Mencari tahu

Usai membereskan kembali meja makan dan dapur, lagi-lagi Arini memutuskan untuk kembali duduk di sofa yang menghadap kearah pintu, menunggu lagi dengan hati yang mulai cemas.

Kenapa Tian belum muncul?

Apakah terjadi sesuatu?

Apakah perlu ia memastikan ke kantor untuk membuktikan bahwa lelaki itu baik-baik saja?

Berpikir sejenak, tiba-tiba sebuah ide muncul dibenaknya.

Arini meraih ponsel dengan semangat empat lima dan mencari nama Meta di daftar kontaknya sebelum akhirnya menekan icon memanggil.

Menunggu sejenak dengan dada berdebar gugup, namun rasa ingin tahunya yang besar akan keberadaan suaminya mengalahkan semua rasa yang sedang bercokol di hati dan pikiran, termasuk rasa gengsi.

“Halo Rin ...” suara meta diseberang terdengar memekik girang tertahan saat tau Arini yang menelponnya. Ia membenamkan wajahnya di kubikel seolah tidak ingin terlihat bahwa ia sedang menerima telepon!

"Iya, halo, Meta ..."

"Rin, bagaimana kabarmu? Oh iya, bagaimana pernikahannya ...? Lancar-lancar aja, kan..?” Meta memberondongnya dengan pertanyaan yang diucapkan masih dengan suara yang terdengar berbisik-bisik.

“Aku baik-baik saja. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar. Lagian hanya akad nikah sederhana saja kok."

“Alhamdulillah ...” ucap Meta ikut merasa lega, sebelum tersenyum jahil. "Ciee ... Jadi ceritanya pengantin baru nih ...”

“Ihh, apaan sih kamu?”

Arini tersenyum kecut, untung saja meta tidak bisa melihat bagaimana semburat merah yang langsung menghiasi kedua pipinya sekaligus, sedangkan diseberang sana Meta terkikik dengan suara tertahan.

Meta memang cukup dekat dengan Arini, dikarenakan posisi kubikel mereka yang bersebelahan.

Meta juga merupakan satu-satunya orang yang tau bahwa Arini sengaja mengambil cuti selama empat hari untuk melangsungkan pernikahan di kampung halamannya.

Arini tidak bisa membayangkan akan seperti apa reaksi Meta, jika sahabatnya itu tau bahwa yang menjadi suaminya adalah Sebastian Putra Djenar, yang tak lain adalah Ceo mereka sendiri, idola mereka selama ini.

Tapi tentu saja Arini tidak mungkin mengatakan hal tersebut kepada Meta atau kepada siapapun, karena salah satu point perjanjian yang telah disepakati bersama Tian dan Saraswati sangat jelas point-pointnya sangat jelas, bahwa pernikahannya dengan Tian tidak boleh diketahui oleh orang lain, apalagi oleh karyawan yang ada di kantor pusat Indotama Group.

Akhirnya dengan berat hati Arini memilih berbohong pada Meta, dengan mengatakan bahwa profesi suaminya adalah seorang Pelaut.

Kenapa harus seorang Pelaut, karena ia ingat bahwa salah seorang temannya dikampung memiliki suami yang bekerja di kapal luar negeri sehingga suaminya bisa berbulan-bulan bahkan pernah sampai setahun tidak pulang.

Hal itu tentu sangat membantu Arini mendapatkan alibi jika ada yang menanyakan perihal keberadaan suaminya kelak, karena Arini akan dengan mudah memberi alasan bahwa suaminya sedang bekerja di sebuah kapal luar negeri, seperti suami temannya dikampung itu.

“Rin, bukannya besok kamu juga sudah harus masuk kantor?”

“Iya, nih ijin cutiku cuma sampai hari ini dan suamiku juga sudah harus kembali berlayar hari ini juga ...” ucap Arini gamang, merasa tidak enak berbohong, tapi apa boleh buat keadaanlah yang memaksanya harus berbohong seperti sekarang.

“Lagian kalian ini aneh deh, sudah tau mau menikah kenapa minta ijin cutinya cuman sebentar sih. Tanggung amat ..."

“Tuntutan pekerjaan Met. Sebenarnya aju juga tidak enak waktu kemarin mengajukan ijin cuti. Kan kamu tau sendiri aku baru tiga bulan bekerja, masih untung sudah dikasih kesempatan ambil ijin, dan suamiku ... Dia ... Dia juga harus kembali berlayar ...”

“Waduh, belum apa-apa pengantin baru sudah LDR-an saja. Yang sabar yah, Rin ...” Meta berucap prihatin.

“Iya, bantu doain ya, Meta, semoga semuanya tetap berjalan dengan lancar.”

“Pasti dong. Aku akan selalu mendoakan semua yang terbaik untuk hubungan kalian ...” ucap Meta tulus.

“Oh yah, Meta, apa sekarang kamu ... Masih di kantor ...?” tanya Arini hati-hati sambil melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tiga sore.

“Tentu saja, memangnya ada apa, Rin ...? Ada yang bisa aku bantu ...?” bisik Meta.

Arini menggigit bibir. Ia bingung bagaimana harus menanyakan perihal Tian pada Meta agar sahabatnya itu tidak serta merta menaruh curiga.

“Jangan bilang kalau kamu sudah kangen dengan wajah gantengnya Pak Tian yah, aku aduin suami kamu loh, wkwkwk ... ” Meta terkikik geli.

Arini yang mendengar candaan Meta sontak menegang. “Meta, tidak lucu tau ...” ucapnya mendadak gugup.

“Hi ... Hi ... Hi ...” tawa Meta malah semakin terdengar geli. “Eh, Rin, kamu tau tidak? Waktu awal kamu cuti kemarin, selama dua hari Pak Tian juga tidak kelihatan di kantor loh."

“Oh ya ...?” Arini menggigit bibirnya mendengar bisikan Meta di telinganya. “M-Mungkin beliau ada urusan bisnis diluar kota ...” ucapnya lagi seperti begitu takut jika Meta menaruh curiga atau bahkan mengetahui bahwa pada kenyataannya dua hari tersebut Tian justru berada di kota yang sama dengannya dan mereka bahkan melangsungkan pernikahan diam-diam.

“Iya kali, Rin.. yang jelas entah kenapa sejak kepulangannya kemarin Pak Tian kita kelihatan uring-uringan gitu.. kayak lagi memikul beban berat. Kelihatan banget galaunya,” ucap Meta lagi terus menggosipkan sang idola tanpa menaruh curiga sama sekali.