Sudah sekitar setengah jam yang lalu setelah kepergian Tian, dan Arini masih duduk diam terpaku didepan meja makan minimalis yang letaknya bersebelahan persis dengan dapur modern yang ada di apartemen Tian.
Sepasang matanya memandang dua buah kartu yang baru saja diberikan oleh suaminya, yang tergeletak bisu diatas meja.
Tepat disebelah kedua kartu tersebut ada nasi goreng dan telur omelet yang masih utuh, bahkan gelas kopi yang sempat diseruput oleh Tian masih tergolek bisu ditempatnya semula. Ketiganya telah mendingin seiring waktu.
Arini menatap semua itu berganti-ganti.
Perlahan tangannya terulur meraih piring berisi nasi goreng telur dan menyendoknya sedikit, menyuapinya kedalam mulut, dan mulai mengunyah perlahan.
Menyendok lagi nasi goreng yang sama dan kembali mengunyahnya perlahan. Terus seperti itu masih dalam diam, sampai akhirnya tanpa Arini sadari matanya semakin buram oleh air mata, padahal belum juga separuh Arini makan tapi ia seolah tak peduli. Ia terus makan meski kini sudah terisak-isak.
Sejujurnya Arini sama sekali bukan sosok cengeng yang begitu mudah menyerah oleh setiap cobaan serta kenyataan hidup yang ia lalui.
Sejak kecil dirinya sudah terbiasa hidup mandiri, dibesarkan seorang diri oleh ayah setelah ibu meninggal, dan Arini juga sudah kenyang dengan pahit getirnya kehidupan.
Tapi untuk kali ini rasanya sungguh berbeda. Seolah hatinya terasa ngilu di semua bagian.
Sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama, Arini sudah tau bahwa ia telah dijodohkan, sehingga ayahnya Sadana Ramdhan bahkan sama sekali tidak mengininkan Arini berpacaran.
Ayannya juga tak henti mewanti-wanti agar Arini selalu berhati-hati dalam pergaulan.
Karena itulah meskipun naluri remajanya bergejolak dimasa belia, Arini benar-benar tidak ingin mengecewakan pria itu untuk hal yang satu ini.
Ia tidak pernah melanggar petuah ayahnya, karena ayahnya selalu bilang bahwa lelaki yang akan menjadi suaminya kelak adalah seorang pria yang sangat istimewa, berasal dari keluarga terpandang yang punya segalanya, meskipun Arini meyakini bahwa bukan hanya karena harta ayahnya serta merta setuju menyerahkan putri semata wayangnya untuk dijodohkan.
Siapa sangka bahwa pria yang dimaksud sang ayah adalah Sebastian Putra Djenar, yang tak lain adalah Ceo Indotama Group, tempat dimana dirinya bekerja kurang lebih tiga bulan terakhir ini.
Yah.. Sosok hebat yang kerap digembar-gemborkan ayah selama ini ternyata adalah Tian, pria yang paling diingini dan digilai hampir semua wanita yang mengenalnya.
Bagi Arini, mengetahui semua kenyataan itu ibarat mimpi disiang hari.
Disisi lain dirinya tetaplah wanita normal yang tidak mungkin tidak menaruh rasa simpati yang besar terhadap sosok rupawan yang memiliki segalanya itu, namun disisi lain Arini juga merasa ngeri sendiri saat menerima tatapan kaget yang tidak bisa disembunyikan oleh kedua mata elang Tian saat pertama kali melihatnya keluar dari kamar sembari digandeng Saraswati yang terlihat begitu berkharisma.
Perasaan Arini bercampur aduk secara bersamaan, antara kaget, bahagia, sekaligus insecure.
Namun yang justru paling dominan dari semua rasa adalah perasaan takut!
Arini sangat akut menghadapi penolakan suaminya yang tidak bisa menerima kehadirannya dalam hidup pria yang begitu sempurna seperti Tian.
Jadi inikah alasan yang membuatnya harus menandatangani begitu banyak persetujuan dan perjanjian?
Pernikahan mereka harus dirahasiakan dan tidak boleh diketahui oleh publik, semua itu tidak lain karena suaminya bukanlah orang sembarangan, bukanlah orang biasa, melainkan keturunan seorang ‘Djenar’, pewaris tunggal perusahaan besar di negeri ini.
Jujur saja, semua point perjanjian itu bisa dikata sedikit tidak manusiawi, meskipun bisa jadi bagi orang-orang kaya seperti Sebastian Putra Djenar dan Saraswati Djenar, merupakan hal yang biasa.
Semua hal yang menyangkut reputasi dan nama baik keluarga Djenar tentu saja harus tetap save dan dijunjung tinggi.
Lagipula apa kata dunia jika mengetahui bahwa pewaris tunggal keluarga Djenar menikahi seorang wanita miskin yang tidak memiliki kelebihan apapun seperti dirinya ...?
Kendatipun demikian hati kecil Arini menolak semua point perjanjian yang tidak bisa diterima oleh akal sehat itu.
Satu-satunya alasan bagi Arini memilih untuk menerimanya hanya karena kebulatan tekad untuk melakukan apapun demi proses penyembuhan ayah, yang sesuai kesepakatan akan menjadi tanggung jawab penuh suaminya.
Ternyata kehidupan orang kaya memang sudah seperti itu.
S0emua perkara harus melewati perjanjian yang melibatkan kontrak dan pengacara.
Terkesan tidak manusiawi dimata orang-orang seperti Arini, tapi adalah hal yang lumrah untuk orang-orang kaya seperti keluarga Djenar!
Sementara ayah, meskipun sangat terlihat betapa ia sangat keberatan dengan apa yang dijabarkan oleh pengacara keluarga Djenar yang datang bersama Saraswati di sore itu, namun seperti tidak memiliki pilihan lain pada akhirnya ayahnya juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Demi menepati janji kepada almarhum sahabatnya, ayah rela menyetujui perjanjian yang dibuat nenek Saraswati sebelum pernikahan.
Arini ingat betul saat ijab qabul hendak berlangsung, saat itu bik suti yang tidak lain adalah tetangga terdekat mereka di kampung tengah menemani Arini didalam kamar.
Dari bik suti Arini mendapat bocoran bahwa suaminya yang ada diluar sana adalah sosok yang maha tampan dan rupawan, cukup membuat Arini tersipu malu mendengar pujian bik suti pada suaminya yang sama sekali belum pernah dilihatnya.
Tapi itu sebelum Arini dibuat resah oleh sebuah nama yang dibisikkan bik suti di telinganya.
‘Sebastian Putra Djenar’.
Adakah hal didunia ini yang begitu kebetulan?
Mengapa sebait nama itu sama persis dengan nama Ceo yang diam-diam begitu dikaguminya di tempatnya bekerja?
Arini terombang-ambing dalam berjuta pertanyaan yang tak bisa memuaskan rasa penasarannya akan siapa gerangan sosok yang katanya maha tampan dan rupawan diluar sana, sosok yang berhasil mengguncang Arsy Sang Pencipta lewat janji ijab qabul yang diucapkannya dengan sekali ucapan yang mantap seolah tanpa keraguan.
Sampai pada detik di mana Arini merasa tubuhnya nyaris limbung dan jantungnya seperti hendak berhenti sejenak memompa darahnya, manakala Arini melihat dengan jelas sosok Sebastian Putra Djenar, yang tak lain merupakan Ceo Indotama Group yang menawan namun memilik sikap sedingin salju di kutub utara.
Helai demi helai kesadaran Arini kembali menyapa saat ia tersadar dari lamunan panjang tentang jalan takdirnya yang ibarat sebuah drama korea yang sering ia tonton di kostnya sepulang kerja.
Tatapan Arini jatuh pada gelas berisi kopi yang semakin mendingin.
Tadi Pak Tian sempat menyesapnya seteguk, sebelum akhirnya menghempaskannya kembali keatas meja, sedikit kasar, bahkan dengan pongahnya mengatakan ‘Ini tidak enak’ tanpa sedikitpun rasa sungkan.
Penampakan kopi itu seperti tidak pernah diminum, karena takarannya kelihatannya sama sekali tidak berkurang.
Sefrustasi itukah Pak Tian menghadapi kenyataan bahwa istrinya hanyalah seorang Arini Ramdhan, karyawan rendahan yang tidak memiliki apapun untuk dibanggakan?
Sisi hati Arini berucap sendu menyadari kenyataan itu.
Kesedihan hatinya terasa bertalu-talu, dan air matanya kembali menggenang dipelupuk mata sebelum akhirnya jatuh di kedua pipinya bak anak sungai ...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Yusria Mumba
sabar arini,
2023-09-20
3
Da Kurnianto
Kalo gw mah gw tinggal... hidup di kostan lagi....
2022-01-09
1
sri hasan basri, S.Pd.
sabat arini... hidup memang tak mudah, ada hikmah dari kesabaranmu menghadapi suami pongah seperti tian. jika dia lupa punya tuhan yg maha punya segalanya, maka kau yg harus ingat, jika masih ada tuhan yg akan melindungimu dari kepongahan suamimu, dia boleh merada sombong dg harta dan kedudukannya, itu cuma titipan tuhan... jagain barang titipan doang sombong...sombongnya sama istri sendiri, dia lupa, bahwa tiap hinaan yg diberikan tian pada arini, sama artinya dia menghina pakaiannya sendiri dan menghina ketetapan Allah atas jodohnya.
2021-11-15
3