‘Arini Ramdhan binti Sadana Ramdhan.’
Akhirnya semua terjawab.
Begitu Tian telah mengucapkan ijab qabul dalam satu kali kesempatan tak berapa lama kemudian gadis yang telah sah menjadi istrinya itu keluar dari kamar dengan diapit oleh Saraswati yang melangkah perlahan namun pasti dengan begitu percaya diri.
Tian menghempaskan napas beratnya, sekuat tenaga menahan diri untuk tidak serta merta memijit kedua keningnya sebagaimana yang menjadi kebiasaannya selama ini, saat melihat senyum Saraswati yang terkembang lebar, menatap Tian penuh kepuasan dan kemenangan.
Acara pernikahan yang teramat sederhana ini hanyalah prosesi akad nikah yang dilakukan oleh penghulu.
Semuanya berjalan lancar sesuai rencana, juga sesuai syarat Tian yang bersikeras menjaga kerahasiaan pernikahannya.
Bahkan dengan arogan, Tian juga menambahkan point tentang waktu enam bulan untuknya bisa membatalkan pernikahan, jika dalam kurun waktu tersebut, pernikahannya tidak berbuah keturunan.
Saraswati dengan terpaksa menyetujuinya, meskipun ia tau hal itu tentu saja melukai perasaan Sadana dan putrinya.
Wanita tua itu hanya bisa menghaturkan maaf dan memohon pengertian, bahwa pernikahan Tian harus segera dilaksanakan, tidak boleh ditunda lagi!
Setiap saat mendengar cucu kesayangannya berhura-hura dengan para wanita yang berbeda membuat Saraswati seperti sedang duduk dengan memegang bom waktu.
Nyaris kehilangan cara memaksa Tian menikah untung saja ia teringat pesan mendiang putranya untuk menjodohkan Tian dengan putri sahabatnya yang pernah memberikan nyawanya saat mengabdi pada keluarga Djenar.
Saraswati pun bergerak cepat.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Saraswati untuk mengetahui keberadaan Sadana dan putrinya beserta kondisi kehidupan mereka yang morat marit.
Sadana sedang berada dalam kondisi sakit menahun serta membutuhkan transplantasi jantung jika ingin terus bertahan hidup, yang membuat Arini harus bekerja serabutan untuk menebus obat ayahnya setiap bulan.
Kemudian Saraswati pun mulai mengatur skenarionya sedemikian rupa.
Ia sengaja memberikan Arini panggilan interview khusus dari kantor pusat Indotama Group, kemudian menempatkan gadis itu sebagai staf di bagian administrasi keuangan, yang ruang kerjanya berada dilantai yang sama dengan Tian, berharap jika mereka kelak bisa saling menyukai secara alamiah.
Tapi setelah tiga bulan berlalu, jangankan saling menyukai, Tian bahkan tidak pernah menyadari kehadiran Arini didekatnya.
Cucu kesayangannya itu terlalu sering melihat wanita cantik, sedangkan penampilan Arini sama sekali bukan termasuk tipe yang bisa menarik perhatian Tian.
Beda halnya dengan Arini, Saraswati tidak membutuhkan kerja keras untuk sekedar membuat Arini bersimpati dan menyukai Tian.
Memangnya ada wanita yang tidak bisa menyukai Sebastian Putra Djenar, cucunya yang tampan dan playboy itu?!
Kini, sebuah cincin berlian telah disematkan oleh Tian ke jari manis Arini, yang sejak awal terus menjatuhkan tatapannya dihadapan wajah datar Tian yang minim ekspresi.
Hanya sesekali Arini mengangkat wajahnya guna memberikan sedikit senyum untuk sekelumit orang yang berada disana.
‘Lihatlah, bahkan dia tidak punya muka untuk mengangkat wajahnya sendiri ...'
'Dia pasti senang saat sadar siapa gerangan suaminya kan?'
'Ck.. ck.. ck.. Wanita kampungan ini sungguh beruntung ...'
Dalam hati Tian bersungut.
Pernikahan telah usai dan tidak berapa lama berselang, beberapa orang perawat khusus telah datang menjemput Sadana Ramdhan.
Sadana akan mendapatkan perawatan dengan fasilitas nomor satu di rumah sakit yang paling bagus di kota ini, setelah sebelumnya ia menolak dirawat dengan lebih intensif di Ibu kota bahkan diluar negeri.
Mencari donor yang tepat tentu saja bukanlah perkara yang mudah, apalagi dalam prosesnya tidak semua transplantasi jantung mengalami kecocokan.
Tapi dengan peran serta keluarga Djenar, nama Sadana Ramdhan langsung masuk kedalam list daftar tunggu nomor satu sebagai kandidat pasien operasi transplantasi jantung.
Selama proses menunggu donor yang tepat, Sadana akan ditangani oleh tim medis khusus yang akan memonitor sekecil apapun kondisi perkembangan kesehatannya.
“Arini, kamu harus bisa menjadi istri yang baik untuk Nak Tian. Patuhilah suamimu, dan tunaikan kewajibanmu. Mulai sekarang kamu tidak perlu khawatir lagi dengan ayah, karena kedepannya Nak Tian yang akan bertanggung jawab untuk semua biaya perawatan ayah.”
Sambil mengelus pucuk kepala Arini, mata lelaki paruh baya itu telah berkaca-kaca.
Namun meskipun begitu, senyum dibibirnya sungguh memancarkan kebahagiaan tak terhingga.
"Iya Ayah, aku akan mengingat semua nasihat Ayah ..." lirih Arini.
Yah, Sadana Ramdhan sungguh lega mendapati Arini yang telah sah menjadi istri Sebastian Putra Djenar, putra semata wayang almarhum Sigit Putra Djenar, bekas majikannya dahulu.
Lebih dari dua puluh tahun yang lalu Sadana adalah salah satu orang kepercayaan Sigit Putra Djenar. Tugas Sadana adalah mendampingi Sigit kemanapun sang majikan melangkah, karena dengan kemampuan bela dirinya, Sadana memang dipercayakan sebagai bodyguard utama yang menjaga keselamatan putra tunggal keluarga Djenar.
Sadana yang dikenal loyal dengan sekejap membuat Sigit sangat mempercayainya. Perlakuan Sigit terhadap Sadana pun sudah seperti keluarganya sendiri, bukan lagi perlakuan majikan kepada bawahannya.
Sampai suatu ketika, karena ketatnya persaingan bisinis, sebuah insiden terjadi saat Sigit menghadiri sebuah acara peresmian salah satu mega proyek dari real estate elite yang ditangani oleh Indotama Group.
Sosok tak dikenal dengan pistol ditangan tiba-tiba datang menyeruak dari balik kerumunan, langsung mengarahkan moncong pistolnya kearah podium dimana Sigit Putra Djenar sedang memberikan kata-kata sambutan.
Orang itu langsung menarik pelatuk pistol dan pecahlah bunyi tembakan yang langsung membuat riuh.
Polisi dan petugas keamanan bertindak cepat meringkus pelaku penembakan tersebut, sementara disisi podium Sadana Ramdhan tergeletak bersimbah darah, setelah nekat menahan laju peluru yang ditujukan untuk Sigit Putra Djenar dengan tubuhnya sendiri.
Sigit Putra Djenar menghambur memeluk tubuh bersimbah darah sambil berteriak panik menyerukan nama Sadana berulang-ulang, namun teriakan Sigit semakin lama terdengar semakin menjauh dari pendengaran Sadana.
Kemudian semuanya seolah menjadi gelap dan menghitam, manakala Sadana benar-benar kehilangan kesadarannya.
Peluru yang dilesatkan oleh orang suruhan dari salah satu lawan bisnis Sigit Putra Djenar telah bersarang telak di dada, masih beruntung tidak membuat Sadana kehilangan nyawa.
Empat bulan Sadana terbaring koma sebelum terbangun dari perjuangan panjang guna mencapai titik kesadarannya.
Seiring waktu berlalu, Sadana tetap mendapatkan perawatan serius.
Namun betapapun usaha keras para dokter hebat yang didatangkan oleh Sigit Putra Djenar, juga sekian banyak fisiotherapy yang dilakukan, pada kenyataannya berbagai usaha tersebut tetap tak mampu mengembalikan kondisi Sadana seperti sedia kala.
Sadana divonis mengalami kerusakan syaraf yang menyebabkan kelumpuhan permanen, sehingga ia harus duduk di kursi roda.
Dengan berat hati akhirnya Sadana memutuskan untuk kembali kekampung halaman bersama istri nya Sawitri dan Arini putrinya yang waktu itu masih balita, sementara Sigit Putra Djenar yang tidak pernah bisa menghapus penyesalan atas apa yang menimpa Sadana merasa tak kuasa.
Sigit bersikeras membekali Sadana lewat selembar cek dengan nominal satu milyar yang awalnya sempat ditolak oleh Sadana, serta sebuah janji untuk menjadikan Arini sebagai menantunya kelak.
Namun malang tak dapat ditolak, garisan takdir berkata lain.
Beberapa bulan sejak kepulangan Sadana ke kampung halaman, berbagai surat kabar serentak heboh memberitakan tentang kecelakaan maut yang menimpa pasangan suami istri pengusaha ternama di negeri ini yang tak lain adalah Sigit Putra Djenar dan istrinya.
Tentu saja Sadana sangat terpukul mendapati kenyataan tersebut.
Hanya dua gundukan tanah merah yang bisa ia jumpai, karenabSadana bahkan tidak sempat melihat Sigit untuk yang terakhir kali.
Usai berziarah, Sadana pun memutuskan untuk menemui Saraswati Djenar.
Sadana yang bersikeras mengembalikan cek yang diberikan Sigit tempo hari telah membuat Saraswati tak kuasa.
Tapi saat Sadana ingin membatalkan perjodohan Saraswati balik bersikeras untuk menjalankan amanat terakhir mendiang putranya.
Saraswati tetap berjanji untuk mencari Sadana saat waktunya tiba.
Meskipun Sadana merasa berat menyadari betapa tidak sepadan putrinya untuk putra Sigit semata wayang.
Sejak saat itu Sadana benar-benar menjaga Arini untuk disunting seorang Sebastian Putra Djenar kelak.
'Buah jatuh tak kan jauh dari pohonnya.’
Sedemikian besarnya kepercayaan Sadana saat harus melepas putri semata wayangnya untuk dipersunting oleh Sebastian Putra Djenar.
Awal bertemu setelah sekian lama, Sadana begitu terkejut mendapati bahwa bocah kecil yang dulu sering ia taruh diatas pundaknya itu sekarang menjelma menjadi sosok lelaki yang begitu gagah dan rupawan.
Sebastian Putra Djenar sungguh mewarisi seluruh lekuk fisik yang dimiliki ayahnya, dan itu membuat Sadana sangat kesulitan menguasai kesedihan dihatinya.
XXXXX
Dengan berlinang air mata Arini harus rela melepas kepergian sang ayah.
Arini menyesali keputusan ayahnya yang memilih dirawat di rumah sakit yang ada dikota ini daripada harus ikut dirinya ke ibu kota.
Meskipun mendapatkan fasilitas nomor satu, lengkap dengan dokter ahli dan beberapa perawat pribadi yang akan melayani keseharian ayahnya, tapi Arini pasti tidak bisa menjenguknya sesering yang Arini mau. Apalagi dengan statusnya sebagai istri Ceo Indotama Group, mustahil jika Arini bisa bertindak dan mengambil keputusan sesuka hati.
Namun meskipun merasa sedih, Arini tetap bersyukur karena kemurahan hati Tian dan Saraswati, ayahnya bisa dirawat dengan intensif seperti serta mendapatkan fasilitas terbaik, disaat ia sendiri bahkan nyaris menyerah saat mengetahui betapa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk kesembuhan ayahnya.
Arini terus menatap mobil khusus yang membawa ayahnya hingga hilang dari pandangan. Sebulir air mata kembali jatuh dipipinya.
“Arini, jangan bersedih lagi. Kamu harus yakin bahwa aku melakukan semua ini agar ayahmu secepatnya mendapatkan perawatan terbaik. Karena kondisi kesehatan ayahmu harus tetap stabil sebelum mendapatkan donor yang cocok untuknya.”
Saraswati mencoba menghibur Arini sembari menepuk bahu gadis itu berulang kali kemudian mengusapnya perlahan seolah ingin mengalirkan kekuatan disana.
Arini mengangguk perlahan sambil mengusap ujung matanya yang basah dengan punggung tangannya.
“Maafkan aku, Nek. Sepertinya aku memang terlalu khawatir, padahal semua ini demi kesembuhan ayah semata ...” lirih dan mencoba tersenyum.
Saraswati membalas senyum Arini dengan anggukan. “Baiklah, kalau begitu bukankah kita juga harus segera bersiap?”
Pandangan Saraswati beralih pada Tian dan Rudi yang sedari tadi berdiri dibelakang mereka tanpa kata.
"Bukankah kita juga harus kembali sekarang?"
“Iya, Nyonya.” Rudi yang menjawab. “Kita akan langsung ke bandara setelah ini.”
“Bagus kalau begitu.” Saraswati kembali menatap Arini. “Arini, kamu ganti baju dulu dan bersiap. Bawalah barang seperlunya, tidak perlu membawa banyak barang karena semua kebutuhanmu nanti sudah tersedia di rumah Tian..”
“Baik, Nek, aku permisi sebentar.” Arini mengangguk takjim.
Sepeninggal Arini, Tian memilih menghempaskan tubuhnya di sofa butut yang ada disudut ruangan.
Mata Tian mengawasi setiap penjuru ruang tamu yang ukurannya bahkan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran kamar mandi dirumahnya maupun di apartemennya.
Tidak ada perabot apapun disana selain sofa butut yang sedang diduduki Tian saat ini.
Sesaat Tian memejamkan matanya berniat mengusir sedikit lelah, namun yang ada justru kalimat Sadana Ramdhan sebelum pergi tadi seperti terputar ulang dengan jelas dibenak Tian.
“Tidak ada yang lebih menenangkan hati ini selain memikirkan bahwa Arini akan hidup bersama Nak Tian. Kamu adalah anak lelaki Sigit Putra Djenar. Almarhum ayahmu adalah orang yang begitu baik yang sangat aku hormati seumur hidupku. Terima kasih karena Nak Tian sudah bersedia menerima
putriku Arini, aku yakin Nak Tian pasti akan menjaganya dengan baik..”
Tian merasa hatinya tertohok mendengar permohonan Sadana Ramdhan.
Entah dorongan darimana yang membuat Tian mengiyakan dan menyetujui permintaan mertuanya yang diucapkan lewat bibir tuanya yang memucat.
Mata lelaki tua diatas kursi roda itu bahkan berkaca-kaca usai mendengar Tian yang berjanji untuk menjaga putrinya dengan baik, kemudian Sadana memeluk erat tubuh Tian, sementara dibelakangnya sepasang mata Arini sudah tergenang.
Tian membuka matanya, mencoba mengenyahkan semua potongan adegan sendu itu dari pikirannya. Menggeliat sedikit guna meregangkan otot tubuhnya yang terasa agak kaku, seolah ingin me-refresh semua beban yang bergelayut.
Sejak tadi Tian memang tidak berminat sama sekali untuk melakukan apapun bahkan untuk sekedar bicara, seolah hanya menikmati perdebatan dan kekacauan yang terjadi didalam benaknya.
Tian memejamkan matanya, memijit kedua keningnya dengan dua jari tangannya.
Tubuhnya begitu lelah ... pikirannya apalagi ...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Dinda Kharisma
aku berharap tian g berlaku kasar k istrinya..walaupun d jodohku moga tiang bisa menerima dn menghargai andini
2022-09-04
2
sri hasan basri, S.Pd.
bab ini benar2 terkesan terpotong ceritanya.
2021-11-15
1
Eni Trisnawati Mmhe Winvan
Arini semangat 💪
2021-11-07
1