"Mau mandi?" tanya Ferdian dengan mata sayu dan senyum yang entah kenapa terlihat begitu mengerikan di mataku saat ini.
Aku langsung memposisikan tubuhku untuk duduk tegak di hadapannya, tentu saja dengan hati yang berdebar.
"Eh ... mm ... Iya, aku mandi dulu ya," ucapku terbata-bata.
"Kamu mandi di kamar mandi sini aja, biar aku mandi di kamar sebelah," ujarnya sambil membuka tas dan mengambil perlengkapannya.
"Baiklah!"
Aku berjalan menuju melewati walk in wardrobe bernuansa kayu putih untuk menuju kamar mandi. Kamar mandi utama di sini memang terlihat menawan hanya saja membuatku gugup sekali, karena pintu masuknya berhiaskan kaca bening tanpa penutup. Jadi setiap orang yang beraktivitas di kamar mandi ini tentu saja akan terlihat jelas dari lemari.
Aku harus sedikit bersyukur, karena lemarinya memiliki pintu dan juga shower room di dalam memiliki sekat yang juga terbuat dari kaca, hanya saja kacanya buram dan tebal. Setidaknya lebih baik dari pintu masuk kamar mandi ini.
Lagi pula Ferdian akan berada di kamar mandi sebelah. Aku harus cepat dan memastikan dia sudah masuk ke kamar mandi sebelum aku masuk, dan keluar sebelum dia keluar.
Ferdian sudah masuk ke kamar mandi. Aku harus segera mandi dan menyelesaikan semuanya. Ya bentar saja, sebentar saja.
Aku memasuki kamar mandi yang cukup luas ini dengan perasaan gugup. Di dalam kamar mandi ini terdapat shower room dan juga bathub.
Terdapat wastafel bernuansa modern dengan lemari di sebelah kaca dindingnya. Memang benar-benar desain yang menawan. Ah, aku harus cepat.
Aku menaruh handuk putih bersih di kaca sekat, agar tubuhku yang eksotik ini tidak terlihat dari luar, ya meskipun bagian paha ke bawah akan tetap terlihat. Tetapi setidaknya aku lebih merasa aman.
Berhasil. Aku mandi dengan kilat, meski tetap membersihkan tubuh sebersih dan sewangi mungkin. Aku melilitkan handuk. Ah, kenapa aku tidak mengambil baju ganti sekalian agar aku bisa berganti di dalam.
Apa Ferdian sudah selesai? Oh tidak sepertinya ia sudah selesai. Terdengar suaranya memanggilku dari luar.
"Sayang, apa kamu udah selesai?" panggilnya.
Apa itu? Dia memanggilku, Sayang? Tubuhku kembali terasa panas.
"A ... aku, belum selesai, jangan kesini!" teriakku gugup.
Tak ada suara jawaban darinya.
Aku harus bergegas menuju lemari dan mengambil baju tidurku di sana. Ah tidak! Aku lupa menaruh tasku, aku masih menaruhnya di kamar.
"Ferdian, bisa kamu taruh tasku di lemari?" teriakku lagi.
Lagi-lagi tidak ada jawaban. Kemana dia? Apa dia berada di ruangan lain?
Aku memutuskan untuk mengambil tasku sendiri. Dengan jalan mengendap-endap aku berjalan menuju kamar. Kepala dan mataku awas, memperhatikan jika saja pria itu masuk.
Aku langsung meraih tasku berbarengan dengan masuknya Ferdian. Dia menatapku bengong. Refleks aku menjerit dan berlari ke dalam lemari kemudian menutup pintunya.
Jantungku berdetak kencang sekali. Kenapa aku sampai berteriak? Padahal dia suamiku sendiri, dan aku masih mengenakan handuk. Bodohnya! Aku gugup sekali, karena ini pertama kalinya aku berhadapan dengan laki-laki sambil mengenakan handuk. Aku harus menenangkan diriku sendiri sambil memilih baju tidur yang sudah kubawa.
Sebuah gaun tidur berwarna burgundy model babydoll dengan panjang selutut kupakai malam ini. Berhiaskan renda-renda kecil di sekeliling roknya membuat dress ini terlihat cute. Aku membelinya seminggu yang lalu, kusiapkan spesial untuk malam ini. Tidak terlalu seksi dan juga tidak terlalu terbuka. Yang penting aku bisa terlihat cantik di mata Ferdian.
Aku juga mencoba mengeringkan rambut panjangku sebelum dirapikan. Sedikit olesan lipbalm berwarna agar wajahku terlihat lebih segar meski tidak memakai make up lagi. Tak lupa memakai wewangian lembut di sekujur tubuhku.
Okay, I'm ready! Tapi aku benar-benar gugup dan takut untuk melangkah keluar.
Tok tok tok, Ferdian mengetuk pintu lemari.
"Kamu lapar gak?" tanyanya.
"Enggak!" jawabku.
"Lagi apa sih di dalam? Lama banget!" cerocosnya.
"Aku tunggu di ruang santai ya,"
"Hmm ..." jawabku.
Aku harus keluar sekarang. Ceklek.
"Kenapa lama? Takut ya?" ucapnya memandangiku.
Aku diam saja menatapnya.
"Kamu cantik, Sayang!" ucapnya lembut.
Ferdian menarik lenganku dan membawanya ke ruang santai, terdapat kaca jendela yang besar dan luas. Terlihat dari sini pemandangan malam kota Bandung berhiaskan lampu-lampu seperti bintang di langit. Kami berada di lantai 15, jadi kami bisa melihat pemandangan di bawah sejauh mata memandang, juga melihat batasan luasnya langit malam yang ditemani terangnya bulan purnama bersama para bidadari bintangnya.
Ferdian membukakan tirai jendela dan memadamkan lampu, membuat pemandangan itu tersaji dengan indah di hadapan kami.
"Kamu tau? Ini pemandangan yang selalu kunantikan dalam hidupku," ucap Ferdian. Ia menggenggam tanganku.
"Dulu aku pernah memberitahu Bunda, kalau aku ingin sekali tinggal di tempat tinggi seperti ini agar bisa melihat bumi dan langit secara bersamaan, agar aku bisa bersyukur dan berharap di satu waktu yang sama," ucapnya lagi.
Aku memandanginya dari samping, melihat dari sisi wajahnya dalam temaram malam. Hidungnya yang mancung itu terlihat indah, lensa matanya berkilauan memantulkan sinar-sinar yang ada di luar. Entah kenapa malam ini aku merasa sedang jatuh hati padanya. Hatiku tak pernah berhenti berdebar.
"Dan hari ini aku bersyukur bisa memilikimu sebagai istri, juga berharap agar pernikahan kita selalu bahagia selamanya," ucapnya menatapku.
Hatiku meleleh mendengarkan ucapannya, terdengar tulus meluncur dari lidahnya.
"Boleh aku peluk kamu?" Tanyanya memandangiku.
Aku mengangguk, tatapanku tertunduk. Ia menarikku dalam pelukannya. Terasa hangat dan nyaman sekali. Kusandarkan kepalaku di dada bidangnya. Baru kali ini kurasakan kokoh tubuhnya, lebar bahunya. Aku bisa mendengar dengan jelas ritme detak jantungnya, begitu kencang sama sepertiku.
Tangannya membelai lembut rambutku, begitu terasa nyaman. Sebuah kecupan terasa di puncak kepalaku. Aku bisa merasakan kasih sayangnya meski kami baru saja berkenalan sebulan yang lalu.
Ferdian mengangkat wajahku. Kami saling beradu pandang dalam suasana gelap. Wajahnya semakin dekat. Aku bisa mendengar nafasnya yang lembut dan hangat. Jantungku semakin kencang berdetak.
"May I kiss you (boleh aku cium kamu)?" tanyanya lembut sekali di depan wajahku.
Tanpa menunggu aba-aba dan juga jawabanku, ia langsung meluncurkan aksinya.
Ah, this is my first kiss. So tender and so sweet, just like a dream. (Ah, ini ciuman pertamaku. Lembut dan manis banget, seperti mimpi).
"Kamu mau gelap-gelapan terus?" tanyaku di sela-sela acara tadi.
Ia terkekeh. "Gak bisa lihat wajah ganteng aku ya?" ujarnya kemudian.
"Hmm pede banget," ucapku gengsi.
"Emang aku ganteng kan, ngaku aja deh!"
"Iya deh, kamu ganteng!"
"Terpaksa gitu mujinya, yang tulus dong!" paksanya.
Mmhh...
"Suamiku ganteng banget deh," ucapku kemudian membuat ia tertawa-tawa.
"Istriku juga cantik banget," ujarnya mencubit kecil hidungku.
Ferdian menutup tirai kembali.
"Ke kamar yuk," ajaknya menarik lenganku.
Aku menurut saja. Rasanya hatiku sudah pasrah untuk menyerahkan tubuhku malam ini seutuhnya untuk Ferdian.
Yes, i'm yours from now and forever. Just do what you and i like. I'm not afraid anymore. Because we're together, and I believe in you.
(Ya, aku milikmu mulai sekarang dan selamanya. Lakukan aja apa yang kamu dan aku suka. Aku sudah tidak takut lagi. Karena kita bersama dan aku percaya kamu).
\=\=\=\=\=
Pukul 04.20 alarm ponselku berbunyi nyaring. Aku mencari-cari benda itu yang ternyata ada di atas nakas. Kumatikan saja. Aku merasa lelah sekali dan rasanya belum puas untuk istirahat.
Kurebahkan kembali tubuhku di atas kasur. Ah, baru kuingat ternyata aku melewati malam panjang yang manis dan hangat bersama Ferdian. Lewat tengah malam kami baru benar-benar bisa tidur lelap dalam pelukan perdana di atas kasur, di bawah selimut yang sama.
Aku memandangi Ferdian. Entah kenapa hobi sekali aku memandangi wajahnya setelah menikah. Aku suka hidungnya yang mancung. Aku suka bibirnya yang lembut. Aku suka matanya yang teduh. Aku suka dagunya yang lancip. Ah, aku benar-benar sudah jatuh cinta.
"Fer, bangun! Udah subuh nih!" ucapku sambil mencubit-cubit kecil pipinya yang agak tirus.
"Mmmhh ...." dia hanya mengerang.
"Bangun! Mandi!" ujarku lagi.
Ia malah menarik tubuhku ke dalam pelukannya.
"Bangun Fer, nanti subuh kesiangan!" Aku mencoba melepas diri, tapi dia benar-benar kuat.
"5 menit lagi, please!" katanya tanpa melepaskan pelukannya.
Kemudian ia membuka matanya perlahan dan tersenyum lebar membelai wajahku, kemudian mengecup keningku.
"Mandi bareng yuk!" ucapnya semangat.
Ia langsung menggendongku ala bridal style menuju kamar mandi. Jangan tanya lagi apa yang terjadi di dalam kamar mandi selanjutnya. Because this morning is getting hotter (Karena pagi ini bakal semakin panas)!
\=\=\=\=\=
"Antar aku ke rumah ya, aku mau ambil barang-barang!" ucapku sambil menyiapkan sarapan ala kadarnya pagi ini.
"Siap, Mrs. Winata!"
"Udah gitu, kita langsung ke rumah Mama dan Bunda buat pamit."
Kami berencana akan pergi bulan madu ke Jepang malam ini. Papa telah membelikan kami tiket PP serta menyiapkan semua akomodasi dan penginapan di sana. Rencananya kami akan tour bebas di Kyoto dan Tokyo selama kurang lebih 5 hari.
"Okay!" ucapnya, satu tangannya menopang dagu sambil terus memperhatikanku. Aku jadi grogi dibuatnya.
"Eh baju kamu yang mau dibawa ada dimana?"
"Di kosan kebanyakan sih! Kalau di rumah Bunda kebanyakan baju lama,"
"Mau ambil sendiri atau aku anterin?" tanyaku ragu, mengingat kosan Ferdian berada di dalam kompleks kampus.
Meski hari ini hari Minggu, tetap saja perasaanku was-was, jika saja ada teman atau kenalan mahasiswa yang memergoki kami berdua.
"Anterin aku ya, please!" pintanya memelas manja.
As i guess (seperti yang aku duga), "Oke! Tapi aku tunggu di mobil aja, ya?"
Ferdian mengangguk sambil menyeruput teh melatinya.
Kami pergi menuju kosan Ferdian setelah sebelumnya kami membereskan barang-barangku di rumah. Suasana kampus benar-benar sepi hari itu. Matahari memang sedang di atas singgasananya di puncak. Hawa terasa panas menyengat. Jadi wajar tidak banyak orang berlalu lalang melakukan kegiatan di akhir pekan.
Kosan tempat Ferdian tinggal adalah sebuah asrama milik kampus. Ferdian tinggal di salah satu asrama kampus yang lumayan paling lengkap fasilitasnya. Ada kantin, minimarket, sarana olahraga, dan keamanan 24 jam. Dari fakultas kami hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit untuk berjalan. Memang sangat dekat.
"Beneran gak mau ikut ke dalam?" tanya Ferdian menunduk di samping pintu mobil.
Sebenarnya aku tak mau ada yang memergoki kami. Tapi sepertinya cukup aman, lagipula dia membutuhkan bantuan untuk membereskan barang-barangnya.
"Oke, I'm in (aku ikut)!"
Ferdian tersenyum. Aku mendorong tubuhnya agar ia berjalan cepat masuk ke dalam kamarnya.
Ferdian tinggal di lantai 3 asrama. Kamar studio ukuran 21 meter persegi itu cukup luas untuk seorang mahasiswa. Ada dapur juga di dalamnya.
"Kamu sering masak?" tanyaku memperhatikan dapur mini di dalam kamarnya.
"Sering, tiap hari malah!" Jawabnya sambil membuka lemarinya.
"Sering belanja dong?"
"Ya seminggu sekali aja buat stok pagi atau malam," ia mengambil beberapa pakaian dan langsung dimasukannya begitu saja ke dalam backpack -nya.
"Hei, kenapa itu gak dilipat?" tanyaku melihat ia memasukan bajunya asal saja.
"Biar cepet!" Ujarnya.
"Sini aku rapihkan!" tawarku.
Aku berjalan ke arahnya, mengambil beberapa kemeja dan kaos miliknya yang terlihat oke. Ia memang fashionable, wajar sih dia model. Outfit miliknya keluaran brand-brand ternama.
"Done, ada lagi?"
"Cukup gak ya bawa segini?"
"Cukup-cukupin aja, kamu cowok, lebih simple!" ucapku.
"Emang ya kalau cewek lebih ribet, pergi 5 hari aja satu koper besar dibawa," ujarnya santai.
"Hei aku gak bawa koper besar ya, biasa aja tuh!" ucapku cemberut.
Ferdian mencolek daguku, sambil tertawa-tawa. Ia senang sekali menggodaku.
Err~
Kali ini wajahnya mendekat dan terus mendekat, membuatku berdebar lagi. Ia menarik wajahku. Cup. Ia mencium bibirku lembut beberapa kali.
"Mm ... mau melakukannya di sini untuk yang pertama kali?" godanya.
"Waktu kita sedikit, Fer! Belum ke rumah Mamaku, dan Bunda, jadi tunda dulu, okay?!"
"Hmm ... okay," jawabnya lesu.
Ya ampun, dasar pengantin baru. Sempat-sempatnya ia berpikiran seperti itu, meski waktu rasanya sudah sedikit sekali.
Aku berjalan keluar diikuti Ferdian di belakang, ia mengunci pintu kamarnya. Langkah-langkah kakiku dipercepat menuruni tangga dan segera keluar dari asrama. Meskipun sebenarnya langkahku agak terganggu dengan sesuatu yang terasa asing bekas kejadian semalam.
Akhirnya keluar juga.
"Miss Ajeng, lagi apa disini?" sebuah suara memanggilku.
DEG.
\=\=\=\=\=
Jangan lupa like & vote
komennya juga dong
makasih ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
PASTI SI ARDI TUH...
2024-07-30
0
Nur Adam
kurang hots thoor,,ckck
2021-07-17
1
࿇ωΐຮε࿐🅟🅖 ✈️
ada hidden part nya rupanya. kasi liat dikit Napa Thor 😘
dikiiiiiiiiittttt aj gpp kalleeee😄😅😅😅😂😂😂😇
2021-01-10
0