'Cihh.. memangnya dia pikir aku ini perempuan maniak yang gemar mengintip seorang lelaki yang sedang mandi..?’
kalimat peringatan Tian yang ‘jangan mengintip’ itu sungguh membuat Arini kesal setengah mati sampai-sampai ia ngedumel sendiri.
Arini memilih keluar dari kamar dan menunggu Tian di ruang tamu sebelum Tian selesai mandi.
Bukan apa-apa, karena selain masih geram dengan peringatan konyol lelaki itu, otak sensitif Arini juga masih mengingat dengan jelas bagaimana damage-nya moment horor saat Tian keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang masih sedikit basah dan hanya bermodalkan handuk minim sepinggang yang seolah-olah sengaja ingin membuat Arini khilaf
dengan cara memamerkan seluruh tubuhnya yang liat nan mempesona.
Hhii.. tiba-tiba Arini merasa ngeri sendiri. Arini sampai bergidik saat membayangkan bagaimana mata perawan suci miliknya yang nantinya akan kembali ternoda jika kembali melihat pemandangan indah yang lagi-lagi bisa mengguncang jiwa polosnya ini.
Arini menghempaskan tubuhnya ke sofa, memilih menunggu sang tuan besar disana. Sambil mengeluarkan ponsel jadul miliknya, awalnya ia hanya mengutak-atik tanpa arah, tapi tiba-tiba Arini mengingat ayah. Entah bagaimana keadaan ayah sekarang.
Mengingat hal itu sontak Arini menekan nomor ayah, menunggu nada sambungnya sejenak tapi akhirnya dengan kecewa ia harus memutuskan panggilan tersebut saat mendapati suara operator seluler yang memberitahukan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada diluar service area.
Tidak menyerah Arini menekan sebuah nomor kontak yang lain, menunggu sejenak dan ia bisa menarik nafas lega setelah terdengar nada sambung diujung sana yang menyapa gendang telinganya.
“Halo, selamat sore, Nyonya Arini, ada yang bisa saya bantu ..?”
Sapa seorang wanita diseberang.
“Selamat sore, suster eni.. saya hanya ingin mengetahui keadaan ayah. Bagaimana kondisinya saat ini, suster ..?”
Yah. Itu adalah suster Eni. Suster kepala yang ditugaskan khusus keluarga Djenar untuk merawat segala keperluan ayah selama menjalani proses terapi dan pengobatan sebelum menunggu antrian untuk mendapatkan donor jantung yang tepat.
“Kondisi bapak Sadana Ramdhan saat ini cukup stabil.”
Sepenggal kalimat awal itu saja sudah cukup membuat Arini menarik nafas lega.
"Bu, Arini tidak usah khawatir, karena selama dua puluh empat jam penuh kami terus memantau dan mengontrol kondisi bapak Sadana dengan baik.”
“Syukurlah kalau begitu suster, tapi.. kenapa saya tidak bisa menghubungi ponsel ayah ?”
“Begini bu, saat ini pak Sadana sedang beristirahat, dan maafkan kami sebelumnya karena untuk sementara waktu dokter Fadli sengaja membatasi aktifitas pak Sadana termasuk dengan masalah ponsel.”
Arini mendesah kecewa mendengarnya. Pantas saja ia tidak bisa menghubungi ponsel ayah sejak kemarin, rupanya itu atas perintah langsung dari dokter Fadli, dokter spesialis jantung terkenal di kotanya yang ditunjuk khusus oleh nenek Saraswati untuk mengawasi pekembangan kesehatan ayah.
“Halo..? Ibu Arini..”
“Eh, iya suster..?” Arini tersadar bahwa ia belum bicara setelah penjelasan suster Eni tadi.
“Saya mohon jangan khawatir karena saat ini Pak Sadana dalam kondisi yang cukup baik. Tapi memang untuk masalah komunikasi ibu harus lebih bersabar untuk waktu dekat ini. Saya janji kalau sudah diperbolehkan saya akan menelfon ibu Arini agar bisa berbicara langsung dengan bapak Sadana.”
“Baik suster, saya mengerti.. Tapi apa saya bisa mengecek perkembangan keadaan kesehatan ayah saya pada suster..?”
“Tentu saja, ibu Arini bisa mengecek keadaan pak Sadana pada saya atau bisa juga mengecek langsung pada dokter Fadli kapan saja.” Suster Eni menambahkan.
“Oh iya, suster.. terima kasih, sampaikan salam saya untuk ayah..”
“Baik, bu, pasti akan saya sampaikan.”
Arini mengakhiri pembicaraan tersebut sambil tertunduk sedih. Ia benar-benar rindu ayah.. tapi sepertinya ia memang.harus banyak bersabar dalam waktu dekat ini.
Sementara itu, Arini tidak menyadari bahwa sosok jangkung Tian sudah berdiri dibelakangnya hanya berjarak kira-kira dua meter.
Sejak tadi Tian bisa mendengar semua percakapan Arini dengan suster Eni dan diam-diam ia sedikit merasa iba apalagi saat melihat ekspresi wajah Arini yang terlihat begitu murung dan dilingkupi kesedihan.
Perlahan ia mendekati Arini, tapi sebelum itu ia memasang kembali wajah dinginnya.
“Ayo pergi sekarang.” tukas Tian dengan intonasi suara yang datar seperti biasanya.
Arini mengangkat wajahnya yang semula tertunduk sedih. Sedikit kaget saat melihat sosok Tian sudah menjulang dihadapannya, lengkap dengan wajah dinginnya yang khas.
Penampilan Tian saat ini terlihat casual, tidak seperti penampilannya selama ini yang biasa dilihat Arini setiap hari, sekarang sosok Tian bahkan terlihat berkali-kali lipat lebih gagah dari biasanya, apalagi ditambah wangi aroma parfum maskulin yang menguar dari tubuh Tian yang rasanya sanggup melumpuhkan otak kanan dan otak kiri Arini sekaligus.
‘Astaga.. kenapa lelaki ini tampan sekali sih..’
Arini menggerutu dalam hati sambil menatap Tian tak berkedip, sedikit frustasi.
Bagaimana ini ? bisa-bisa dia akan dengan mudahnya menjadi bucin kalau terus menerus disajikan pemandangan menawan seperti ini setiap hari.
“Ngapain kamu ngeliatin saya kayak gitu ?”
Arini terhenyak.
”Kamu ini seperti berniat mau memakan saya ya..?”
“M-maaf, Pak.” Seperti terbangun dari mimpi Arini langsung bangkit dari duduknya, wajahnya bersemu merah.
‘Emang bisa aku makan ? Kalau bisa ya sudah.. sini aku gigit sekalian, daripada aku terus menerus penasaran, aku mau tau juga sekeras apa otot ditubuhmu itu karena keliatannya liat sekali..’
Arini membatin penasaran entah kenapa otaknya jadi mesum seperti ini, sampai-sampai berkeinginan untuk benar-benar menggigit lelaki tampan dihadapannya ini.
Sementara tanpa basa basi Tian langsung berbalik menuju kearah pintu, langkahnya yang panjang memaksa pikiran Arini yang sedang memikirkan hal-hal yang aneh buyar begitu saja. Dengan sigap Arini mengekor punggung kekar itu tanpa berani berkata apa-apa lagi.
.
.
.
Bersambung..
mohon supportnya.. 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Dinda Kharisma
thor jangan buat arini yg bucin duluan dong g lucu ...kalau bisa tuh s es balok yg klepek² duluan
2022-09-04
2
Yuningsih Suma
waw
2022-08-28
1
Little Peony
Like like like 🌸
2021-03-14
1