Bukk!!
“Aduh..!”
Arini mengaduh kecil saat tubuhnya menabrak sesuatu yang kokoh dan keras, terkesiap hebat saat menyadari bahwa ternyata yang ia tabrak tak lain adalah punggung kokoh Tian yang entah kenapa bisa tiba-tiba berhenti begitu saja, membuat dirinya yang memang sedari tadi berjalan dengan pikiran ngelantur kemana-mana tidak menyadari telah menabrak gunung es.
“Maaf Pak Tian, tidak sengaja,”
Tian yang sudah berbalik menatap geram Arini serentak melotot sempurna saat menyadari Arini yang malah cengengesan dengan tangan kanan yang terangkat, mengusap jidatnya yang sedikit nyut-nyutan.
“Kalau punya mata, dipakai!” semprot Tian galak.
“Maaf Pak,” Arini yang terhenyak mendengar bentakan itu serentak tertunduk jengah.
Tian membuang napasnya kesal, berusaha intuk tidak menggubris Arini lagi dengan memasuki salah satu private room restoran tersebut yang letaknya sudah ada dihadapan mereka.
Tidak ada pilihan lain bagi Arini selain mengikuti kemanapun langkah kaki Tian.
“Duduk disitu.” perintah Tian saat menyadari wajah bingung Arini.
Dengan dagunya Tian menunjuk satu-satunya kursi yang ada di private room itu, tentunya selain kursinya sendiri.
Arini menatap nanar kursi kosong yang ada dihadapan Tian, ragu-ragu menghempaskan tubuhnya disana.
“Pilih saja apapun yang mau kamu makan.” lagi-lagi berucap dingin saat seorang pelayan restoran menghampiri mereka.
Arini menatap daftar menu dengan bingung. Ia tidak mengerti makanan apa saja yang tertulis didaftar menu yang ada ditangannya karena semua nama makanan yang kebarat-baratan itu.
“Saya terserah saja, Pak ...” pada akhirnya Arini menatap Tian sambil mengembalikan daftar menu tersebut pada pelayan restoran.
Dengan sedikit melengos akhirnya Tian menyebutkan beberapa menu makanan yang kelihatannya sangat familiar dengan apa yang biasa ia pesan, dan pelayan itu mencatatnya dengan teliti sebelum kemudian undur diri, kembali meninggalkan Tian dan Arini yang berhadap-hadapan dengan Arini yang sama sekali tidak memiliki keberanian untuk menatap wajah Tian yang ada dihadapannya.
“Ternyata memang kamu ...” bergumam dengan tatapan yang menghunus tajam.
Arini tertunduk. “Maafkan saya, Pak, saya benar-benar tidak tau kalau Pak Tian yang ternyata menjadi ...” ucapannya menggantung, Arini menggigit bibirnya sendiri.
Hening untuk beberapa saat sebelum terdengar hembusan napas Tian yang begitu berat.
“Sepertinya kita harus membicarakan semua ini terlebih dahulu dengan lebih spesifik, tapi tidak sekarang, karena sekarang bahkan otak saya masih enggan untuk berpikir ...!”
“I-iya, Pak, saya mengerti.”
Tian mengeram perlahan, sebelum akhirnya memilih mengeluarkan ponselnya dan larut disana.
Mereka tidak bicara lagi sampai pelayan menghidangkan makan malam dimeja, dan Arini mengenali beberapa diantaranya adalah seperti olahan steak dan seafood.
Tian terlihat menyimpan ponselnya.
“Makanlah.” ucapan datarnya lebih mirip sebuah perintah di telinga Arini.
“I-iya Pak, terima kasih,”
Mereka berdua pun makan dalam keheningan.
Sesekali Arini melirik lelaki tampan dihadapannya yang sama hal seperti dirinya nampak menikmati makan malam itu dengan ekspresi kurang berselera. Bedanya, Tian seperti tidak tertarik sama sekali untuk melirik Arini sedikitpun.
Setelah makan malam yang dingin dan hambar, disinilah akhirnya mereka berada. Disalah satu unit apartemen mewah milik Tian yang kebetulan letaknya tidak terlalu jauh dari kantor pusat Indotama Group.
Selama ini Tian memang tidak pernah mengajak gadis manapun kerumahnya, dan untuk Arini sepertinya tidak ada pengecualian.
Meskipun Arini notabene telah berstatus sebagai istrinya yang sah, tetap saja Tian merasa enggan memboyongnya ke rumah seperti yang diinginkan Saraswati sejak awal.
Selesai berlama-lama berendam di bath up, Tian keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk yang melingkar di pinggang seperti kebiasaannya selama ini.
Sambil mengosok-gosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil, hal pertama yang dilakukan Tian adalah mengitari pandangan di area kamarnya yang luas, dan sepasang mata Tian tertumbuk pada sosok yang kelihatannya juga tak kalah terkejut saat melihat kehadirannya.
Melihat dari gelagatnya sepertinya Arini sedang terkantuk-kantuk sambil duduk memeluk bantal dipinggir tempat tidur dengan ukuran king size, sebelum ia terkejut dengan bunyi pintu yang terbuka tiba-tiba.
Padahal saat mereka tiba di apartemen Tian telah menyuruh wanita itu untuk mandi terlebih dahulu dan langsung beristirahat, mengingat ia akan menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berendam didalam bath up.
Arini yang duduk disisi ranjang merasakan dirinya gugup seketika. Tenggorokannya tercekat, dan otaknya mendadak linglung.
Awalnya, ia memang sedang terkantuk-kantuk saat nekad menunggu Tian yang telah menghabiskan waktu cukup lama berada didalam kamar mandi. Wajar jika kemudian ia terkejut dengan suara pintu yang terbuka tiba-tiba.
Tapi kemudian ...
‘Oh tidak, pria ini apa-apaan? Kenapa dia keluar dengan bertelanjang dada begitu ...? Kenapa dia begitu percaya diri sekali berkeliaran hanya dengan selembar handuk dengan tubuhnya yang ... Akhh ...!'
Frustasi Arini menelan ludah melihat pemandangan langka yang seolah-olah sengaja ingin meracuni mata perawannya.
Kulit tubuh Tian terlihat putih bersih bahkan terkesan terlalu putih dan terlalu bersih untuk kulit seorang pria.
Tubuh itu juga terlihat keras, otot lengannya saja terlihat menyembul kencang, perutnya bahkan kotak-kotak seperti model iklan minuman suplemen yang ada di televisi.
Lagi-lagi Arini menelan ludah, pikirannya berlompatan kesana kemari, dan akhirnya ia hanya bisa menunduk jengah dengan irama jantung yang berdegup hebat.
Sungguh ini pengalaman pertama bagi Arini melihat tubuh pria yang nyaris naked dengan mata kepalanya sendiri, apalagi tubuh itu milik pak Tian, orang yang selama ini diam-diam dikagumi Arini dalam hati.
Tian menutup pintu dibelakangnya kamar mandi sebelum melangkah pelan kearah ranjang.
Menyadari hal tersebut dengan gelagapan Arini buru-buru berdiri dari duduknya, namun yang ada tubuh tinggi tegap Tian yang sudah terlebih dahulu menghalangi niatnya untuk melangkah, malah membuat mereka berdua menjadi berhadap-hadapan.
Tian menatap dingin Arini tepat di kedua manik mata yang berisi kepanikan dan jengah saat beradu pandang.
“Kenapa belum tidur?? Hah?!” sergah Tian, galak.
Arini terperangah.
Pertanyaan barusan terdengar sangat jauh dari kesan ramah apalagi lembut.
“Saya ... Saya ...”
“Kan sudah saya bilang kamu tidur saja dan jangan menunggu. Apa perkataan saya tadi tidak cukup di mengerti ...?!”
Arini tertunduk.
"M-maafkan saya, Pak Tian.. T-tapi dimana saya harus tidur ...?” ucapnya lirih, kini ia berusaha menatap Tian meskipun terlihat gugup.
“Memangnya kamu ingin tidur dimana?”
Arini terhenyak mendengar Tian yang malah balik bertanya.
“Ooo ... Rupanya kamu sudah tidak sabar yah mau tidur dengan saya di tempat tidur ini?”
Tian berucap dengan nada mengejek, sambil menghempaskan tubuh ke atas ranjang besarnya dengan sikap acuh.
Handuknya bahkan tersingkap sedikit, tapi Tian seolah tak begitu peduli, berbeda dengan Arini yang langsung pucat pasi ...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Dinda Kharisma
jangan lemah arini..
2022-09-04
2
Ririn Pure
tian tian bucin baru rasa lo
2022-02-02
1
Lisa Icha
nice Kk😍
2022-01-07
1