Berkumpulnya Para Penyelamat Bumi

Setelah dipikir-pikir lagi, aku masih belum bisa percaya bumi akan mengalami invasi dari makhluk asing, juga mereka akan menguasai bumi ini. Kehidupan yang damai ini, akankah berakhir sampai saat ini.

...~Π~...

Seperti kemarin, aku pergi ke sekolah menyusuri jalan setapak menuju ke sekolah. Melewati berbagai gang dan jalan pintas agar cepat sampai. Di jalan aku dikagetkan oleh seseorang dari belakang. Ia berteriak kepadaku. “Oi, Den!” dia menepuk pundakku dengan keras.

Aku kaget sekaligus kesakitan karena tamparannya. “Apa-apaan nih tiba-tiba mukul gini.”

“Oh, maaf. Aku cuman pengen bales yang kemarin aja.” Ternyata pembalasan untuk yang kemarin yang kulakukan padanya.

... ~Π~...

Sesampainya di kelas...

Hari ini sama seperti kemarin. Kami langsung belajar tanpa basa-basi. Tetapi ada hal yang sedikit berbeda. Sepuluh menit kemudian datang Pak Aryo, wali kelas kami. Ia mendapat info dari kepala sekolah bahwa kepala sekolah mendapati peringatan dari seseorang beraura gelap. Ya, sama halnya seperti yang kemarin kualami.

Entah mengapa setelah Pak Aryo mengatakan hal tersebut, ada beberapa murid yang bertanya seperti apakah kau juga mengalaminya?. Aku bertanya apakah ada yang janggal dengan kelas ini seolah sudah ditakdirkan untuk menempuh nasib yang sama.

Pak Aryo memberitahu kepada kami bahwa siapa yang mengalami hal seperti kepala sekolah agar berkumpul di kelas setelah jam pelajaran terakhir selesai.

...~Π~...

5 jam telah berlalu.

Setelah jam pelajaran terakhir selesai dan bel pun berbunyi, sebagian anak-anak di kelas langsung keluar dan menyisakan sepuluh orang termasuk aku dan Zack.

Kemudian Pak Aryo datang ke kelas tiga menit setelah bel berbunyi. Dia berdiri di depan kelas bersama kepala sekolah. Ia bergumam sambil menggigit jarinya, “Hanya sepuluh orang ya... Sedikit sekali.”

“Seperti yang tadi pagi Pak Aryo katakan, aku mendapat pengumuman dari seseorang tentang kehancuran bumi, dan kalian yang berada di sini mengalami hal yang serupa. Maka dari itu aku ingin kalian bekerja sama untuk mencegah hal itu terjadi.” Ucap kepala sekolah.

Salah seorang murid bertanya, “Permisi, izin bertanya. Mengapa kita harus melakukan hal itu? Lalu kenapa harus kita yang terpilih?”

Bu kepala sekolah menjawab, “Untuk yang pertama, kita melakukannya agar bumi tidak hancur oleh makhluk asing. Aku juga tidak tahu mengapa harus kita yang terpilih sebagai penyelamat bumi. Yang pasti kita harus menjaga bumi ini agar tetap utuh.”

Kemudian Zack ikut bertanya, “Jika kami memang orang yang terpilih dan harus melakukannya, apakah ada sanksi bagi orang yang menolak untuk berpartisipasi dalam penyelamatan bumi?”

Bu kepala sekolah kembali menjawab, “Aku tidak melarang bagi orang yang tidak ingin ikut berpartisipasi. Tetapi aku memberi fasilitas bagi orang ikut. Aku tak memilliki wewenang untuk mengharuskan atau melarang seseorang untuk ikut. Kalianlah yang berhak menentukan pilihan kalian.”

Untuk pertanyaan yang terakhir, giliranku yang bertanya, “Fasilitas apa yang akan diberikan jika kami ikut?”

Kepala sekolah tersenyum seakan-akan dia sedang menunggu pertanyaan ini. “Ketahuilah anak-anakku. Fasilitas yang kuberikan tidaklah sama dengan apa yang disediakan oleh orang tua kalian di rumah, bahkan lebih mewah. Setiap bulannya kalian akan menerima satu juta rupiah, lalu surat dispensasi untuk setiap kalian pergi beraksi, dan nilai minimum untuk setiap ulangan akan dikurangi sampai kalian lulus dari sekolah ini.” Beliau berkata dengan ambisius.

Kemudian Pak Aryo meneruskan, “Lalu untuk setiap harinya kalian diberikan persediaan makan dari kantin kita secara cuma-cuma.”

Bu kepala sekolah melanjutkan, “Maka dari itu, siapa yang tidak ingin ikut silakan meninggalkan kelas. Kuberi kalian waktu lima menit untuk menentukan pilihan kalian.”

Keheningan dimulai. Semua orang sedang berpikir untuk menentukan pilihan mereka. Untuk pilihanku, sudah pasti aku ikut. Siapa yang bisa menolak uang satu juta yang dikirim tiap bulannya, juga makan gratis tiap harinya.

Lima menit telah berlalu. Kulihat semua orang masih diam di kelas, yang artinya mereka semua ikut.

“Baguslah kalau semuanya ikut. Aku ingin mengatakan hal penting yang terakhir. Kalian akan menerima pelatihan dengan Pak Aryo setiap harinya setelah pulang sekolah. Aku tak mau ada seseorang yang menyesal atas pilihannya,” Bu kepala sekolah berkata, “Kalau begitu, cukup sekian. Rapat dibubarkan.”

...~Π~...

Semua orang keluar termasuk aku dan Zack. “Eh, Den. Aku ga nyangka kau juga ikut terlibat. Saat pertama kali bertemu dengan orang itu akupun kaget dan ketakutan. Tetapi setelah kuperhatikan, pandangan burukku terhadapnya hilang. Aku menyadari dia orang yang sangat berwibawa dan punya pengaruh besar terhadap dunia.”

Berwibawa? Aku tidak berpikir demikian. Kupikir dia hanyalah seorang monster yang senang menyiksa makhluk hidup. Dengan menyembunyikan pandangan burukku, aku berkata, “Ya. Aku juga setuju.”

...~Π~...

Sesampainya di luar gerbang, kami melihat ada sesosok monster sedang berjalan di tepi jalanan. “Kau lihat itu? Apa ini yang dimaksud Pak Aryo?” tanya Zack.

“Kayanya iya. Mending kita samperin dulu.”

Dilihat dari dekat, monster itu tingginya sama seperti kami. Dia memakai zirah prajurit yang sudah koyak. Tetapi anehnya tidak ada karat sedikitpun di zirah hitamnya.

Menyadari kami sedang membuntutinya, dengan segera dia mencabut pedangnya dari sarung pedang lalu menghunuskannya pada kami. “Oh, jadi kalian bisa melihatku ya. Jadi kalianlah manusia yang terpilih sebagai pahlawan. Menggelikan sekali melihat dua pahlawan baru akan mati di hadapanku.”

Dia mengayunkan pedangnya pada kami sambil berkata, “Sayang sekali hidupmu singkat, Nak. Tak memiliki pertahanan apapun untuk menyelamatkan diri.”

Dengan sigap aku bergerak ke depan dan mengeluarkan batang besi di tanganku. Kutangkis pedangnya dengan pipa besi. Kusadari bahwa pedang itu berat sekali sampai aku hampir tidak bisa menahannya. Kutendang badannya untuk membuat jarak.

Di lain sisi, Zack terlihat santai melihat kami bertarung. Dia maju ke depan dan mengambil batang besi yang ada di tanganku. Dengan serius, dia memukul orang itu dari samping dan membuatnya terjatuh. Dia berteriak kepadaku, “Den, sini cepetan. Kita gebugin dia sampe dia kesakitan.”

Aku kaget mendengar hal itu. Hal yang kuanggap serius malah dijadikan guyonan baginya. Tanpa berpikir panjang aku langsung membuat sebatang pipa besi lagi dan ikut memukuli orang berzirah itu.

Kami berdua memukuli orang berzirah itu dengan pukulan bertubi-tubi hingga akhirnya Zack yang terakhir kali memukulnya, seketika dia menghilang menjadi partikel-partikel debu. “Wah, anjir. Kok ilang ya.” Hal tersebut membuat Zack kebingungan. Mungkin inilah akibat jika monster mati. Mereka menghilang dengan berubah menjadi debu.

Kami pergi dari tempat kejadian dan segera melaporkannya kepada Pak Aryo. Dia mengatakan bahwa benar monster itu adalah yang dimaksudnya tadi.

Setelah itu kami pergi pulang. “Eh, Den. Kok bisa ya kau punya besi gitu. Padahal tadi kuliat, ga ada pun besi di jalanan.”

“Ya, gimana ya. Aku bingung jelasinnya gimana. Besok kau akan tau saat pelatihan.”

Zack makin heran dengan perkataanku yang ambigu ini. Mungkin di dalam benaknya ia berpikir kalau aku ini seorang pesulap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!