Unit apartemen yang ditempati Arini ini saja sudah luar biasa mewah untuk ukuran dirinya yang nyaris seumur hidup terbiasa tinggal di rumah kecil nan sempit bersama ayah.
Bahkan saat dirinya diterima bekerja di Indotama Group, Arini hanya menyewa sebuah kamar kost sederhana berukuran dua kali tiga meter yang tentu saja harganya murah meriah.
Rasanya ia cukup nyaman berada di apartemen ini karena letaknya yang berada di pusat kota sehingga jaraknya pun lumayan dekat dengan kantor pusat Indotama Group, bahkan dengan jarak yang seperti itu sepertinya ia bisa menempuhnya dengan berjalan kaki.
Meskipun terlihat sekali Tian belum bisa menerima kehadirannya tapi Arini sudah bertekad, dirinya akan berusaha memahami lelaki itu.
Arini sadar, pasti berat bagi Tian menerima semuanya, sehingga Arini berusaha memahami setiap penolakan dan perlakuan dingin suaminya, kendatipun semuanya sangat menyebalkan.
Sejauh ini Tian memang selalu menolak apapun yang coba ia lakukan untuk mengambil hati pria itu, namun Arini telah memutuskan untuk pantang menyerah.
Malam ini Arini setia menunggu kepulangan Tian, tapi yang ditunggu tak kunjung datang.
Sampai Arini tertidur di sofa ruang tamu dengan perut keroncongan, hingga fajar menyingsing pada keesokan hari tak ada sedikitpun batang hidung Tian muncul.
Yang ada Arini justru dikejutkan oleh bel yang berbunyi tepat jam tujuh pagi, yang membuat langkah Arini nyaris berlari kedepan pintu saking dirinya berharap yang datang itu adalah Tian, walaupun rasanya mustahil jika pria itu tidak bisa masuk ke apartemennya sendiri sehingga harus membunyikan bel pintu terlebih dahulu.
Lewat layar cctv yang terpasang tepat didepan pintu Arini mendapati seorang wanita paruh baya berdiri di sana.
Ragu-ragu Arini menekan interkom yang ada disisi layar cctv.
“Siapa ya ..?”
“Selamat pagi, saya Bik Wati,”
“Bik Wati?” Arini mengerinyit mendengar nama yang terdengar asing ditelinganya.
'Bik Wati? Siapa dia?’
“Iya, bu, saya Bik Wati, saya kesini setiap dua kali sehari untuk membersihkan apartemen Pak Sebastian sekaligus mengantar jemput laundry.”
Wanita yang memperkenalkan diri sebagai Bik Wati itu sontak menjelaskan siapa gerangan dirinya, seolah paham bahwa orang yang mengajaknya bicara sedang bingung tentang siapa dirinya.
Arini menimbang sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka sedikit pintu apartemen.
Wanita yang ada dihadapannya menunduk takjim sementara pandangan Arini jatuh pada setumpuk pakaian yang terkemas rapi dalam bag besar berwarna bening yang sepertinya memang milik Tian.
“Mmm ... Begini bik Wati, sebelumnya saya minta maaf. Dengan berat hati saya harus mengatakan, bahwa untuk hari ini dan selanjutnya saya yang akan bertanggung jawab dengan kebersihan apartemen Pak Tian."
Wanita paruh baya itu menatap Arini sejurus dengan tatapan keheranan. “Maaf, tapi anda ...”
“Saya tinggal disini, Bik. Saya ... Saya sepupunya Pak Tian."
Terpaksa Arini berbohong demi menuntaskan segenap keraguan yang ada dihadapannya.
“Ohh, sepupu Pak Tian ya ..." Bik Wati menganguk meski raut wajahnya terlihat masih ragu.
“Mengenai upah terakhir saya akan membicarakannya dengan Pak Tian terlebih dahulu. Saya janji Bik Wati pasti akan kami hubungi secepatnya.”
Bik Wati hanya bisa mengangguk mendengar keputusan Arini.
“Lalu pakaian ini ...”
“Ditinggalkan saja, Bik, biar saya sendiri yang akan menyusunnya di lemari Pak Tian. Sekali lagi saya mohon maaf ..."
Bik Wati kembali menatap Arini, namun Arini balas menatapnya dengan tatapan yang bersungguh-sungguh.
"Apakah ibu benar-benar bisa menjamin bahwa Pak Tian tidak akan keberatan dengan semua ini?" ucap Bik Wati.
Arini menganguk penuh keyakinan, membuat Bik Wati tidak bisa berbuat apa-apa.
“Baiklah kalau begitu, saya permisi, Bu." dengan berat hati wanita itu akhirnya mengalah.
Arini tersenyum puas menatap kepergian Bik Wati sampai hilang dibalik tembok. Sisi hatinya yang lain seperti baru tersadar bahwa baru saja ia sudah berlaku tidak adil pada Bik Wati dengan memberhentikan wanita paruh baya itu dari pekerjaan
Tapi mau bagaimana lagi?
Bukankah memang sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang istri untuk mengurus apapun yang menjadi kebutuhan suami?
Memikirkan hal itu membuat tekad Arini kembali berkobar.
Arini mengambil tumpukan pakaian Tian yang sudah selesai di laundry itu dan membawanya ke kamar, mulai menatanya satu persatu hingga selesai.
Arini ingin kembali menunggu Tian di ruang tamu, tapi sebelum itu ia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.
XXXXX
Tak terasa sudah seharian ini Arini menunggu kehadiran Tian. Ia duduk berjam-jam di sofa ruang tamu, menghadap kearah pintu, berharap kalau ia akan mendapati wajah lelaki itu muncul disana namun sia-sia, karena pada kenyataannnya sampai matahari meninggi, Arini kembali menelan kecewa.
Arini menyerah.
Ia mondar-mandir kebingungan seorang diri di apartemen mewah yang luas itu, sampai akhirnya memutuskan untuk membersihkan setiap sudut apartemen yang sudah bersih itu, mengepelnya sekali lagi, menyeka semua meja dan semua perabot yang ada di sana sekali lagi, melakukan semua itu sampai sepertinya sudah tidak ada lagi yang bisa ia lakukan.
Kini Arini merasa perutnya melilit karena memang belum diisi sejak pagi, dan akhirnya ia memutuskan untuk menghangatkan ayam saos tiram yang dimasaknya semalam dan tersimpan di lemari pendingin untuk mengganjal perutnya yang kelaparan ...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Amilia Indriyanti
ora paham gender si arini
2023-03-04
1
Amilia Indriyanti
goblog
2023-03-04
1
WiLLiAndaru's Mom
penasaran
2021-03-05
2