Pagi itu, aku sudah sampai di gedung aula fakultas. Para dosen-dosen di semua jurusan berkumpul pagi itu untuk mengadakan pertemuan lanjutan mengenai pendidikan dan pelatihan yang akan diselenggarakan satu bulan lagi. Tidak semua dosen akan mengikuti pelatihan ini, hanya dosen muda yang baru saja diangkat yang ditunjuk secara khusus oleh fakultas, demi meningkatkan performa dan kinerja kami para dosen. Rencananya, diklat ini akan diselenggarakan di Pangandaran selama kurang lebih 3 hari. Dari jurusan Sastra Inggris sendiri ada 4 orang dosen yang diberangkatkan ke diklat ini, yaitu aku, Ardi, Susan, dan Novi.
Kursi-kursi berjejer rapi memenuhi ruangan aula. Di atas meja disediakan sebuah botol air mineral lengkap dengan snack box juga modul penjelasan hari ini.
"Hai, boleh aku duduk di sini?" tanya Ardi menunjuk kursi di sebelahku.
"Sure!" jawabku. Aku sendiri sudah duduk di kursi paling depan untuk menyimak penjelasan dari wakil dekan yang akan mejelaskan hal-hal yang harus disiapkan pada saat diklat nanti. Aku harus menyimaknya dengan baik agar kinerjaku semakin baik.
"Semangat banget kayanya kamu, Jeng!" ujar Ardi di sampingku.
"Harus dong, ini kan demi kebaikan kampus dan fakultas!" ucapku tanpa meliriknya sedetik pun.
"Hebat! Wajar kamu ini jadi dosen favoritnya mahasiswa dan teman-teman," katanya membuka botol air mineral.
"Sudah seharusnya kan kita bekerja secara profesional," kataku menatapnya.
"Ya betul! I always like your passion,"
"Thanks!"
Wakil dekan satu sudah datang begitu juga dengan dosen-dosen lain yang juga sudah memenuhi kursi yang disediakan di dalam gedung aula. Waktu sudah menunjukan pukul 9.00 berarti kami akan memulai pembekalan ini. Semoga saja aku bisa menyimaknya dengan baik.
Matahari semakin naik dan duduk di puncaknya. Hawa aula terasa cukup panas meski di dalam mesin AC tetap menyala. Wakil dekan menutup rapat pembekalan hari ini. Cukup melelahkan juga. Meski sudah disediakan modul berisi poin-poin penting yang dibahas, hanya saja aku tetap mencatatnya di buku catatanku agar aku bisa mengingat dan mengerti dengan baik. Ah, perutku ini sudah berteriak meminta asupan, padahal satu buah kotak berisi makanan ringan sudah kuhabiskan.
"Mau ke kantin, Jeng?!" tanya Ardi yang masih membereskan dokumen catatan miliknya.
"Boleh,"
"Bareng yuk," ajaknya.
"Ayo!"
Aku dan Ardi berjalan beriringan dari gedung aula menuju kantin. Mahasiswa yang berpas-pasan dengan kami menyapa dengan ramah. Mereka terlihat tersenyum-senyum melihat kami sambil berbisik-bisik.
Sebenarnya kami tidak terlalu dekat, hanya karena sesama dosen Sastra Inggris dan sama-sama masih baru, kami sering bertukar pikiran dan ini membuat banyak mahasiswa berpikiran kalau hubungan kami lebih dari sekedar rekan kerja.
Aku pernah mendengar gosip yang berseliweran di tengah mahasiswa maupun dosen-dosen. Mereka membicarakan kedekatanku dan Ardi, bahkan mereka menggosipkan aku berpacaran dengannya, katanya kami begitu cocok untuk bersama. Sama-sama rupawan, pintar, dan muda. Ah entahlah, bahkan aku tidak pernah memikirkan hal itu. Aku berteman dengan siapa pun dan berusaha untuk membuat mereka nyaman ketika bersamaku.
Ardi Bastian dulunya ia adalah seniorku sewaktu kuliah S1. Hanya saja aku tidak terlalu mengenalnya pada saat itu. kami berkenalan sejak sama-sama mengajar disini.
Dari fisiknya, Ardi memang terlihat menawan, hidung mancung, mata besar, kulitnya kuning bersih dan tubuhnya fit dengan otot yang menonjol di bagian lengan. Ia lebih terlihat maskulin, dewasa dan matang. Ia termasuk dosen favorit di kalangan mahasiswi.
Kalau ditanya lebih ganteng siapa, Ferdian atau Ardi? Jawabku, rahasia hati. Haha.
Kami mengambil sebuah piring untuk diisi makanan yang tersaji secara prasmanan di meja kantin fakultas. Biasanya aku menyiapkan bekal makanan untuk makan siang. Hanya saja karena bangun kesiangan, aku tidak sempat mempersiapkannya.
Aku mengambil nasi secukupnya dengan tambahan pilihan menu tumis sayur dan ayam saus mentega. Aku juga membeli semangkuk sup buah sebagai penutup.
Suasana kantin cukup ramai siang itu. Wajar karena jam makan siang. Jadi kami agak kesulitan memilih meja kosong. Tapi kemudian ada satu meja kosong berisi 4 kursi di pojok kantin.
"Jadi kita berangkat sekitar satu bulan lagi ya ke Pangandaran?" tanya Ardi membuka percakapan.
"Iya, betul!" Jawabku sambil melahap sayur.
"Aku dengar katanya besok-besok kamu cuti ya?"
Hatiku sedikit terperanjat, darimana Ardi tahu kalau aku mau cuti?
"Hmm....iya sebentar aja," jawabku ragu-ragu.
"Emang mau kemana?" tanyanya, kepo sekali.
"Ada family vacation," jawabku.
"Ooh liburan, asik dong ya?" ujarnya sambil kesulitan memotong daging ayam.
"Iya, udah direncanain lama sih!" kataku beralasan, berusaha mungkin jawabanku bisa masuk logikanya.
"Jangan lupa oleh-oleh ya, haha," ujarnya.
"Kalau gak lupa ya,"
"Hmm... oke deh, gak bawa juga gak apa-apa, yang penting kamu cepet ngajar lagi, ehemm..."
Hmm... Apa maksudnya dia berkata seperti itu?
"Ya pasti aku bakal cepet masuk kerja lah, aku gak mau mahasiswaku tertinggal pelajaranku. Apalagi dua bulan lagi mau UAS! ujarku jujur.
Ardi hanya tersenyum menanggapi jawabanku.
"Nanti pas di Pangandaran, kita ada waktu buat break ga sih? Kaya jalan-jalan gitu," tanyanya kemudian.
"Entahlah, aku gak nyimak! Emang kenapa?"
"Kan harusnya ada, biar habis dapat pelatihan kita juga bisa liburan disana, meskipun sebentar," katanya, "Jadinya gak terlalu penat!" lanjutnya lagi.
"Coba aja tanya Bu Fatimah, beliau kan panitia acara, siapa tau memang ada," ujarku.
"Iya deh, nanti coba kutanyakan,"
Menu makan siangku sudah habis, dan tinggal menghabiskan sup buahku. Mahasiswa-mahasiswa yang berlalu lalang banyak yang menatap kami seperti tadi, membuatku tidak nyaman. Aku harus segera menghabiskan mangkuk sup buahku ini, lalu pergi ke ruangan dosen.
Aku jadi teringat Ferdian, apakah dia sudah masuk kuliah atau belum ya? Kabarnya kemarin dia sudah pulang ke rumah. Kami belum bertemu lagi, kenapa aku jadi merasa kangen.
Sebuah piring berisi nasi, sayur, daging ayam, kerupuk dan segelas jus alpukat tiba-tiba tersaji di atas meja, di samping tempatku. Aku memandang ke samping dan melihat wajah yang membawa piring itu.
Tiba-tiba jantungku melompat. DEG.
Ferdian duduk di kursi sebelahku. Tatapannya dingin, bibirnya terlihat cemberut. Ia menyendok kasar hidangannya. Seketika aku merasa kikuk, apalagi di depanku masih ada Ardi. Ridho tersenyum padaku.
"Maaf, Miss Ajeng, kami ikut duduk di sini ya? Lagi gak ada meja kosong," ucap Ridho sopan.
"Silakan, silakan!" Ujarku ramah.
"Maaf juga ya Pak Ardi!" Lanjut anak bertubuh gempal dan bermata sipit itu.
Ardi tersenyum terkesan memaksa. Ia memandangi Ferdian dengan pandangan tak suka, karena anak itu tidak berkata apa-apa.
Syukurlah, Ferdian sudah kembali ke kampus. Meskipun aku tidak yakin apa dia sudah merasa baik-baik saja atau tidak, melihat ekspresinya yang dingin itu.
Aku sudah menghabiskan mangkuk berisi sup buah. Ardi langsung beranjak seketika itu dan mengajakku untuk pergi ke fakultas.
"Yuk ah buruan!" ucap Ardi.
"Kamu duluan aja, aku mau balas chat temanku dulu," kataku beralasan.
"Aku tunggu,"
Ferdian menaruh gelas terlalu keras di sisiku, membuat isinya sedikit berhamburan keluar dan menodai bajuku.
"Aduh!" ucapku refleks.
"Maaf, Miss, saya gak sengaja!" ucap Ferdian.
"Kamu itu yang benar dong taruh gelas, baju Miss Ajeng jadi kotor kan?" bentak Ardi, yang dari tadi memang tidak suka melihatnya.
"Saya gak sengaja, Pak!" bentak Ferdian.
"Kamu itu gak sopan banget ya, udah duduk tanpa permisi, sekarang malah bentak-bentak saya!" ujar Ardi tak mau kalah.
"Udah sih, cuma noda sedikit aja! Lagian dia juga gak sengaja, kan!" ucapku pada Ardi yang terlihat emosi.
"Ayo pergi, Jeng!"
"Duluan aja, Di! Aku mau ke toilet dulu," ucapku.
Ardi menatapku dan Ferdian bergantian,
"Oke aku duluan!" ujarnya kemudian, dan beringsut pergi dengan emosi.
Hatiku sedikit lega melihat Ardi pergi dan keluar dari kantin. Beberapa pandang mata sempat menoleh pada kami.
"Aku gak suka kamu bareng dia," tiba-tiba Ferdian berkata, volume suaranya kecil dan pandangannya lurus ke arah piringnya.
Aku menghela nafas.
"Oke. Aku gak akan bareng dia lagi," jawabku pelan sambil membersihkan noda di bajuku yang berwarna navy dengan tisu basah.
"Kamu udah sehat kan?" tanyaku memastikan.
Dia mengangguk.
"Syukurlah! Aku pergi dulu ya, nanti aku telpon!" ucapku beranjak dari kursi. Akan tetapi tangannya menahanku, dan membuatku terduduk lagi. Hatiku gugup karena masih banyak mahasiswa di dalam kantin. Aku khawatir mereka akan memperhatikan kami. Apalagi tadi Ardi cukup memancing perhatian.
"I miss you," ucapnya pelan sekali, sampai-sampai tidak terdengar oleh telingaku, tapi hatiku yang mendengarnya.
Aku menutup mulutku untuk menahan senyum. Kulihat ekspresi wajah Ridho yang menahan tawa juga mual seperti orang mau muntah. Lalu aku beranjak pergi dari dirinya tak kuat lagi menahan tawa.
[See you on Sunday!] kukirim sebuah pesan instan.
[Me too!] jawabnya singkat.
\=\=\=
BONUS
(Visual Ardi)>.<
\=\=\=\=\=
Jangan lupa like & vote
Makasih ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
GK PEKA JUGA LO LIAT SIKAP FERDIAN SPRTI ITU..
2024-07-30
1
Sulaiman Efendy
PASTI DARI TADI FERDIAN LIAT INTRAKSI LO DGN ARDI..
2024-07-30
1
Sulaiman Efendy
GK PEKA ATAU PURA2 BODOH LO JENG... TU ARDI PSTI RINDU KLO TK LIAT ELO, HRSNYA LO FAHAM KATA2 ARDI, DIA MNYUKAI LO, JGN SAMPE LO DEKAT DGN ARDI RUSAK HUBUNGN LO DGN FERDI
2024-07-30
1