"Kamu beneran Ferdian, mahasiswa aku?" tanyaku kembali memastikan.
Ia mengangguk dan tersenyum menyungging di sudut bibirnya. Tak kusangka, ia adalah anak Om Gunawan, sahabat bisnis papa. Padahal aku pernah beberapa kali bertemu dengannya pada saat kecil dulu, ternyata sekarang dia menjadi mahasiswaku di kampus. Pria berbadan tinggi agak kurus itu berjalan ke arah ibunya.
"Iya, kenalkan ini anak bungsu Om dan Tante, Ferdian Winata! Kamu sudah kenal?" tanya Tante Bella, merangkul bahu anaknya itu.
"Aku ngajar di kelas dia, Tante!" jawabku sambil tersenyum.
"Wah, kebetulan banget, ya?! Bagus deh kalau gitu!" sahutnya.
"Yuk kita langsung ke meja makan! Perkenalannya lanjut nanti ya," ujar mama, mengajak para tamu masuk ke dalam rumah kami yang cukup luas.
Kami semua sudah duduk di kursi masing-masing mengelilingi meja makan yang sudah dipersiapkan mama dengan dekorasi rustic. Saat itulah, aku mulai memperhatikan Ferdian yang duduk di kursi seberang sebelah kanan ibunya. Penampilannya berbeda 180 derajat dengan di kampus dan 10 kali lipat lebih menawan dan dewasa saat ini. Wajahnya yang putih dan berkilau sangat tampan dan aku akui hal itu. Ia menunduk, lalu tatapan kami bertemu, membuat hatiku menjadi melompat seketika. Kualihkan perhatianku pada ayahnya, Om Gunawan yang kesulitan untuk duduk di kursi samping papa. Namun Om Gunawan ternyata masih cukup kuat untuk duduk di kursi, meski dua pelayannya selalu berada di sisinya.
Papa berdiri, ia menjadi pusat perhatian acara malam ini dan mengeluarkan kata-kata sambutan.
"Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt, karena atas izin-Nya kita bisa berkumpul saat ini, di rumah ini. Saya haturkan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Bapak Gunawan, yang sudah saya anggap seperti kakak saya sendiri. Semoga Allah selalu melimpahkan kesehatan dan kesembuhan untuk Bapak.
Acara malam ini begitu sakral untuk saya dan keluarga, dan tentunya saya merasa terhormat atas permintaan Bapak Gunawan Winata, CEO dari Winata Jaya Sentosa Corporation, untuk meminang putri bungsu kami, Ajeng Chandra Diningrat, sebagai calon istri dari dari putra bungsu Bapak Gunawan, Ferdian Winata."
What?! Seketika itu, jantungku meledak bagai kejatuhan bom nuklir. Aku refleks berdiri memandangi papaku sambil menghentakan kakiku di bawah meja. Mataku menatap tajam ke arah papa yang juga menatapku tenang.
Bagaimana bisa hal ini terjadi, bahkan tanpa persetujuanku?
Papa menyuruhku untuk diam dan duduk kembali dengan kode tangannya. Sementara mama merangkul tanganku dan mencoba menenangkanku.
"Ma?! Are you kidding (Ma, apa Mama bercanda)?! Maksudku ini perjodohan aku sama Ferdian?! How can (Gimana bisa)?!" ucapku dengan perlahan, wajahku bersembunyi di balik meja agar suaraku tidak terdengar.
"Sstt..., denger Papa dulu aja, Sayang! Nanti setelah ini kita bicarakan! Beraktinglah seolah kau senang, kita tidak boleh mengecewakan Pak Gunawan!"
Aku mengepalkan tangan. Degup jantungku naik dan turun. Aku menggigit bibirku beberapa kali, terasa gemas sekali dengan keputusan sepihak papa. Aku ini wanita mandiri, dan bukan zamannya lagi perjodohan antar keluarga dilakukan. Aku bisa mencari pria idamanku sendiri.
Ferdian? Oke, dia itu tampan, tinggi, dan pintar. Tetapi bagaimana bisa, seorang mahasiswa yang biasa aku ajari dan umurnya dibawahku ini nanti bakal menjadi calon suamiku? Oh no!
"Ajeng, kemari!" ujar papa. Ia menyuruhku berdiri di sampingnya.
"Ferdian juga kemari!" katanya lagi.
Aku tak tahu jika saat ini berkaca, mungkin hidungku ini sedang kembang kempis karena emosi. Tanganku tetap mengepal. Dengan terpaksa, aku berjalan dengan kaku, menahan langkah-langkahku. Namun, kulihat Om Gunawan tersenyum padaku dengan senyuman yang dipaksakan karena sebagian syaraf wajahnya terkena stroke dengan mata yang berkaca-kaca. Tatapan apakah itu?
Sementara Ferdian, ia tampak santai dan tenang melangkah menuju samping Papa. Ia membetulkan jas yang dikenakannya. Apa dia setuju-setuju saja, akan dinikahkan dengan wanita yang lebih tua darinya? Aku yakin dia pun terpaksa mengikuti perjodohan ini.
Papa telah diapit oleh diriku dan Ferdian. Kemudian ia mengangkat tangan kanannya dan menjentikan jarinya, entah apa maksudnya. Seorang pelayan, yang sepertinya juga dari pihak Om Gunawan, tiba-tiba datang membawa sebuah nampan kayu yang sudah dirias dengan cantik, ada sebuah kotak kecil di atasnya. Ia menyerahkan benda itu kepada papa.
Papa menaruh nampan berisi kotak yang sepertinya berisi dua pasang cincin berwarna putih metalik. Kemudian ia mengambil kotak itu lalu membukanya. Tebakanku benar.
"Di hadapan kalian, sudah ada sepasang cincin platinum untuk kalian berdua. Ini pertanda bahwa mulai hari ini, setelah kalian memasang cincin itu di jari kalian masing-masing, kalian saling terikat satu sama lain," ucap papa.
"Nah, sekarang kalian ambil cincin untuk pasangan kalian!" ujar Papa sambil menyodorkan kotak itu pada Ferdian. Ia mengambil sebuah cincin yang lebih kecil ukurannya.
Lalu papa beralih kepadaku, ia mengerlingkan matanya. Aku pun mengambil cincin yang agak lebih besar dari cincin yang Ferdian ambil.
"Kalian sudah memegang cincin masing-masing kan? Nah sekarang coba kalian pasangkan cincin tersebut di jari manis pasangan kalian. Silakan Ferdian!"
Papa melangkah mundur agar tidak menghalangi Ferdian yang melangkah ke arahku. Aku mencoba menahan nafas, tanganku gemetaran. Aku mencoba menggenggam cincin yang kupegang agar tidak terjatuh.
Ferdian menatapku lembut, dengan hidung mancung yang terlihat runcing ketika wajahnya itu menunduk. Entah apa yang merasukinya tiba-tiba ekspresinya berubah seperti itu. Ia tersenyum kecil.
"May I (Bolehkah aku)?" tanyanya melihat ke arah tangan kiriku, untuk memasang cincin itu di sana.
Aku memicingkan mata lalu terpaksa mengangguk. Ia mengambil tangan kiriku lalu membukanya perlahan. Dalam hatinya pasti ia tertawa merasakan tanganku yang gemetaran dan juga dingin. Aku tidak peduli akan hal itu. Ini jebakan untukku.
Ia mencoba menahan tanganku yang gemetaran dengan tangannya yang lain, lalu memasukan cincin itu ke jari manisku. Pas sekali. Kenapa bisa pas sekali ukurannya di tanganku? Sejak kapan mereka mengetahui ukuran jariku yang panjang dan lentik ini?
Kali ini giliranku untuk memasangkan cincinya. Ia menyodorkan sendiri tangannya yang ternyata cukup kekar, panjang, dan sedikit kurus. Kupegang tangannya itu, suhunya dingin tapi tak sedingin punyaku dan jarinya sama sekali tidak bergetar. Kusematkan cincin itu di jarinya. Akhirnya selesai juga sesi tukar menukar cincin.
Papa membuat kode agar aku tersenyum. Aku pun tersenyum, memaksakan agar gigi putihku terlihat dengan senyuman kaku seperti patung. Kami pun menunjukkan jari manis yang sudah terpasang cincin di hadapan banyak kamera.
"Ajeng, smile please! You look so beautiful (Ajeng senyum dong! Kamu cantik banget lho)!" ujar Kak Nadya yang memegang ponselnya untuk memotret momen ini.
"Bisa tolong agak dekatan?" tanya seorang fotografer di hadapan kami, yang entah kapan muncul.
Papa yang berdiri di belakang, ia membuat tubuhku bergeser agar menempel dengan dengan tubuh Ferdian. Rasanya momen ini sangat menyiksaku. Entah berapa lama lagi aku harus berpose dengan senyuman palsu ini.
Papa menjentikan jari, menandakan momen itu sudah berakhir. Syukurlah, kaki dan bibirku ini sudah pegal. Aku langsung menuju kursiku dan meminum air putih karena gigiku terasa kering. Mama memberiku dua jempolnya dengan mata berbinar.
Papa duduk di kursinya. Kemudian ia berkata lagi.
"Sungguh momen yang mengharukan. Sepertinya kedua belah pihak juga sama-sama bahagia. Meskipun kalian baru bertemu atau belum mengenal satu sama lain, kami harap setelah pertemuan ini kalian bisa saling mengenal sebelum pernikahan tiba."
Pernikahan?!
"Kita akan langsung memutuskan hari baik untuk pernikahan kalian berdua, bukan begitu Pak Gunawan dan Bu Bella?"
Keduanya mengangguk, menyepakati.
"Baiklah, kita langsung sepakati saja tanggal pernikahan untuk Ferdian dan Ajeng ya, ada ide?"
Tiba-tiba saja kepalaku terasa berat sekali dan nafasku terasa sempit. Pandanganku menjadi berkunang-kunang, lalu semakin redup.
Kemudian, entah apa lagi yang terjadi. Aku tidak ingat apa-apa.
\=\=\=\=\=
Lanjutin bacanya yaa 😍❤
Klik favorit kalau suka
Vote, Comment & Likenya yaa jangan lupa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Rio Binongko
mantap
2022-04-30
1
Umma Amyra
Lanjut...
2022-01-28
0
Heni Yusandika
suka sama penulisannya
apalagi bhsa inggrisnya langsung ada translatenya.. jadi nyaman aja bacanya.... 👌
2021-03-16
2