Waktu sudah menunjukkan pukul 16.15 WIB. Pihak wedding organizer belum tiba juga. Kami berdua cukup nyambung ketika mengobrol banyak hal. Aku akhirnya mengetahui sedikit tentang calon suamiku itu.
Ferdian Winata ternyata sering muncul di majalah bulanan kampus sejak ia menjadi mahasiswa baru. Wajar saja selama ini wajahnya selalu mencuri banyak perhatian, baik di kalangan mahasiswa maupun dosen.
Wajah dan tubuhnya yang perfect di banyak mata wanita, menjadikan dia banyak incaran mulai dari adik kelas, teman seangkatan, maupun senior dan alumni. Luar biasa!
Pada tahun keduanya, dia ditawari oleh pihak BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) untuk maju menjadi calon presiden mahasiswa. Tentu saja banyak dari kalangan anggota BEM berharap popularitasnya di kampus akan memenangkan pemilu. Ya, dan benar saja! Dia pun memenangkan pemilu dengan kemenangan telak dari jumlah suara mahasiswa. Memang bukan hanya tampang saja yang menjual, otaknya yang cerdas, dan gaya bicara diplomasinya pun ternyata memang handal. Setidaknya, itulah yang aku tangkap dari ceritanya.
Percaya? Oke akan aku selidiki nanti.
\=\=\=\=\=
"Kamu punya nomor pihak WO nya?" tanyaku selepas sholat ashar di mushola kafe.
"Ada sih, mau coba telepon?" ujarnya mengeluarkan ponselnya.
"Ya coba aja dulu, sini biar saya aja yang hubungi, kamu sholat aja dulu!"
"Baik, Miss! Ini pakai aja handphone saya," ujarnya polos. Ah, kenapa kamu terlalu percaya sama aku, Ferdian! Aku bisa aja curi data di handphone kamu, lho?!
"Ya udah, saya pakai ya, gak bakal ngapa-ngapain kok, tenang aja!" ucapku.
Ia tersenyum saja dan berjalan menuju mushola.
Aku mencoba hubungi pihak WO yang katanya akan datang kemari. Nomornya tersambung, sebuah suara perempuan menjawab panggilanku.
Ternyata mereka terjebak macet di pasar, tapi mungkin sekitar 10-15 menit lagi sampai, menurut konfirmasi mereka. Baiklah, kami akan tunggu.
"Sudah dihubungi?" tiba-tiba anak itu sudah di hadapanku. Rambut bagian depannya basah, wajahnya segar, entah kenapa terlihat makin seksi, eh?!
"Sudah, katanya terjebak macet di pasar. Bentar lagi mungkin sampai."
"Oh iya! Miss Ajeng sejak kapan ngajar di kampus kita?"
"Tiga tahun yang lalu, tapi dulu masih magang jadi asisten dosen sambil kuliah S2. Baru setelah lulus S2 bisa jadi dosen beneran deh," kataku sambil menyuap sesendok spaghetti yang kupesan. Dietku benar-benar gagal hari ini.
"Berarti pas saya jadi mahasiswa baru, Miss Ajeng juga masih kuliah S2 ya?"
Aku mengangguk dan menyeruput jus mangga kesukaanku.
"Oh iya, kira-kira dekorasi apa nih yang nanti mau dipakai buat pesta resepsi?" tanyanya.
"Kamu suka warna apa?"
"Saya suka warna gelap sih, Miss!"
"Pesta resepsi pakai warna hitam aja, yuk?!" candaku.
Kami tertawa-tawa.
"Kaya Halloween dong, sekalian aja tamu undangannya pakai kostum horor gitu, ya? Terus di pelaminan banyak batu nisan, haha kocak banget!" ujarnya sambil asyik terkekeh-kekeh.
"Hahaha gak bisa bayangin deh, ngaco banget! Mana yang datang tamunya kan temen-temen papa kita semua, orangtua semua, kocak! Ups, pamali!"
Aku berdehem, menghentikan gelak tawa kami.
"Okay, be serious! Gimana kalau warna netral aja? Kaya perpaduan antara coklat muda dan merah muda. Saya bisa pakai dress merah muda, dan kamu bisa pakai tuksedo warna coklat muda," ujarku memberi ide.
"Boleh juga tuh!"
"Oke, fix ya?!"
Dia mengangguk saja.
Tak lama kemudian seorang pelayan datang sambil mengantarkan dua orang di belakangnya, satu perempuan berhijab yang mungkin berusia 35 tahunan, dan seorang laki-laki sebayanya.
Kami berdua berdiri menyapanya.
"Hai, saya Ajeng! Ini Ferdian!" sapaku pada keduanya, sambil memperkenalkan diri.
"Hai, saya Mirna dan ini rekan saya, James! Maaf jadi menunggu lama!" ucapnya.
"Silakan duduk," kataku, sambil memberi kode agar Ferdian pindah dan duduk disampingku. Aku mencoba merapikan meja yang dipenuhi piring-piring bekas makan kami dan memberikannya pada pelayan, juga memesankan dua gelas minuman untuk mereka.
"Duh, ini calon pengantinnya ganteng dan cantik sekali ya, James?!" ucap Mirna.
"Iya betul banget, Teh!"
Kami tersipu-sipu dibuatnya.
Mirna mengeluarkan dua buah brosur kepada kami. Ia menjelaskan dengan lihai apa-apa saja yang mungkin kami butuhkan untuk pesta resepsi.
Aku dan Ferdian hampir saja dibuatnya bingung, karena kami berdua belum mengerti apa-apa terkait pesta pernikahan. Padahal kami memiliki kakak-kakak yang sudah menikah sebelumnya, tetapi kami sama sekali tidak memiliki gambaran. Jadi kami hanya menjelaskan poin pentingnya saja.
Pestanya harus menjaga privasi, tamu sekitar 200 undangan saja, tema dekorasi vintage rustic, dengan suasana perpaduan warna coklat muda dan pink. Untuk menu hidangan, souvenir, dan hiburan kami minta yang terbaik dengan budget yang sudah kami tentukan sebelumnya. Karena pestanya akan diadakan sekitar 3 mingguan lagi, jadi kami harus bisa memutuskan segalanya dengan cepat. Mereka pun langsung menyepakati. Pertemuan ini berlangsung singkat, padat, dan jelas.
Sekitar pukul 17.15 WIB pertemuan dengan pihak WO pun selesai.
"Setelah ini apa?" tanya Ferdian.
"Entahlah, mungkin nanti bunda kamu atau mama saya yang akan mengaturnya," ujarku memasukan ponsel ke dalam tas.
"Baiklah! Jadi Miss Ajeng mau pulang sekarang?"
"Iya, saya harus pulang sekarang, karena masih ada tugas yang harus diselesaikan nanti malam," terangku.
"Apa perlu saya antar?"
"Thank you so much (terimakasih banyak), Ferdian! Tapi rumah saya itu lebih jauh dari sini, dan kamu tinggal di sekitaran kampus, saya udah biasa kaya gini kok setiap hari!"
"Well, kalau begitu apa Miss keberatan kalau saya hubungi nanti?" tanyanya ragu-ragu.
"Mmh, tergantung situasi ya?" jawabku bercanda.
"Maksudnya?"
"Boleh kok, anytime (kapan aja)!"
Lagi-lagi senyuman lebar dan mata yang berbinar itu muncul.
"Thank you!"
"Sama-sama!"
Aku mengambil motorku dari parkiran, kemudian mengenakan helm. Sementara Ferdian telah duduk di atas motor besarnya sambil memperhatikan aku. Aku melambaikan tanganku padanya.
"Hati-hati di jalan, Miss!" teriaknya.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Kulajukan motorku melewati banyak ruas jalan dan persimpangan. Sungguh hari panjang yang melelahkan.
\=\=\=\=\=
[POV Ferdian]
Aku memperhatikan kepergian wanita itu sampai benar-benar tak tampak di mata. Betapa senangnya hatiku hari ini, bisa bercakap-cakap lama dengannya apalagi bicara tentang pribadi kami masing-masing. Hal yang menurutku agak sulit untuk dilakukan, mengingat aku yang hanya seorang mahasiswa dan dia seorang dosen baru yang populer, yang kemungkinan kami hanya bisa berbicara tentang mata kuliah saja.
Ajeng Chandra Diningrat, adalah satu-satunya wanita yang aku kagumi setelah akil baligh. Karena terlalu banyak perempuan yang mengagumi diriku, aku sampai ingin menghindar dan menjauhi perempuan.
Namun saat itu tiba, ketika masa orientasi dan perkenalan di kampus. Aku melihatnya untuk yang pertama kali. Rambut panjangnya yang tergerai lembut, kepercayaan dirinya yang selalu terpancar, wajah cantik yang menawan dan tentu saja aku tahu dia adalah dosen di fakultasku. Aku beruntung ketika mendapatkannya mengajar di kelasku semester ini. Jadi sebisa mungkin aku ingin agar dia mengingatku. Oleh karena itu, aku selalu beralasan lupa untuk mengabsen di jam mata kuliahnya. Terbukti, dia selalu memanggil namaku untuk memastikan apakah aku sudah mengisi absensi atau belum.
Beruntungnya lagi, saat ayah dan bunda memberitahu bahwa ada dua calon yang akan menjadi jodohku. Aku disuruh untuk memilih. Namun saat itu, dengan keras aku menolak perjodohanku dengan alasan aku ingin fokus pada kuliah dan bisnisku.
Namun bunda menunjukkan foto dua calon jodohku, yang ternyata salah satunya adalah Miss Ajeng. Saat itulah, aku berpikir keras untuk mempertimbangkan kembali perjodohanku. Aku mencoba mencari alasan terbaik kenapa aku harus menikah dengannya. Aku tahu dia adalah wanita yang fokus terhadap karir, jadi sebisa mungkin aku harus bisa menyiapkan diriku dan juga jawaban kenapa dia harus menerima diriku.
Aku merebahkan diri di atas kasur setibanya di kamar kos. Kubuka ponselku, dan sebentar mengintip Instagram. Ternyata Miss Ajeng memposting sebuah foto 30 menit yang lalu.
Foto 2 piring cake dan 2 cangkir cappucino yang kami nikmati tadi. Jelas terlihat kakiku menjadi latar belakang foto itu. Meski begitu ia bisa mengambil sudut pandang gambar yang ciamik. [Gagal diet hari ini] begitu tulisnya.
Ternyata di kolom komentar sudah penuh dengan komentar followernya yang kebanyakan mahasiswa laki-laki.
[Gak usah diet, Miss! Udah cakep kok!]
[Miss, lagi kencan ya?]
[Gagal fokus nih sama pemilik kaki di latar belakang foto, kasih tau dong Miss!]
[Miss Ajeng kencan sama siapa? Aku sedih😭]
[Duh itu siapa ya?]
[Kayanya aku patah hati!]
Aku tertawa saja. Ternyata cukup teledor juga dosen kesayanganku ini. Aku juga belum tahu, apa dia akan memberitahukan kepada teman-temannya di fakultas tentang pernikahan ini? Aku sendiri tidak masalah jika pernikahan ini kami umumkan. Hanya saja, aku mengira, kalau wanita itu pasti akan berusaha menyembunyikannya.
Mungkin aku harus mengajaknya bicara lagi besok-besok. Ya, betul!
Bagaimana kalau kami kencan saja?
\=\=\=\=\=
Lanjut yesss
Jangan lupa vote poin buat author
like dan tinggalkan komennya jugaa 😊❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 311 Episodes
Comments
Umma Amyra
😍😍😍
2022-01-28
1
ibah
visualnya dong Thor..
2021-06-24
1
Febria Jane
aku suka karacter keduanya
2021-05-13
0