Menjelang sore Claretta mengantar Elang untuk pulang. Elang tidak mungkin berlama-lama tinggal di kosan Claretta, karena ia pun punya pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan.
"Ayo,"
Elang keluar lebih dulu dari taksi yang telah mengantar mereka. Gadis itu mengikuti Elang turun, ia menatap rumah megah di hadapannya. Rumah itu mengingatkannya akan rumahnya yang dulu, karena hampir sama besar dan megahnya. Walaupun Claretta tak tahu bagaimana keadaan rumah itu masih ada atau tidak saat ini. Karena sudah bertahun-tahun ia tidak pulang ke rumah itu.
"Pak, nanti asisten saya yang akan bayar ya. Bapak tunggu sebentar!" Elang menarik tangan Claretta pelan meninggalkan supir taksi yang menjawab dengan anggukkan kepala.
"Kenapa malah bengong sih? Kamu suka rumahnya? Nanti kamu akan tinggal di sini kalau kita sudah menikah."
Claretta menoleh, menatap dengan sebal pada pemuda itu. Kenapa ia terus-terusan mengatakan jika mereka akan menikah. Apa karena uang satu M itu?
"Kamu tunggu sebentar ya, aku ganti baju dulu." Elang menyuruh Claretta duduk di sofa tamu, di sana ada sebuah piano yang menjadi perhatian Claretta saat ini.
Sepeninggalnya Elang, Claretta mulai mendekati piano itu. Perlahan tangannya menyentuh beberapa tooth piano, menekannya. Sehingga menimbulkan bunyi.
Seakan ada yang menariknya untuk memainkan piano itu. Claretta menarik kursi yang memang khusus untuk duduk di deoan piano. Tangan indahnya mulai menari di atas tooth, alunan musik terdengar indah. Mengisi ke sunyian rumah itu.
Elang baru saja menuruni tangga, ia melihat punggung Claretta tak jauh darinya. Gadis itu duduk di depan piano. Namun melihat punggung itu bergetar sepertinya ia tengah menangis.
"Elo suka main piano?" tanya Elang, setelah Claretta menyelesaikan permainannya.
Claretta memalingkan wajahnya ke samping. Ia menghapus cairan bening itu dari sudut matanya dengan cepat. Ia berdiri dari tempat duduknya.
"Suka, waktu kecil almarhum papa sering banget ngajarin gue main piano."
Elang mengangguk namun raut wajahnya berubah. Ada rasa menyesal di hatinya, karena pertanyaannya secara tak sengaja telah mengingatkan Claretta pada sosok papanya.
"Sory, gue nggak maksud."
"Nggak apa-apa, lagian aku lagi kangen banget sama papa sekarang. Makanya aku jadi cengeng gini." sekali lagi Claretta menghapus air matanya.
Elang tersenyum tipis, ia kini dapat melihat sosok Claretta yang lain. Ternyata gadis itu tak sekuat yang ia lihat. Gadis itu sangat rapuh dan butuh sandaran. Perlahan Elang menghampirinya, ia menarik Claretta ke dalam pelukannya.
"Ada gue, yang akan selalu menemani lo. Elo nggak usah merasa sendirian lagi." walaupun tidak mengerti apa yang di maksud Elang, namun Claretta sangat menikmati ketika berada dalam pelukan Elang saat Ini.
"Eheemm.."
Claretta menarik diri dari pelukan Elang dengan cepat, saat mendengar suara seseorang dari belakang mereka.
"Mami," ucap Elang. Berbeda dengan Claretta yang terkejut, justru Elang terlihat biasa saja.
"Siapa dia? Apa dia yang membuat kamu tidak pulang kemarin?" tanya sang mami dengan nada ketus. Ia menatap Claretta yang sedang menunduk itu dengan tajam. Bahkan tatapannya tak hanya pada wajah Claretta, tapi juga setiap jengkal tubuh Claretta. Sepertinya maminya Elang tidak menyukai Claretta. Terlihat dari cara memandang Claretta dengan sinis.
"Ini.. Claretta, dia calon istri Elang." Elang meraih tangan Claretta dan menggenggamnya erat.
Mendengar itu Claretta mendongak, menatap Elang dengan tatapan tidak percaya. Kenapa pemuda itu bisa mengatakan jika dia adalah calon istrinya. Apa seserius itu Elang ingin menikahinya.
"Cih, calon istri. Gadis jalanan seperti ini mau kamu jadiin istri, Lang. Dia itu hanya mencintai uang kamu, percaya sama Mami. Pokoknya Mami tidak setuju!"
Claretta menggeleng pelan pada Elang, saat mendengar wanita yang Elang panggil Mami itu mengatakan jika ia hanya mau uangnya Elang saja. Meskipun hidup serba kekurangan tapi Claretta sama sekali tak pernah mempunyai niat buruk pada orang. Apalagi sampai ingin menguras harta Elang, orang yang telah baik padanya.
Elang tersenyum hangat pada Claretta. Ia mengusap kepala Claretta dengan lembut. Elang tahu apa yang di tuduhkan maminya itu tidak benar.
"Pokoknya dengan atau tanpa restu Mami, Elang tetap akan menikahi Claretta!"
Carolin, maminya Elang mendengus kasar. Dengan mata mendelik tajam pada Claretta, ia meninggalkan tempat itu. Ia memang tak pernah menang jika berdebat dengan Elang. Putrnya itu tak pernah mau dibantah oleh siapapun, termasuk dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments