, Den! Bantu napa. Aku dah mulai ga kuat nahannya.” Teriak Zack.

Dengan bambu besar yang kubawa di tanganku, aku meminta Zack untuk mundur. “Mundur dulu Zack. Aku punya senjata legendaris di tanganku, dan sebaiknya kau ikut bantu.”

Zack menurut, ia segera menendang mundur lawannya lalu berlari ke arahku. Apa yang kubawa tidaklah sesuai dengan perkataanku yang barusan. Zack hanya melihatku membawa sebuah batang bambu yang besar, korek api, batu putih serta sebuah bola besi yang kuletakkan dalam ember. Ya, ini adalah perlengkapan untuk sebuah meriam bambu. Orang Sunda biasa menyebutnya ‘Lodong Karbit’.

Seperti namanya, bahan utama dari meriam ini adalah batu putih yang kubawa, yaitu karbit. “Zack, masukin batu ini ke lubang kecil di belakang. Terus masukin airnya juga nih di sakuku, jangan kebanyakan. Abis tu bakar pake korek api.” Selagi Zack menyiapkan bahan bakarnya, aku memasukkan bola besi ke mulut meriamnya.

Aku lupa untuk memberi tahu Zack untuk menyulutkan apinya sesuai aba-abaku. “Oke batunya udah dimasukin, sekarang tinggal dibakar. Siap-siap, Den.”

“Eh, Zack, tunggu dulu! Meriamnya belum dikasi penyangga! Oi jangan langsung dibakar!”

BOOOM!! Meriamnya meledak dan menembakkan bola besinya kepada si mayat di depan. Karena meriamnya berada di gendonganku, tanganku langsung gemetar karena tidak kuat menahan guncangan meriamnya.

“Aahhh... Zack, tanganku mati rasa. Mending langsung kita abisin aja mayatnya biar aku bisa balik ke rumah.” Keluhku.

“Yaelah lemah banget. Gitu doang langsung lemes.” Ejek Zack. “Yaudah sini bagi golok. Biar kucincang tubuhnya pake senjata keramat.”

Kubuatkan golok lalu kuberikan pada Zack. Dengan badanku yang lemas, aku hanya bisa duduk dan melihat Zack menghabisi mayat itu. Setelah selesai Zack mencincang lehernya, tiba-tiba mayat itu menghilang menjadi abu.

Tiba-tiba mayat yang serupa muncul lagi dari kuburan yang sebelumnya. “Wah, ini mah pengen dibantai lagi kayanya.” Ujar Zack sembari siaga untuk mengayunkan goloknya.

“Tunggu dulu!” potong si mayat, “ Aku sudah tak ada kewajiban untuk menghabisi kalian. Kalian lihat segel di tangan kananku yang sudah menghilang?”

“Mana gak ada?”

“Iya juga sih. Tapi sudahlah, yang penting aku sudah terbebaskan dari beban tanggung jawab ini. Sekarang kalian pergilah dari sini dan bawa sabitku agar aku bisa menolak perintah yang sama lagi dengan beralasan aku sudah tak memiliki senjata.”

“Beneran nih? Bukan tipuan kan?”

“Aku tak berbohong. Cepatlah keluar dari sini supaya aku bisa beristirahat lagi.”

“Oke deh aku percaya. Den, aku minta karung dong buat bawa sabitnya.”

Bukannya membuat karung, aku malah membuatkan Zack gerobak. “Lah buat apa gerobak? Aku kan mintanya karung.” Keluh Zack.

“Kau tau kan aku ga bisa gerak. Makanya aku bikin gerobak biar kau bisa bawa aku pake itu.” Ucapku.

“Yaudah sini biar kuangkat badanmu.”

“Ga usah. Aku bisa bangun sendiri kok.”

“Lah?”

“Oh iya. Kau tak usah repot-repot membawa sabitnya dengan kedua tanganmu. Cukup kau lemparkan saja ke atas. Kalau sabit itu menghilang, artinya dia menerimamu.” Sahut si mayat.

Tanpa aba-aba dan peringatan, Zack langsung melempar sabitnya ke atas. “Oke, biar kucoba.”

“Eh, Zack bentar! Gerobaknya belum dipindahin! Nanti aku malah ketiban!” teriakku karena panik takut sabitnya mendarat ke arahku.

Tak diduga, sabitnya hilang entah kemana dan tidak menimpaku. “Sip, bisa.” Ucap Zack.

“Dahlah, Zack. Aku udah ga kuat mental lagi. Sekarang dorong gerobaknya sampe rumahku dong. Pengen buru-buru istirahat aja.” Badanku yang terkujur lemas tak bisa berbuat apa-apa lagi.

“Siap, bos.”

“Satu lagi. Jika kau berkenan untuk kembali ke sini, panggil nama Maut saja. Dia akan membukakan portalnya untuk kalian.” Ujar si Mayat

Akhirnya kami keluar dari portal dan bergegas pergi ke rumahku. Di jalan, Zack mendorong gerobaknya dengan cepat. “Eh, Zack. Kok malah jadi seru ya naik gerobak kaya gini. Kaya naik mobil F1 aja.” Gurauku.

“Lawak kau! Gerobak kaya gini mana bisa secepat F1. Tanding sama motor jalanan aja kalah.” Ucap Zack.

...~Π~...

Setibanya di rumahku. “Eh, Den. Hari ini aku mau nginep lagi boleh ga?”

“Ngapain?”

“Kita main PS.”

“Oke, gas.”

“Bentar aku pulang dulu bawa PSnya.”

Selagi Zack pergi ke rumahnya, aku menyerap kembali energi gerobak yang tersisa sebagai energi tambahanku. Lalu aku masuk ke dalam rumah dan menyiapkan ruang tamu untuk nanti bermain.

20 menit berlalu, Aku selesai menyiapkan ruangannya dan Zack tiba di rumahku dengan PS di tas yang dibawanya.

Seperti biasa, kami selalu bermain bola setiap kali Zack membawa PS ke rumahku. Kali ini giliranku yang akan mencetak gol. “Gocek, gocek. Oper. Shoot, dan.... Gooooll!! Wis. Calon-calon Ronaldo ini.” Gurauku sembari menyenggolnya.

Zack yang terlihat kesal langsung menekan tombol reset. “Dahlah maen Mortal Kombat aja.”

Aku tertawa melihat kekesalan Zack. Selagi menunggu gamenya dimulai, aku pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan. “Oh iya. Tadi kan kau beli ayam. Boleh minta sepotong ga?”

Zack langsung terdiam kaku setelah mengingat bahwa ayamnya ketinggalan saat di pemakaman tadi. “Eh.... Ayamnya ketinggalan di tempat tadi.”

Aku yang ikut terkejut mendengarnya, langsung berubah pikiran untuk memasak ayam. “Yaudah aku masak mie aja biar simpel.”

...~Π~...

Di pemakaman.

Si mayat yang tidak menyebutkan namanya menemukan kresek berisikan sesuatu. “Apa ini? Mungkin barang yang dibawa dua bocah tadi kesini.”

“Buang saja. Lagi pula kita tidak membutuhkannya kan.” Sela Maut.

Dia pun membuangnya keluar portal dan dagingnya dimakan oleh seekor anjing.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!