Gunung Bisma merupakan sebuah gunung yang terletak di Jawa tengah dan masih berdekatan dengan wilayah pegunungan Dieng. gunung itu meskipun bukan termasuk golongan gunung yang tertinggi di sekitaran jawa tengah tapi lumayan menjulang untuk ukuran sebuah gunung.
Waktu itu matahari baru saja terbit, dilereng sebelah timur gunung Bisma terdapat satu pedataran, di sana berdiri empat buah bangunan rumah yang terbuat dari papan kayu dan bilah bambu yang menghadap ke arah timur. saat sinar mentari pagi muncul cahayanya langsung menerangi pintu dan jendela keempat bangunan rumah yang berjajar itu.
Pada bagian depan rumah terbentang halaman pelataran yang cukup luas berpagar keliling dari bilah bambu dan ditanami beberapa pepohonan rindang. pintu masuk halaman seperti sebuah pendopo kecil dari susunan batu kali dan kayu sono keling. bagian atasnya tertulis Padepokan Silat Gunung Bisma..!'
Di rumah yang berada paling kiri, terlihat satu wajah seorang gadis muncul dari balik jendela di ujung kanan yang baru terbuka, matanya yang bulat bening mengerjap beberapa kali lalu menguap. dengan masih mengantuk dia memandang pelataran di luar jendela yang terlihat sepi dan sedikit berkabut. meskipun baru bangun tidur dan rambutnya kusut tapi tidak mengurangi kecantikan alami wajah si gadis.
Dia menoleh kedalam bilik tempat tidurnya yang beralas tikar. disana terbaring seorang temannya yang masih terlelap setengah mendengkur. meskipun dia tidak secantik gadis yang sudah terbangun dan berkulit agak sawo tapi lumayan manis juga. udara dingin yang masuk melalui jendela yang terbuka membuatnya menarik selimut tebalnya dan meringkuk kedinginan.
Si gadis cantik ini sibakkan rambut ikal mayangnya yang hitam lebat. saat melihat wajah temannya yang hitam manis masih terlelap dia jadi tidak tega untuk membangunkannya.
''Hhm., sepertinya hari ini aku harus sendirian membersihkan halaman. mungkin Suntini kekelahan karena kemarin berlatih keras sampai malam.!'' gumam si cantik berambut ikal. dengan sekali tutulkan kaki tubuhnya yang langsing sudah keluar lewat jendela dan tahu- tahu telah berada di tengah halaman. ilmu peringan tubuhnya lumayan bagus juga. angin gunung yang berhembus membuat udara bertambah dingin. gadis ini sejenak mengatur pernafasan untuk melancarkan aliran darahnya. paling tidak ini dapat mengurangi rasa dingin udara pagi.
Meskipun sudah lebih enam tahun dia dan belasan temannya berada di gunung Bisma, tapi dia masih sering merasa kedinginan. gadis cantik ini agak benci dengan hawa dingin. maka diantara semua temannya dialah yang paling tidak bisa diam, terus saja bergerak dan berkeringat. kalau sudah begitu baru merasa hidupnya sehat.
Meskipun sinar matahari sudah muncul, tapi kabut juga masih menggantung. apalagi hari ini agak mendung. dengan sebuah sapu lidi yang sudah rada pendek gadis cantik yang umurnya mungkin lima belas atau enam belas tahunan ini mulai menyapu halaman. matanya mengamati tiga bangunan lain yang masih tertutup pintu jendelanya.
''Rupanya kemarin mereka benar- benar berlatih keras sampai malam hingga kelelahan. biasanya pagi begini sudah banyak yang bangun.'' gumam gadis itu. baru saja dia hendak menyapu dari balik kabut muncul seorang remaja bertubuh kerempeng dengan suara terbatuk- batuk berjalan mendekat. gadis itu tersenyum menyapa ''Kalau guru tahu kau biasa bangun pagi beliau pasti tidak akan percaya dan mengomel.!''
Orang yang di sapanya cuma nyengir, tanpa banyak bicara dia juga mulai menggerakkan sapu lidi yang tergenggam di tangannya. sekilas gerakannya seperti serampangan, tapi kalau diperhatikan betul dalam beberapa kali sapuan saja sampah daun kering yang berserakan di pelataran itu sudah separuh terkumpul. gadis cantik tertegun melihatnya.
''Diantara kami sebelas bocah pengemis yang diangkat murid oleh Ki Rangga Wesi Bledek, cuma dia yang masih terlihat sakit- sakitan dan kurus. meskipun anak ini cukup menarik tapi rada terlalu pendiam. guru juga pernah bilang sebenarnya anak ini pintar dan punya bakat, hanya tubuhnya terlalu lemah tidak cocok belajar ilmu beladiri.''
''Hhm., lagi pula dia seperti tidak berminat pada pelajaran ilmu silat, tapi justru pintar memasak dan semua pekerjaan rumah. hampir semua kebutuhan kami dan guru, dia yang menyediakannya. aku yang seorang perempuan kadang sampai malu karena kalah cekatan dengannya.,'' batin gadis itu.
Saat dia melamun entah sejak kapan pekerjaan menyapu halaman sudah selesai. semuanya terlihat bersih. sampah yang terkumpul di pojokan halaman tinggal di bakar saja. pemuda kurus itu kembali terbatuk lalu memberi isyarat hendak pergi ke dapur. dan seakan sudah biasa tanpa bicara orangnya langsung ngeloyor pergi meninggalkan si gadis cantik berambut ikal yang cuma bisa menghela nafas.
''Hei Ajeng Larasati., apa yang sedang kau lamunkan di tengah halaman sendirian begitu.?'' satu suara terdengar menegur. tanpa menoleh gadis cantik itu sudah tahu siapa yang bersuara, lagi pula tubuh orangnya sudah melayang ringan dan mendarat mantap tepat di sampingnya.
Seorang pemuda gagah dan tampan, bajunya yang putih meski terbuat dari kain murahan dan kasar tapi terlihat bersih serta rapi. rambutnya yang hitam panjang diolesi sejenis minyak hingga terlihat kelimis. kalau saja pemuda yang mungkin umurnya tujuh belasan tahun ini berpakaian mahal pasti orang akan mengira dia pemuda dari keluarga kaum bangsawan keraton.
''Yang lain masih tidur tapi kau malah sudah bangun, apa latihan keras semalam tidak membuatmu kelelahan Arga Pangestu.?'' bertanya gadis cantik berambut ikal mayang bernama Ajeng Larasati pada pemuda gagah disampingnya yang rupanya bernama Arga Pangestu ini.
Pemuda ini cuma angkat bahunya sambil menyungging senyum. ''Kau tahu sendirikan, guru kalau sudah meminta kita berlatih silat selalu menuntut hasil yang bagus, jika ada sedikit saja kesalahan jangan harap kita bisa berhenti atau istirahat., kemarin si Jalu Ireng, Suminah dan Kalinggono sampai hampir pingsan kepayahan. padahal Jalu Ireng tubuhnya paling besar dan kuat diantara kita para murid Ki Rangga..!''
''Lagi pula aku juga tidak tega kalau harus membiarkanmu menyapu halaman seorang diri.,'' sambung pemuda itu menggumam. Ajeng Larasati tersenyum menunduk. dia merasa kalau pemuda di sampingnya menaruh perhatian lebih padanya. hampir semua temannya juga suka menggodanya jika kebetulan sedang berdua dengan Arga Pangestu.
Gadis cantik itu juga bukan perempuan yang suka terikat tata krama, baginya semua temannya adalah saudara, jadi dia tidak pernah ambil perduli dengan semua itu. meskipun dalam hati dia juga mengakui kalau Arga Pangestu memang pemuda yang menarik hati, gagah tampan dan luhur budi.
''Hhmm., sayangnya kau terlambat. lihat sendiri halaman pelataran perguruan kita telah bersih, semua sampah juga sudah terkumpul tinggal membakarnya saja..'' ujar Ajeng Larasati. sambil rada menggigil dia menggosok- gosokan telapak tangannya. ''Huu., aku benci hawa dingin..'' gerutunya.
''Weeh., cepat sekali kau menyapu pelataran, sendirian lagi.!'' seru Arga Pangestu kagum.
''Bukan aku yang melakukannya, tapi si kurus pucat. meskipun guru sering melarangnya bangun terlalu pagi agar tubuhnya yang lemah tidak kedinginan dan batuk sesak, tapi dia selalu saja melanggarnya., saat aku baru hendak membantunya, Eeh., dia sudah selesai menyapu dan langsung ke dapur untuk menyiapkan sarapan kita semua.!''
Arga Pangestu tertegun tanpa sadar dia meraba pipinya. ''Maksudmu si Pranacitra.?''
Ajeng Larasati mengangguk., ''Iya., Siapa lagi, kalau ingat si kurus rasanya baru kemarin saja dia menaboki kedua pipimu itu.'' oloknya sambil jarinya menowel pipi Arga Pangestu.
Si pemuda tersenyum kecut. dalam hati dia merasa meskipun sobatnya yang lemah dan pendiam itu memang agak bodoh dalam keseharian. tapi di saat tertentu anak ini bisa mendadak jauh lebih pintar, cerdik dan nekat dari siapapun. bahkan gurunya Ki Rangga Wesi Bledek kadang sampai takjub dengan tingkahnya.
''Pagi- pagi begini sudah berpacaran, kalian berdua sengaja membuat kami.semua cemburu yah.,?''
''Heeh., memangnya kau baru tahu kalau keduanya kerap berduaan, setiap kali guru kita membagi tugas kerja, Arga Pangestu lebih sering membantu Ajeng Larasati.''
''Eeh., biarkan saja, lagi pula mereka berdua cukup serasi.!''
Dalam sekejab saja halaman rumah itu sudah ramai dengan suara gurauan dan sindiran nakal para murid perguruan Gunung Bisma. Arga Pangestu dan Ajeng Larasati cuma nyengir, mereka seakan sudah terbiasa di goda teman- temannya.
''Kalian sudah bangun telat tapi madih juga berani menggoda orang lain. lihat halaman ini sudah bersih semua.!'' tegur Arga Pangestu. sebagai orang yang dipercaya gurunya untuk mengatur semua temannya, dia merasa punya tanggung jawab yang besar pada teman- temannya. suatu hal yang seakan sudah biasa dia lakukan semenjak mereka masih menjadi kawanan gembel cilik yang tidak terurus.
''Halaah., omonganmu ngawur. Ora bener kui., Ngapusi, Bohong besar., lha wong kami semua tahu kalau yang menyapu tadi si Pranacitra, saudara kita yang pendiam itu..!'' kata seorang pemuda berbaju kuning dan berkemul kain sarung, namanya Kundali.
''Kamu itu pemimpin disini, jangan suka berbohong, perempuan itu tidak suka pria penipu, Ora seneng blas., hik hi., hi.!'' ejek Suntini, gadis hitam manis yang sekamar dengan Ajeng Larasati. rupanya dia juga sudah terbangun. semua temannya tertawa bergelak mendengar gurauan keduanya.
Arga Pangestu cuma bisa mendelik kesal, tapi sekejab saja sudah turut tergelak. ''Kapan aku dan Ajeng pernah bilang kalau kami berdua yang menyapu halaman ini. aku cuma berkata kalian bangunnya telat.!''
''Weih., masih bisa ngeles, itu artinya kalian berdua juga terlambat bangun tidur.!''
''Dan sesama tukang tidur dilarang saling mengejek., Hak.,ha.,!'' ujar dua orang lainnya. gelak tawa riang membahana di pagi itu.
Awan mendung sudah menyingkir, matahari telah sepenuhnya muncul. kabut di lereng gunug Bismapun turut menghilang. setelah cuci muka dan sekedar membersihkan diri, belasan muda- mudi berusia lima belas hingga sembilan belas tahun itu mulai kembali berlatih silat, Arga Pangestu dan Ajeng Lestari yang ilmunya paling tinggi terlihat memimpin rekan- rekannya.
Gerakan para pesilat muda ini lumayan cepat dan tangkas, kalau di perkirakan mungkin sudah setara dengan pesilat kelas dua yang sudah punya nama. bisa di maklumi karena guru mereka adalah Ki Rangga Wesi Bledek si Tangan Guntur Besi yang tersohor di rimba persilatan.
Saat itu seorang pemuda tinggi bernama Candraka tengah beradu pukulan dan tendangan dengan Kundali yang berbaju kuning. sudah sepuluh jurus berlalu tapi keduanya masih seimbang. saat hendak menghantam dada lawannya mendadak Kundali jatuh terjengkang, Candraka dan yang lain mengira Kundali terpeleset. saat hendak maju menolong temannya, Candraka malah mengaduh kesakitan sambil pegangi tangannya yang memar terkilir. semua orang menjadi ribut dan bingung dengan kejadian itu.
''Hek., hek., murid- murid perguruan Gunung Bisma rupanya cuma segerombolan pelawak yang bisa- bisanya jatuh dan terkilir sendiri.!''
''Apa mungkin disini banyak demit atau setan penasaran yang suka mengganggu orang.?''
''Dulu memang tidak ada setan di tempat ini, tapi sekarang setannya sudah muncul., dan tidak tangung- tanggung setannya ada tiga lagi, Hik., hik., hi..!''
Semua orang menoleh keasal suara, entah sejak kapan dibawah pintu gapura perguruan itu telah muncul tiga orang setengah tua yang muka serta dandanannya aneh sekaligus menyeramkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 473 Episodes
Comments
Obito Uchiha
novel yg betul2 keren, penggambaran suasana ala pendekar indonya terasa sekali. sukses terus buat novelnya
2025-03-11
0
Kalimat Fiktif
Aku sudah mampir yaa, Ceritanya sangat bagusss! Semangat Author
2024-11-22
0
Luthfi Afifzaidan
lg
2025-02-10
0