Sore itu, setelah makan siang di kafe telah selesai, Ferdian mengajakku untuk membeli beberapa barang hantaran untuk hari pernikahan nanti. Aku sih oke-oke aja, toh pasti hari akan terasa berjalan lebih cepat, khawatirnya aku tidak akan sempat. Juga demi mengefektifkan waktu, kami langsung saja pergi menuju pusat perbelanjaan yang cukup lengkap di salah satu mall kota Bandung, yang letaknya tidak cukup jauh dari kafe.
Memang luar biasa, Bandung di akhir pekan. Macet, padat, dan sesak sudah menjadi pemandangan biasa di akhir pekan. Biasanya aku lebih memilih bersantai, membaca novel atau menonton film di rumah, daripada harus bermacet-macet ria seperti ini. Tetapi tidak apa-apalah sekali saja, toh ini pertama kalinya aku jalan bersama Ferdian, mahasiswaku yang akan menjadi suamiku nanti.
Ferdian memarkirkan mobil sedannya di basement mall. Kami pun keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk mall.
"Kamu mau beli apa?" tanya Ferdian setelah kami berada di dalam mall.
"Apa ya? Dulu waktu kakakku nikah sih, cukup banyak barang hantarannya," kataku.
"Emang apa aja isinya?"
"Ada tas, sepatu, kosmetik & skincare, perlengkapan sholat, baju couple, baju tidur, dan underwear,"
"Wow! Lumayan banyak ya?" katanya tertegun.
Mungkin dia tidak akan sanggup untuk mengantarku jika harus berbelanja barang sebanyak itu. Mungkin dia pikir, aku seperti wanita kebanyakan yang senang sekali berbelanja sambil membanding-bandingkan harga dari satu toko ke toko lainnya. Tetapi jujur saja, memang seperti itulah kebanyakan wanita.
"Aku belanja tas dan sepatu aja dulu ya? Lainnya bisa menyusul," kataku kemudian.
Ferdian tampak lega. "Baiklah," ujarnya.
"Jadi kemana kita?" tanyanya.
"Kita ke atas ya, kayanya banyak toko tas & sepatu di sana," ujarku, yang memang pernah berbelanja di sinii.
"Oke, aku ikut aja," ucapnya.
Kami berjalan menuju eskalator dan mencoba menghampiri beberapa toko tas dan sepatu khusus wanita untuk mencari barang hantaran. Sepertinya memang aku agak kesulitan mencari barang yang cocok dengan seleraku.
Aku berjalan dan memperhatikan tas dan sepatu di setiap rak dan etalase. Sementara Ferdian berjalan mengikutiku di belakang. Setengah jam, dia masih merasa baik-baik saja. Sejam kemudian, ia terduduk di kursi sambil memperhatikanku. Lama-kelamaan, wajahnya semakin lesu. Hihi, begitulah resikonya mengantar wanita berbelanja.
"Udah dapat?" tanyanya lesu, ketika aku mencoba sebuah sepatu yang menurutku sesuai dengan seleraku.
"Sebentar lagi ya," kataku.
"Oke," katanya, berlanjut dengan aktivitas menguap.
"Gimana bagus gak?" tanyaku, sambil menunjukan sepasang sepatu bermodel stiletto berwarna peach yang sudah kucoba dan sebuah handbag kulit dengan warna yang sama.
"Bagus," katanya terdengar datar.
"Okay, mbak tolong bungkus aja yang ini ya!" ucapku pada seorang sales.
"Capek ya?" tanyaku sambil memasang sepatuku kembali.
"Enggak kok, cuma ngantuk!" ucapnya jujur sekali.
Aku tertawa. "Kamu harus terbiasa, karena nanti bakalan sering-sering antar istri belanja kaya gini," kataku padanya yang tertunduk.
"Iya, i know that!"
"Yuk ke kasir, kamu yang bayar kan?" tanyaku memastikan.
"Okay!"
Kami berjalan menuju kasir dan ia membayar barang belanjaanku. Sang kasir, yang seorang perempuan muda, tampak grogi ketika menerima kartu debit yang disodorkan oleh Ferdian. Ia bahkan selalu gagal untuk menggesek kartu ke mesin EDC.
"Coba lagi mbak, santai aja!" ujarku kemudian yang gemas melihat tingkahnya.
"Maaf kak, saya coba lagi ya?" katanya sambil melirik pada Ferdian dan akhirnya berhasil.
"Silakan dicek kembali," ujarnya kaku, Ferdian mengeceknya dan menekan pin kartu debitnya.
"Ini struk belanjanya, Kak!" katanya lagi sambil menyerahkan selembar struknya.
"Barangnya mana ya?" tanyaku ramah.
"Astaga, maaf, Kak! Ini dia!" katanya sambil menyerahkan belanjaanku kali ini pada Ferdian.
"Baik, terima kasih!" ucap Ferdian mengambil belanjaanku.
Aku terkekeh-kekeh setelah pergi dari toko tadi.
"Kamu pasti sering ya mengalami kejadian kaya tadi?" tanyaku.
"Ya gitu deh," jawabnya malas.
"Aku juga sering kaya gitu, dan paling malas kalau ada cowok genit, suka gombal tiba-tiba, sok kenal sok deket," ceritaku. "Makanya aku seringnya belanja online aja, biar kurir antar barangnya pas aku lagi gak ada di rumah," lanjutku.
"Kalau aku gombalin, nanggepinnya males juga?" tanyanya antusias.
"Hmm....sedikit lah ya," kataku berpikir-pikir. "Emang kamu pernah gombalin aku, Fer?"
"Entahlah, perasaan yang aku omongin ke kamu semuanya jujur deh," ucapnya polos sambil menatap lurus ke depan.
Aku tersenyum sendiri dibuatnya.
"Kenapa?" tanyanya heran.
"Itu, kamu lagi gombalin aku," kataku terkekeh.
Matanya sedikit membesar dan wajahnya menegang.
"My princess, tunggu di sini dulu ya? Aku mau ke toilet dulu sebentar," ujarnya. Sapaannya itu membuatku geli seketika.
"Oke, my prince!" balasku sambil memegang dua kantong belanjaanku yang diserahkannya padaku.
Ia tersenyum lebar, "Don't go anywhere!" ucapnya lagi. Kemudian ia berjalan terburu-buru mencari toilet.
Aku berdiri di depan sebuah toko aksesoris remaja cewek yang berdekorasi retro pink. Aku hendak berjalan menuju toko itu, namun seperti ada suara memanggil namaku.
"Miss Ajeng?" sebuah suara perempuan dari samping memanggilku. "Miss Ajeng, kan?" ucapnya.
Seorang perempuan bertubuh mungil, berambut panjang lurus, dan bermata besar muncul di sampingku. Salah satu mahasiswi populer di angkatannya, teman sekelas Ferdian.
"Kamu Sally kan?" tanyaku memastikan.
Aku cukup terkejut dibuatnya, mengingat tadi ia sempat menghubungi Ferdian.
"Iya, Miss! Miss Ajeng lagi apa di sini? Cantik bangeeeet....!" tanyanya antusias.
"Saya habis belanja!" jawabku tidak berbohong.
"Oh...Miss Ajeng sama siapa? Sendirian aja?" tanyanya lagi, sambil memperhatikan orang-orang di sekitarku. Duh, jantungku berdebar.
"Saya sedang menunggu...."
"Nungguin siapa, Miss? Biar saya temani dulu," ujarnya riang.
"Nunggu...., nunggu taksi online!" jawabku berbohong. Duh, aku terpaksa melakukannya. Aku tidak mau hubunganku dengan Ferdian diketahui yang lain, terutama mahasiswi di depanku ini.
"Oooh....baru pesan ya? Emang Miss mau pulang sekarang?" tanyanya, mengapa ia jadi menginterogasiku ya.
"Iya, baru aja!" kataku terbata-bata.
"Yah....padahal kita bisa jalan bareng sekalian. Hehe kalau Miss berkenan tentunya,"
"Hehe...mungkin lain kali ya, terima kasih banyak! Dan kayanya saya harus pergi sekarang!"
"Oh baiklah, hati-hati di jalan ya Miss!" ucapnya.
"Iya, bye Sally!" kataku sambil melambaikan tangan.
Aku berjalan sangat kencang diiringi dengan jantungku yang semakin bergemuruh, khawatir Ferdian akan segera datang. Aku harus menghubunginya, kalau tidak, dia akan kebingungan mencari keberadaanku dan mungkin dia akan bertemu Sally di sana.
"Ferdian, aku tunggu di mobil kamu ya?" kataku lewat telepon.
"Kamu dimana sekarang? Aku cari kok ga ada?" tanyanya kebingungan.
"Udah cepetan kamu ke basement aja, kita ketemuan di sana!" kataku, nafasku terengah-engah.
"Oke!"
"Naik lift, ya!" saranku agar dia tidak bertemu dengan Sally.
"Oke!"
Rasanya hati cukup lega setelah aku sampai di basement. Tapi aku merasa haus sekali setelah berjalan cukup cepat dan kaki juga terasa pegal. Untung saja, aku tidak memakai sepatu high heels. Kalau tidak, mungkin kakiku ini sudah kram.
Aku berjalan menuju mobil milik Ferdian dan menunggunya sambil duduk di atas beton pembatas parkir di belakang mobilnya. Kuluruskan kaki untuk melemaskan otot-otot betis dan telapak kaki.
Kenapa Ferdian lama sekali. Padahal sudah 15 menit aku menunggu disini. Jangan-jangan, dia bertemu dengan Sally? >.<
\=====
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Fafa Adieq Bosky
panggilan sayangnya .....
2020-12-24
2
BEE (@tulisan_bee)
Kalo digombalin Ferdian mah hayukkkk ajaaa 😅
2020-06-10
14
kim_JH
plistor panggilan sayangnya
2020-05-02
9