Tian menyandarkan tubuh di kursi kerjanya.
Sejak pagi ia sudah memeriksa sekaligus menandatangani beberapa dokumen yang memerlukan tanda tangannya, sementara jam Rolex keluaran terbaru yang melingkar dipergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul tiga sore.
Hari ini, bisa dibilang Tian nyaris tidak beranjak sedikit pun dari ruangannya karena bahkan saat jam makan siang, ia melakukannya di dalam ruang kerjanya.
Tian sengaja meminta Vera sang sekretaris untuk memesan makan siang untuknya dan Rudi agar mereka tidak perlu membuang waktu, sehingga alhasil tumpukan dokumen-dokumen penting berisi beberapa kontrak kerja beserta te tek bengeknya yang terbengkalai kurang lebih dua hari ini sudah tersusun tidak beraturan diatas meja kerja Tian.
Tian menekan interkom yang ada diatas meja.
“Iya, Pak ...?” suara vera diujung sana terdengar sigap saat menyapa.
“Vera, tolong sampaikan kepada Rudi agar secepatnya kembali keruangan saya sekarang,”
“Baik, Pak.”
Setelah pembicaraan singkat itu usai, Tian kembali menyandarkan tubuhnya lagi, kali ini sambil memejamkan matanya sebentar, mengusir lelah yang menggerogoti sekujur tubuh beserta pikirannya, namun tak disangka begitu sepasang matanya terpejam sesaat, seraut wajah polos Arini tiba-tiba saja melintas dibenaknya.
Beruntung suara ketukan pintu ruangan yang disertai bunyi pintu terbuka serta merta mengembalikan kesadaran Tian, sehingga matanya yang tadi sempat terpejam sontak terbuka.
Rudi terlihat berjalan mendekat menuju meja Tian.
“Pak Tian memanggil saya?”
Tian mengangguk kecil. “Tolong sortir dan susun semua dokumen yang sudah saya periksa dan saya tanda tangani, lalu pisahkan dengan yang belum.”
“Baik Pak.”
Dengan sigap Rudi langsung mengerjakan titah sang bos besar, yakni membereskan dokumen-dokumen yang berserakan tak beraturan diatas meja, kemudian mengumpulkannya satu persatu dan menyusunnya.
Tidak butuh waktu lama bagi Rudi untuk mengerjakan hal yang sepele itu, sementara Tian hanya mengawasinya sambil bersandar di kursi.
“Rudi ..."
“Iya Pak?” Rudi mendongak sejenak.
“Setelah semua itu selesai tolong, tolong perintahkan seorang OB untuk membersihkan kamar pribadi saya. Malam ini saya akan menginap.”
Rudi yang mendengarnya sejenak mengerutkan alis, tapi sedetik kemudian ia langsung mengangguk takjim.
”Baik Pak. Apa ada lagi yang Pak Tian butuhkan? Makan malam misalnya?”
“Tidak perlu. Untuk hal itu biar nanti saya yang akan mengurusnya sendiri ..."
“Baik Pak.”
Rudi mengangguk lagi meski dalam hati tetap bertanya-tanya, tentang mengapa Pak Tian memilih tidak pulang malam ini.
'Bukankah pengantin baru biasanya akan sangat betah bersama-sama sambil menikmati kemesraan..?'
Bathin Rudi, mengingat Pak Tian yang selama ini dikenalnya merupakan sosok lelaki yang cukup murah hati pada setiap teman wanitanya.
So, rasanya menjadi sedikit aneh kalau melihat Pak Tian yang tiba-tiba tidak bersemangat untuk seorang wanita yang notabene adalah istrinya yang sah meskipun pernikahan mereka tertutup oleh khalayak dan hanya merupakan hasil perjodohan semata.
'Jangan-jangan mereka bertengkar ...'
Rudi kembali membathin.
Bunyi interkom diatas meja kerja Tian membuyarkan keheningan.
Tian menekan tombol untuk menerimanya. “Iya, Ver?”
“Nona Helena ada di jalur satu Pak, apa Pak Tian mau menerimanya?” suara Vera terdengar diseberang.
“Tidak.” jawab Tian, spontan.
“Tapi sejak pagi nona Helena sudah menelpon berkali-kali, Pak."
Mendengar itu Tian malah mendengus kesal. “Bilang saja saya tidak ada.”
“Baik, Pak.”
“Vera ...” panggil Tian kemudian.
“Iya, Pak?”
“Kalau Helena atau wanita lainnya menghubungi saya lagi, katakan saja saya sedang keluar kota.”
“Baik Pak.”
Tian menaruh kembali gagang interkom seraya menghempaskan napasnya kasar, memijit keningnya lagi seperti biasa.
‘Helena ... Mau apa lagi sih wanita itu ...?'
Bathin Tian yang hanya bisa menelan kekesalannya.
Seharian ini Helena adalah salah satu dari sekian banyak penyebab otak Tian menjadi semakin pusing.
Akhir-akhir ini artis muda yang sedang naik daun itu secara terang-terangan tak kunjung berhenti mengganggunya via telfon, sms, maupun whatsapp.
Berusaha keras menggoda Tian dengan segala bujuk rayu hanya demi mengemis agar bisa bertemu dan menghabiskan malam seperti malam panas yang pernah mereka lewati diwaktu sebelumnya.
Wanita itu seolah tidak pantang menyerah, meskipun Tian sudah mengacuhkannya berkali-kali bahkan sejak beberapa minggu terakhir ini.
Huuhff ...
Selalu seperti ini ...!
Terjebak one night stand yang bergairah dengan seorang wanita, namun sedikitpun tidak bisa meninggalkan kesan apa-apa selain hanya menambah beban persoalan, karena setelah semua yang terjadi para wanita itu pasti akan menjadi seperti orang yang tidak waras, yang dengan gigih mengejar-ngejar perhatiannya, seolah malam panas yang disertai hadiah mewah yang sudah Tian berikan sebagai imbalan atas kepuasan sesaat, tidak pernah cukup memuaskan hasrat dan angan wanita-wanita itu untuk kembali bermimpi bisa mengulang kemesraan.
Sebuah komitmen tidak akan pernah ada di kamus seorang Sebastian Putra Djenar, maka pantang pula baginya untuk kembali bersama dengan seorang wanita yang sama, apapun alasannya, no way.
Tian memutar kursinya kearah dinding kaca yang ada disebelahnya. Meraih remote kecil disudut meja dan menekannya, perlahan tirai yang menghalangi kaca itu terbuka.
Pandangan Tian langsung membentur ke sebuah kubikel kosong yang berada tepat diseberang, dan termanggu untuk beberapa saat sambil menerka-nerka apa yang sedang dilakukan pemilik kubikel itu nun jauh di sana.
Tian pusing memikirkan langkah apa yang harus ia ambil dalam menjalani pernikahannya dengan Arini.
Memikirkan bagaimana caranya mewujudkan untuk keinginan Saraswati, sang skenario ulung dibalik drama pernikahannya dengan Arini, perihal pewaris keturunan Djenar yang menjadi target utama dari pernikahan konyol tersebut.
Jika Tian terkesan memperlakukan Arini dengan dingin, itu semata-mata karena Tian sendiri belum yakin tentang bagaimana menyikapi semua keadaan.
Bagaimana caranya ia menjalani hubungan pernikahan tanpa harus membawa komitmen didalamnya, sementara disisi lain ada kesepakatan perjanjian yang sudah ada sejak awal.
Entahlah ...
Yang jelas Tian benar-benar merasa ragu untuk memulai langkah apapun dengan wanita yang bernama Arini Ramdhan, yang tak lain adalah istrinya itu.
Ada sesuatu yang seolah terus menahan hatinya, yang tidak bisa Tian jelaskan.
Seperti sebuah keraguan besar, karena semua yang ada pada diri Arini sepertinya sangat bertolak belakang dengan cerminan semua wanita yang pernah bersamanya selama ini.
Rudi yang ternyata telah selesai menyusun semua dokumen diatas meja ikut terpaku menatap bosnya yang sedang hanyut dalam lamunan.
Merasa tidak nyaman untuk menyela, akhirnya Rudi memutuskan untuk mundur perlahan, memilih duduk di sofa yang ada disudut ruangan, menunggu dengan sabar akan instruksi selanjutnya dari sang Ceo yang sampai sekarang masih tenggelam dalam pikirannya sendiri ...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Dinda Kharisma
duh laki nya dah biasa celap celup..eeh s istri mati²an jga kesucian..
2022-09-04
1
Marlida Yusuf
mungkin kalau ayah Arini meninggal baru arinibebas dari perjodohan dan pergi
2022-01-26
1
sri hasan basri, S.Pd.
laki2 hobi celap celup aja sombong.....bangga biasa ganti2 wanita setiap bikin dosa, setiap wanita yg pernah berzinah dg tian cantik semua tidak seperti arini yg sederhana kerena memang miskin, tpi pasti tersegel, ug biasa dipake tian sisa orang, barang rongsokan. itu aja bangga cuma jdi laki pendosa...ampun dunua mau kiamat.
2021-11-15
2