BAB 20

Pesta yang diinginkan Albert dan Margaret menjadi pesta yang meriah, berujung kegagalan. Dan yang paling mereka takutkan adalah terbawa oleh Janet karena menyinggung keluarga Pranadja. Pesta tetap dilanjutkan, namun Albert dan Margaret sedang menyidang Janet di lantai atas rumah mereka.

"Katakan Jen, aku masih bisa menahan emosiku." ujar Albert.

"Tenang sayang... Jen, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Margaret.

"Aku tak tahu apa apa, Louis tiba tiba mencumbuku saat kekasihnya sedang berada di dalam kamar mandi. Aku juga wanita dewasa, mana mungkin aku tahan godaan pria seperti Louis." jawab Janet.

Albert menggertakkan giginya. "Hanya itu." bentaknya.

"Apa maksudmu Al, tentu saja hanya itu." ujar Janet.

"Louis terpengaruh obat perangsang Jen, apa kau pikir kami bodoh. Kau tahu, kita sudah menyinggung keluarga Pranadja." teriak Albert.

"Sayang tenanglah." pinta Margaret.

"Bagaimana aku bisa tenang, Louis temanku dan kekasihnya adalah salah satu keluarga Pranadja. Kita yang mengenalkan Janet pada Louis, apa kau tahu artinya itu. Pekerjaanku menjadi taruhannya Megi." bentak Albert.

"Jadi kau menunduhku memberi obat perangsang pada Louis, apa kau pikir aku sudah gila." teriak Janet.

"Ya kau memang gila." teriak balik Albert. "Jadi kau pikir temanku akan mengkonsumsi obat itu sendiri dan mencumbu wanita lain di depan kekasihnya. Ia bahkan mengejar Amila Pranadja hampir satu tahun, apa kau pikir bisa membodohiku." sambungnya.

"Jen, jujurlah. Aku mohon, kau sudah menghancurkan kami sekarang." pinta Margaret.

"Kau tidak percaya pada temanmu sendiri, mana buktinya jika aku melakukan hal itu." jawab Janet keras kepala.

"Masuklah..." teriak Albert.

Seketika seorang pelayan masuk, Janet terkejut. Wajahnya pucat karena melihat kedatangan pelayan yang ia bayar.

"Ceritakan apa yang terjadi, sebelum aku melaporkanmu ke kantor polisi." ancam Albert.

"Apa hubungannya pelayan ini denganku?" tanya Janet.

"Maaf tuan, nyonya... Nona Janet membayarku untuk menumpahkan minuman ke gaun wanita cantik itu. Hanya itu yang aku tahu." ujar pelayan itu ketakutan.

"Kau gila, kapan aku membayarmu. Itu fitnah Megi." teriak Janet.

Pelayan itu mengeluarkan ponselnya.

"Kau mau membantuku tidak, aku akan membayarmu satu juta, ini setengahnya. Setengahnya saat kau berhasil melakukannya, aku hanya minta kau menunggu di ruangan khusus tamu spesial. Aku akan memberimu kode saat mereka sudah datang. Berpura puralah menabrak aku dan tumpahkan minuman pada gaun wanita yang datang bersamaku nanti."

Suara Janet terdengar dengan jelas di rekaman ponsel itu. Wajah Janet semakin memucat karena rencananya benar benar gagal, bahkan ia telah mempermalukan dirinya sendiri pada sahabatnya Margaret.

"Kau... bagaimana kau bisa melakukannya." bentak Janet, suaranya bergetar karena takut.

"Aku takut terjadi apa apa, jadi aku berpura pura melihat SMS di ponselku, padahal aku menghidupkan rekaman." jawab pelayan itu.

"Kau pergilah." usir Albert. Ia kembali menatap Janet dengan marah.

"Oke, baiklah...Aku memang melakukannya. Aku menyukai Louis sejak pertama kali kami bertemu. Aku menginginkan pria itu, aku lebih baik dari wanita yang ia cintai. Lalu sekarang kalian mau apa?" ujar Janet.

Albert mengangkat tangannya tapi Margaret menahannya.

"Jen, aku tak menyangka kau akan melakukan hal sehina itu. Mulai hari ini, kita tidak bisa berteman lagi. Aku harap kita tidak pernah bertemu lagi." ujar Margaret seraya menangis.

"Kau pikir aku mau terus berteman denganmu." bentak Janet seraya keluar dari ruangan dan pergi begitu saja.

Air mata Margaret semakin tumpah, ia tak menyangka akan memiliki teman seperti Janet. Albert akhirnya menenangkan istrinya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimanapun, akulah yang mengenalkan Janet pada Louis. Aku takut pekerjaanmu dan juga..."

"Tenanglah sayang, kita temui Louis setelah selesai pesta. Tersenyumlah, dibawah masih banyak tamu yang hadir. Kita tak mungkin membiarkan pesta ini berantakan." potong Albert.

Margaret mengangguk, ia menghapus air matanya dan berusaha menenangkan hatinya yang hancur karena ulah temannya sendiri.

"Aku akan turun terlebih dahulu, kau turunlah setelah tenang." ujar Albert seraya meninggalkan istrinya.

*****

Amila dan keluarga besar Pranadja sedang menunggu Louis siuman di ruang rawatnya. Mereka menunggu dengan tenang disana. Setelah Amila tenang, ia tetap meminta keluarganya untuk tidak membawa masalah ini ke kantor polisi. Ia tak ingin masalah yang memalukan ini berlarut-larut. Dengan terpaksa, mereka menyetujui permintaan Amila.

Louis membuka matanya, ia terkejut karena sedang terbaring. Ia menatap ruangan yang sangat asing baginya. Ia seketika terbangun saat melihat keluarga Pranadja menatapnya.

"Kau pria bodoh." ujar Kevin.

"Apa yang terjadi? Aku dimana sekarang?" tanya Louis.

Amila menatapnya dengan kesal.

"Sayang ada apa?" tanya Louis pada Amila sambil mengulurkan tangannya. Tapi Amila segera menjauh karena masih marah.

"Louis, ini rumah sakit. Apa kau benar benar tak mengingat apapun?" tanya Veronica.

Louis memejamkan matanya, ia berusaha mengingat lalu membuka matanya kembali.

"Aku benar benar tak mengingat apapun, terakhir aku menunggu Amila membersihkan gaunnya di kamar mandi. Setelah itu aku tak mengingat apapun." jawab Louis. "Om, tante... Mengapa kalian ada disini juga?" tanyanya.

"Kau pingsan, bagaimana kami tak ada disini." jawab Amora.

"Baiklah, aku rasa kau sudah baik baik saja. Lebih baik kita pulang sekarang." sahut Dion.

"Dokter bilang kau boleh pulang setelah sadar." kata Veronica.

Louis menatap kekasihnya lagi, ia bingung mengapa Amila sangat marah padanya.

"Sayang, ingat ini buka kesalahan Louis. Jangan membuatnya kebingungan." ujar Amora pada putrinya.

"Ayo kita pulang, aku sangat lelah." jawab Amila.

"Om, tante dan semuanya. Bisakah aku berbicara dengan Amila sebentar." pinta Louis.

"Jika kau melakukan kebodohan lagi, aku akan membunuhmu." ancam Kevin.

Veronica membawa suaminya keluar, Dion dan Amora mengangguk lalu ikut keluar dari ruangan. Louis turun dari ranjang itu, kepalanya masih sedikit sakit. Ia mendekati Amila.

"Apa yang terjadi, mengapa kau sangat marah padaku?" tanya Louis.

"Apa kau benar benar lupa atau kau hanya bersandiwara?" tanya Amila kesal.

"Demi Tuhan sayang, aku hanya ingat sedang menunggumu di ruangan itu bersama Janet. Selebihnya, aku benar benar lupa. Bahkan aku tak ingat mengapa di belakang kepalaku ada benjolan dan mengapa aku ada di rumah sakit sekarang." jawab Louis.

"Kau bodoh, tentu saja ada benjolan. Aku mendorongmu sekuat tenaga." pikir Amila.

"Ami, jangan membuatku bingung. Oh ya ampun, bagaimana dengan pesta itu?" tanya Louis.

"Aku tak mau menjelaskan semuanya. Kau ingat saja sendiri, sekarang kita pulang." ujar Amila seraya membalikkan tubuhnya.

Louis menahannya lalu memeluk wanita itu dari belakang. "Apa aku melakukan kesalahan hingga membuatmu begitu marah sayang?" tanyanya.

Cukup lama posisi itu mereka lakukan, Amila ingin sekali menampar kekasihnya agar mengingat semuanya. Ia sangat marah jika ingat cumbuan Louis dengan Janet.

Ingatan Louis sedikit demi sedikit pulih, setiap puzzle yang hilang akhirnya ia temukan.

"Oh my God..." ujar Louis seraya melepaskan Amila.

Amila membalikkan tubuhnya lalu menatap Louis yang wajahnya memerah. Rahang Louis berkedut menahan amarah. Seketika pria itu memukul wajahnya sendiri membuat Amila terkejut seraya menahannya.

"Stop it..." bentak Amila.

"Aku pantas mendapatkannya, aku sekarang ingat semuanya. Dan kau... apa kau terluka?" tanya Louis.

Amila menggeleng. "Aku baik baik saja, tapi kau lah yang terluka karena aku."

Louis memegang belakang kepalanya, lalu menarik Amila kedalam pelukannya. "Aku ceroboh, sama sekali tak mencurigai minuman yang sudah tersedia di ruangan itu. Tolong beri aku kesempatan lagi Ami, aku benar benar salah. Aku tidak menodainya atau menodaimu kan?" tanyanya ketakutan.

"Aku benci melihatmu mencumbu wanita lain." ujar Amila seraya menangis.

"Tapi saat itu aku kira Janet adalah kau sayang."

"Tetap saja, apa kau ingin menodaiku sebelum kita menikah. Apa kau sudah gila." kata Amila terisak.

"Maafkan aku, aku benar benar menyesal. Maaf Ami, ampuni perbuatanku."

"Louis, kita menikah saja." pinta Amila.

Louis terkejut, ia melepaskan pelukannya lalu menatap Amila. "Apa yang kau katakan barusan? Aku tak salah dengar kan?"

Amila menggelengkan kepalanya. "Kita menikah, aku takut dan benci saat kau menyentuh wanita lain. Aku tak ingin..."

Seketika Louis membungkam mulut Amila dengan ciuman. Keduanya saling berciuman cukup lama membuat nafas mereka terengah-engah. Louis kembali memeluk Amila.

"Minggu depan, bagaimana jika kita menikah minggu depan." ujar Louis.

Amila menganggukkan kepalanya setuju. Tentu saja Louis sangat bahagia mendapat persetujuan dari kekasihnya yang selama ini ia inginkan.

*****

Happy Reading All...😘😘😘

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ

🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ

kejadian buruk yang membawa berkah untuk Louis dan Ami 🤣🤣🤣

2022-10-24

0

Debbie Teguh

Debbie Teguh

hehehe bagus jg si junedi malah bikin amila cepet2 mau nikah sm louis, thor ini beneran namanya louis vuitton, hati2 lho bisa di sue

2022-01-21

0

Lis Manda Cel

Lis Manda Cel

ya elah mlh yg diuntungkan adlh louis...

2021-10-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!