"Selanjutnya kita akan pergi kemana?" tanyaku pada Virie.
"Hari menjelang malam, alangkah baiknya kita beristirahat dulu di suatu tempat. Aku berbicara pada Zono untuk mampir ke Kota Compass."
"Zono? Siapa Zono?"
"Kusir yang bersama kita."
Akhirnya kami masuk ke kawasan kota mencari sebuah tempat untuk beristirahat. Saat berjalan, aku merasakan kesepian dari kota ini. Hanya sedikit orang yang nampak di mataku. Mungkin karena mereka sudah pulang ke rumahnya masing-masing.
Kini kami sudah sampai di sebuah tempat yang diduga sebuah penginapan. Aku berpesan kepada Virie untuk masuk duluan "Kau masuk saja dulu. Aku ingin mencari perpustakaan di sekitar sini."
Virie menjawab, "Kau tak usah mencari segala. Perpustakaan di sini ada di sebelah tempat ini. Maju ke depan dan kau bisa menemukannya."
"Oh, oke-oke. Kalau begitu, nanti kususul kau." Aku berjalan mendekati perpustakaan yang dimaksud. Saat melihat dari luar, ternyata benar ini sebuah perpustakaan. Semua dinding luarnya dipenuhi dengan kaca dan jendela. Terlihat jelas lemari buku yang berjajaran di hadapanku.
Aku mencoba membuka pintu. "Permisi." Lalu aku melihat seseorang yang tengah tertidur di meja sebelah kanan. Aku terkejut dengan keadaannya yang membiarkan keamanannya terbuka. Bagaimana kalau tempat ini kemalingan?
Kemudian aku mencoba untuk membangunkannya dengan menepuk-nepuk tangannya. "Permisi, hey!" tetapi nampaknya dia tidak meresponnya. Kini aku mendekatkan suaraku agar terdengar olehnya. "Maling! Maling! Ada maling di perpustakaan!"
"Hah? Apa?" dia kaget dan langsung bangun. "Maling? Mana malingnya?"
Aku tertawa kecil. "Ah, maaf. Aku hanya ingin membangunkanmu. Aku ada perlu sesuatu kesini."
"Oh, tunggu sebentar. Biarkan aku mencuci mukaku terlebih dahulu." Setelah dua menit menunggu, akhirnya dia kembali. "Maaf atas ketidaksopananku."
"Ah, tidak. Aku juga sering berjumpa dengan orang-orang sepertimu di tempatku."
"Jadi, ada perlu apa kau datang kesini?"
"Saat ini aku sedang tertarik untuk membaca buku, dan kulihat rak-rak milikmu penuh dengan buku. Bolehkah aku membacanya sebagian?"
"Tentu saja boleh! Apa gunanya perpustakaan jika tidak memperbolehkan bukunya dibaca. Silakan lihat-lihat buku yang kupunya."
"Maaf, tapi aku tidak punya banyak waktu saat ini. Bolehkah kau memanduku untuk mencari buku tentang persenjataan?"
"Oh, tentu saja! Mari ikuti aku." Dia menuntunku ke sela-sela antara lemari. Terus menuju ke dalam melewati banyak tumpukan buku. Sebenarnya berapa dalam tempat ini sampai jauh sekali kami berjalan. "Di sini buku tentang persenjataan. Tapi aku tak yakin dengan macam senjatanya berapa banyak. Yang kutahu, di sini ada buku tentang pedang, zirah, perisai, meriam, alat pertanian, alat—"
"Ya, ya. Aku akan memilihnya sendiri. Akan lebih seru jika kita mengeksplornya sendiri."
Dia tersenyum. "Baiklah kalau begitu, aku akan pergi ke lobby lagi. Jika kau menemukan buku yang pas, baca saja di sana. Sudah tersedia kursi dan meja untuk bersantai."
"Ya, terimakasih!" Kulanjutkan dengan mencari buku yang menarik untuk dibaca. Saat melihat sampul bagian sampingnya, aku langsung kaget karena aku melihat hal yang tak biasa untuk diterima. Pantesan Virie ga ngerti tulisan kutulis di papan. Lagian tulisan yang mereka pake bukan huruf latin, tapi malah aksara Sunda, pikirku.
Pada akhirnya aku membawa buku yang berjudul '
'. Aku tahu buku ini berjudul demikian karena semasa SD aku pernah tiga minggu belajar tulisan ini. Yah, meskipun aku mendapat pengajaran yang cukup terlambat karena habis pulang dari kemah pramuka, aku masih bisa menyaingi mereka dengan menjadi yang termahir di antara teman sekelasku.
Kesampingkan dulu masa lalunya. Di sini aku ingin mengambil jurusan Farmasi dadakan. Kira-kira bahan kimia yang ada di dunia ini sama atau beda dengan yang ada di duniaku.
......~Π~......
Meskipun aku mahir dalam menulis aksara Sunda, di sini aku kesulitan membacanya. Memang dari dulu kemampuanku dalam membaca sangatlah lemah. Walau begitu, aku sudah merampungkan beberapa halaman meskipun tidak yakin semua isinya dapat kupahami.
Saat kulihat keluar jendela, aku terkejut karena hari sudah malam. Apa yang dikatakan guruku benar adanya, membaca membuatmu lupa dunia. Waktu tak bisa menghentikanmu untuk terus mencari ilmu.
Aku bergegas menyimpan kembali bukunya tetapi aku lupa dimana buku ini berasal. Aku berniat menanyakannya pada pustakawan. "Anu, permisi! Duh, siapa ya. Mas!"
"Noah. Namaku Noah Avantie." Jawabnya.
"Ah iya, Noah. Bisa tolong kau memberitahuku letak buku ini berasal. Aku lupa dengan belokannya."
"Mudah saja. Kau tinggal berjalan menuju lorong 'wa' lalu cari lorong 'we' dan kau sampai."
"Baiklah, terima kasih."
......~Π~......
Setelah keluar dari perpustakaan aku segera menuju penginapan yang berada di samping. Setelah sampai di sana, aku mendapati Zono yang sedang duduk melamun di salah satu kursi. Aku menghampirinya dengan maksud ikut campur. "Ada apa, Mas Zono?"
"Zono saja." Balasnya. "Umurku hampir sama dengan putri Virie dan mungkin juga denganmu. Lagipula aku bukan keturunan bangsawan yang berhak diperlakukan seperti mereka. Begitu juga dirimu."
"Ah, ooke. Kalau begitu, sedang apa kau duduk di sini?"
"Aku sedang memikirkan kereta kuda kita yang bermasalah."
"Memang ada masalah apa?"
"Saat tadi aku pergi ke luar untuk memeriksa kudanya, sekalian aku memeriksa keretanya juga dan mendapati rodanya yang sudah rusak akibat guncangan di jalanan."
"Memangnya tidak ada roda ganti?"
"Hei! Coba pikirkan bagaimana aku bisa menaruh roda cadangan jika di dalam kereta dipakai untuk orang-orang!"
"Wowow.... Tenang-tenang. Kan kau bisa menaruhnya di bawah keretanya, atau di atas, atau juga di belakangnya."
Zono terlihat kaget. "Benar juga. Kenapa dari dulu keluargaku tidak pernah melakukan hal seperti ini?" Kemudian ia berdiri tanpa maksud. "Tolong maafkan aku atas sebelumnya. Aku akan pergi ke luar mencari roda pengganti untuk membayar kesalahanku."
"Tunggu. Kau akan pergi mencari ke toko-toko yang ada di kota ini?"
"Betul. Memangnya kenapa?"
"Sudahlah, tidak usah repot-repot. Biar aku saja yang memperbaikinya. Lagipula hari sudah malam dan semua orang sudah bersiap untuk tidur. Juga Virie tidak ada yang menjaganya, kau pergi saja ke kamarnya untuk menemaninya."
"Baiklah kalau begitu. Tapi, bagaimana caraku agar bisa membantumu?"
"Hmmm...." Aku memegang daguku. "Bilang saja pada Virie untuk tidak mengkhawatirkanku. Katakan saja aku sedang ada urusan dan akan tidur di kereta malam ini."
"Eh, tunggu dulu! Kau akan tidur di kereta?!"
"Ya, memangnya kenapa?"
"Sebagai pelayan kerajaan, aku tidak boleh membiarkan orang sepenting kau tidur di tempat yang tidak layak."
"Ah, tenang saja. Di duniaku aku sering tidur di lapangan yang luas dengan temanku. Bahkan kadang hanya beralaskan batu dan diselimuti daun pisang."
"Tetapi tetap saja—"
"Sudahlah." Aku memotong Zono "Kau tinggal jaga saja Virie. Tak usah khawatirkan aku." Aku bergegas pergi ke luar penginapan dan menuju bagian luar kota untuk menemui kereta kuda yang kami pakai.
...~Π~...
Memang benar apa yang dikatakan Zono, roda bagian kanannya terlihat retak. Meskipun aku bisa mengubah bentuk suatu benda, mustahil bagiku untuk mengubah sesuatu yang bukan hasil kreasiku. Yah, mungkin aku akan membuat yang serupa untuk memperbaikinya.
Kubuatkan beberapa potong kayu yang ukurannya mirip dengan roda keretanya. Tidak lupa paku dan palu untuk merekatkan kayunya. Kulakukan hal ini karena kekuatanku memiliki aturannya sendiri. Semua benda yang kubuat akan hilang setelah tiga puluh menit kemudian. Namun, jika mengalami kerusakan sebesar 10% atau mengalami perubahan bentuk secara manual, maka bendanya tidak akan menghilang kecuali bagian yang hilangnya ditambal dengan sesuatu.
Semua kayu yang telah kusiapkan sekarang siap untuk dibentuk menjadi roda. Potongan demi potongan kusambungkan dengan memalunya. Khusus untuk bagian paling luar aku harus membengkokkannya terlebih dahulu hingga bulat, dan akhirnya rodanya telah jadi. Siap untuk dipasangkan.
Setelah selesai memasang roda, aku menambahkan sesuatu di bagian belakang kereta untuk menggantungkan roda yang rusak dengan tujuan agar nanti diperbaiki. Setelah itu, aku membuat tenda di samping kereta kuda karena tahu jika tidur di dalam kereta tidak akan nyaman bagiku. Tendanya kubangun sama seperti roda agar tidak hilang dalam tiga puluh menut.
Semuanya telah selesai, dan sekarang saatnya tidur.
...~Π~...
Saat aku membuka mataku, hal yang pertama kulihat adalah jeruji besi. "Lah dimana ini?!!" teriakku.
"Berisik!" bentak seseorang dari sisi lain dari jeruji ini.
"Bajingan! Dimana ini woi!"
Tiba-tiba orang yang di luar memukul jeruji dengan pedang. "Diamlah, atau kubunuh kau!"
Aku mencoba ingin mengintimidasinya namun baru sadar bahwa kedua lenganku telah diikat. Mungkin sebaiknya aku menyerah dulu dengan keadaanku saat ini. Lagipula aku tidak bisa membuka ikatannya.
Kulihat sekitar banyak orang yang tangannya juga diikatkan ke belakang. Banyak dari mereka yang memiliki memar di sekujur tubuhnya. Pakaian yang mereka kenakan sudah compang-camping dan kotor.
"Tidak ada gunanya kau memberontak." Sahut salah seorang yang berada di belakangku.
"Apa maksudmu?" balasku.
"Tidak akan ada yang tahu kita dikurung di sini. Bahkan aku pun tidak tahu ini dimana."
"Maksudnya?"
"Kita telah diculik dan dijadikan seorang budak."
"Budak? Ternyata HAM masih belum ditegakkan di sini."
"HAM? Apa maksudmu?"
"Ah, tidak. Lupakan saja." Aku langsung membuat belati kecil lalu berbisik padanya. "Ngomong-ngomong, bisakah kau membantuku melepaskan talinya? Ambillah belati yang ada di tanganku ini."
"Tunggu! Bagaimana kau bisa mempunyai senjata?" balasnya sambil berbisik.
"Ssst. Tidak usah dipikirkan. Bisa tolong lepaskan sekarang?"
"Tapi lenganku juga diikat kan. Bagaimana caranya aku memotongnya?"
"Biarkan aku memotong talimu terlebih dahulu. Berbaliklah." Kemudian aku memotong talinya dengan menyodorkan tanganku ke arah samping dan mendekatkannya sedekat mungkin agar lebih mudah. Setelah kupotong talinya, kini giliran dia untuk memotong tali yang mengikat lenganku.
"Sekarang apa rencanamu?"
"Tunggu dan lihat saja." Aku berdiri mendekati jeruji dan menyentuhnya. "Ehem. Permisi, Om. Bisa bukakan pagar ini?"
"Cerewet sekali kau ini!" saat penjaga berbalik, dia langsung kaget melihatku yang sudah bebas. "Hei! Bagaimana caramu lepas dari ikatannya?!"
"Berisik!" aku langsung menusuknya dengan bambu runcing yang kubuat dengan tangan yang satunya.
"Arrgh!" pria itu meringis kesakitan. "Sialan, ternyata kau seorang spell caster!"
"Hei! Apa yang kau lakukan! Kau akan membunuhnya!" teriak orang yang di belakangku.
"Sudahlah. Lagipula di sini tidak ada yang undang-undang yang melarang untuk menyiksa manusia. Untuk apa mengasihani orang yang lebih dulu menyiksa kita."
"Tak akan kubiarkan kau—" pria yang kutusuk memuntahkan darah.
Kutambah siksaannya jadi lebih parah. Bambu kedua kutusukkan tepat di samping bambu pertama. Lukanya semakin parah, dan akhirnya dia mati.
"Aahh!" orang yang tadi kelihatan histeris sekali. "Bagaimana ini! Kita telah membunuh seseorang. Aku tidak ingin menambah dosaku lebih banyak lagi."
"Tenanglah. Yang membunuhnya hanya aku sendiri. Di tempat asalku kejadian seperti ini dianggap sebagai penyelamatan diri, yah meskipun hanya berlaku di tahun 1800 ke belakang." Kemudian aku menarik bambunya sekaligus si penjaga. Karena sedari tadi aku sadar dia yang memegang kuncinya, makanya aku memberanikan diri untuk memberontak.
Kubuka jeruji ini dan lekas ke luar sel. "Kalian yang ingin bebas dari tempat ini silakan keluar dari sini. Namun jika ada yang ingin menetap, akan kukunci lagi tempat ini." ucapku pada semua orang yang berada di dalam sel.
Semua orang buru-buru keluar dari penghalang jeruji. Saat salah seorang melewatiku, "Tunggu dulu. Biar kulepaskan ikatanmu terlebih dahulu." Kupotong semua tali yang mengikat lengan mereka.
"Terimakasih, kawanku. Kami tidak akan pernah melupakan jasamu ini." Ucap yang tadi membantuku.
"Sama-sama, tapi aku bukan kawanmu."balasku
Lalu orang yang terakhir ini adalah gadis kecil. Dia berdiam diri di hadapanku. Tidak maju selangkah ke depan meminta untuk dibebaskan. "Dari kecil aku selalu sendirian dan dikucilkan. Orang yang mengurusku meninggal dan tetangganya malah mengusirku dari desa." Ucapnya.
"Lalu? Apa ada hubungannya denganku?"balasku.
"Kumohon! Izinkan aku mengikutimu. Aku berharap ada yang melindungiku meskipun sebatas menjagaku dari orang jahat. Aku tak ingin lagi berada dalam kesepian yang abadi."
Aku membungkukkan badanku. "Pemilihan majasmu memang bagus, tetapi saat ini aku sedang melakukan perjalanan yang tidak jelas arah tujuannya. Lebih baik kau cari saja orang yang lebih bisa menjagamu daripada aku."
"Tidak mau! Terakhir kali aku perlindungan mereka, mereka malah melemparku ke dalam penjara ini."
"Akan berbahaya jika kau ikut denganku. Kita tak tahu bahaya macam apa yang menunggu di luar sana."
"Aku tidak peduli! Setidaknya aku bisa membantumu. Aku akan membawakan semua barang-barangmu agar kau tidak kelelahan."
"Oke setuju." Jika menerima bantuan dengan cara seperti ini, rasanya malah aku yang jadi penjahat sebenarnya. "Sebelum keluar, aku ingin mencari tasku terlebih dahulu. Kau boleh keluar duluan, aku akan menyusul."
"Tidak, aku ingin mengikutimu kemana pun kau pergi."
...~Π~...
Semua sudut ruangan ini sudah kami cari namun masih belum kunjung ketemu. Hingga akhirnya kami menyerah. "Sudahlah, aku menyerah. Yang sudah tiada biarkanlah berlalu."
"Jangan menyerang dulu. Sebentar lagi kita cari mungkin akan ketemu."
"Yasudah kau cari saja di sini. Aku akan pergi ke atas." Setelah sampai di atas lalu melihat lemari, akhirnya aku menemukan tasku. "Wooohhh! Akhirnya ketemu!" teriakku.
Gadis yang di bawah segera naik ke atas. "Hore! Akhirnya ketemu juga."
"Kalau begitu, mari kita keluar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments