“Fina, ... tidak ada yang bisa mengubah seseorang kecuali orang itu sendiri. Jadi, ketika kamu ingin melakukan suatu perubahan, semuanya akan berawal dan berakhir sesuai usaha yang kamu lakukan.”
Episode 20 : Kenapa Harus Aku?
Fina melangkah cepat meninggalkan puskesmas. Secepat ia mengelap setiap air mata yang tak hentinya berlinang dari kedua matanya. Juga, secepat harapan yang terus dipanjatkan agar semuanya menjadi lebih baik. Mengenai keadaan Raswin, juga fitnah terhadapnya yang tak kunjung berakhir. Terlepas dari itu, kata-kata penyesalan dari Bian yang terus terngiang di ingatan wanita berusia dua puluh empat tahun itu juga membuat keadaan Fina semakin kacau.
“Dari awal aku juga enggak mau nikah sama kamu! Aku terpaksa menikahimu jadi kamu jangan gede rasa! Apalagi setelah aku melihatmu dengan pria tadi! Kamu pikir, aku enggak menyesal pernah nikah sama kamu?!”
Dada Fina terasa semakin sesak lantaran kata-kata Bian tak kunjung enyah dari ingatannya. Andai ingatannya bisa dihapus, Fina benar-benar ingin melakukannya. Bahkan meski harus membayar mahal dan Fina harus berhutang pada renternir sekalipun, wanita itu siap. Asal Bian dan semua orang yang terus memfitnahnya hilang dari ingatan dan bila perlu lenyap dari muka bumi untuk selama-lamanya. Tak apa jika karena hutang pada renternir, Fina harus menjadi budak seumur hidup. Asal rasa sakit hatinya sirna--dengan leyapnya orang-orang yang menyebabkannya--Fina akan menjalaninya dengan ikhlas.
Ketika deru suara kendaraan memenuhi pendengaran Fina, wanita itu sadar jika ia telah berdiri di tengah jalan. Sedangkan riuh suara klakson yang tengah berlangsung tak lain karena ulah Fina. Fina dibuat tak percaya atas keadaannya. Ia refleks menjengit mundur seiring makian dari pengendara jalanan yang ia dapatkan.
“Cari mati?!”
“Orang gila!”
“Nyusahin hidup orang saja!”
“Ngalamun jangan sambil jalan! Bahaya! Iya kalau kamu yang luka, kalau orang lain, bagaimana?!”
Saking sedihnya, Fina bahkan tak kuasa meminta maaf. Mulutnya benar-benar terkunci rapat, dengan semangat hidup yang seketika surut.
“Kalau hidupku memang enggak berguna, kenapa Tuhan masih membiarkanku hidup?” gumam Fina yang tertunduk lemas.
Rasa lelah yang Fina rasakan, membuat wanita itu ingin menyerah. Fina ingin mati. Dengan cara apa pun, asal ia bisa mati secepatnya. Terpikir oleh Fina yang mulai melangkah di pinggir jalan, untuk bunuh diri. Namun tiba-tiba saja, hati kecilnya bertanya: jika ia bunuh diri, apakah itu akan langsung membuatnya mati? Bagaimana jika bunuh diri yang dijalani justru hanya membuatnya cacat dan semakin mempersulit keadaan? Juga, siapa yang akan memperjuangkan dan membahagiakan keluarganya, sedangkan Raswin sedang sekarat?
Fina gundah gulana. Ia yang kembali terisak-isak, berangsur mengamati suasana sekitar dengan pandangan nanar lantaran air matanya tak hentinya berlinang. “Fina, ... tidak ada yang bisa mengubah seseorang kecuali orang itu sendiri. Jadi, ketika kamu ingin melakukan suatu perubahan, semuanya akan berawal dan berakhir sesuai usaha yang kamu lakukan.” Jauh di libuk hatinya, Fina mencoba menyemangati dirinya sendiri. Kata-kata penyemangat yang ia ciptakan dan selama ini selalu ia gunakan untuk menyemangati dirinya dalam berjuang merubah nasib keluarga. Ya, ... Fina ingin mendapatkan kehidupan lebih baik khususnya mengangkat derajat keluarga. Namun, semua usaha Fina justru berbanding terbalik. Sebab yang Fina dapatkan justru fitnah dan mala petaka yang tak hentinya menerjang keluarganya.
Kini, yang mencuri perhatian Fina tak lain perihal tangan kanannya yang terasa berat. Dan ketika ia mengamati, di antara nuansa basah bekas hujan semalam yang bahkan menyatu di setiap jalanan yang Fina lalui, ternyata itu karena dompet Rafael. Pertanyaannya kini, kenapa Rafael sampai memberikan dompet yang bahkan berisi banyak uang lembaran berwarna merah, selain kartu kredit yang berjejer rapi menghiasi setiap barisan khusus untuk kartu kredit? Apakah Rafael sengaja mengetesnya? Atau malah ... Rafael sengaja menjebaknya? Sebab, terasa sangat aneh jika pria yang bahkan tidak begitu ia kenal, dan memang tidak ia kenal, justru memberinya kebebasan sekaligus ketulusan, bukan? Bian yang sudah menjadi sahabatnya semenjak mereka masih kecil saja, bisa berubah dan bahkan menjelma menjadi orang asing yang memusuhi Fina, apalagi Rafael yang bahkan orang kaya?
Atas pemikirannya, Fina buru-buru menghentikan langkah. Fina meyakinkan dirinya untuk segera mengembalikan dompet itu, sebelum masalah baru kembali menghampirinya. Sebelum keadaan semakin sulit. Pun meski Fina sudah ada di depan toko pakaian yang Rafael maksud dan keberadaannya di sebelah puskesmas. Lebih tepatnya, posisi puskesmas diapit oleh kantor polisi keberadaan Ipul ditahan, berikut toko pakaian tujuan Fina.
Tak lama setelah Fina balik badan untuk menemui Rafael, di waktu yang sama, Rafael tengah melangkah tergesa dan baru saja meninggalkan gapura masuk puskesmas. Dan tanpa direncanakan, pandangan mereka bertemu dengan sendirinya. Anehnya, bersamaan dengan itu, baik Fina maupun Rafael sama-sama merasa bila dunia mereka berputar lebih lambat. Mereka seolah terjebak dalam adegan slow motion sedangkan hal-hal di sekitar mereka juga mengalami hal serupa. Merekalah pengendali kehidupan untuk beberapa waktu sebelum akhirnya sebuah bus yang melintas kencang dan menyapu genangan air sisa hujan, mengguyur tubuh mereka.
Fina dan Rafael refleks terpejam menahan kesal. Tubuh bahkan sebagian wajah mereka kuyup akibat terpaan air kotor yang sempat menggenangi jalan berlubang di sebelah mereka. Dengan jarak mereka yang tak kurang dari dua meter, Fina bisa melihat dengan jelas kemarahan Rafael. Karena setelah terpejam sambil memainkan rahangnya yang cukup terbuka, gigi-gigi pria itu juga sampai bertautan kencang sesaat setelah sampai terdengar desahan keras. Rafael terlihat sangat marah.
“Kenapa kamu enggak minta maaf? Ini semua kan gara-gara kamu!” omel Rafael tiba-tiba.
Fina yang kebingungan, refleks mengamati situasi sekitar. Ia mencari orang yang sedang Rafael marahi dan tentunya diminta pertanggung jawaban. Namun, jika memang ada yang harus bertanggung jawab, bukankah seharusnya itu sopir bus tadi? Terlepas dari itu, di sekitar mereka benar-benar tidak ada orang lain. Lantas, Rafael marah dan minta pertanggung jawaban kepada siapa? Masa pada Fina? Atas dasar apa ...?
“Iya, ... kamu! Aku memang sedang bicara sama kamu! Masa ia aku harus marah-marah ke jalanan yang berlobang itu? Dan mana mungkin juga aku juga marah-marah sama sopir bus tadi yang asal mengemudi tanpa lihat situasi?!” omel Rafael lagi sambil menunjuk-nunjuk wajah Fina.
Sungguh, Rafael yang awalnya dipenuhi kepedulian, berubah menjadi sangat galak bahkan ... bengis. Fina saja sampai takut dibuatnya. Kenapa Rafael begitu mudah berubah? Kenapa Rafael begitu temperamental?
Fina yang menunjuk wajahnya tanpa mengalihkan tatapannya dari Rafael pun berkata, “aku? Kenapa harus aku?”
“Karena kamu terlalu lemah! Karena kamu terlalu bodoh! Idiot!”
“R-rafael ... kamu kenapa?”
“Tahu-tahu hidupmu sulit! Masih saja mempersulit diri! Jika memang hidupmu begitu susah, kenapa kamu tidak menyerah dan menerima tawaranku saja? Kita sama-sama butuh dan apa susahnya kerja sama!”
“Rafael, aku enggak ngerti dengan apa yang kamu maksud!” Sela Fina. Ia sengaja menambah volume suaranya lantaran Rafael terus saja nyerocos sambil menunjuk-nunjuk wajah Fina.
“Cukup menikah denganku dan semua penderitaanmu berakhir! Kamu dengar, tidak?! Pendengaranmu masih berfungsi dengan baik, kan?!” bentak Rafael yang memang masih meledak-ledak bahkan terkesan akan menelan Fina hidup-hidup.
“Kenapa harus aku ...?” balas Fina refleks saking bingungnya. “Kenapa Rafael tetap memintaku untuk menjadi istrinya? Kenapa pria sekelas Rafael ingin menikah dengan wanita sepertiku?” batin Fina makin bertanya-tanya.
Di hadapan Fina, Rafael masih menjeratnya dengan tatapan tak habis pikir. Dengan napas memburu yang membuat dada bidangnya naik turun dengan cepat, Rafael sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari kedua manik mata Fina yang turut menatapnya sarat kerisauan.
Bersambung .....
Terima, enggak. Terima, ... enggak.
Terserah .... wkwkwkwk
Duh, terus ikuti dan dukung ceritanya, yaa.
Salam sayang,
Rositi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
mami Fauzan
trima donk Fina Rafael itu masa depanmu Sdg kan bian masa bodo'in aja dech wkkkwkkkk......
2023-12-24
2
Rafanda 2018
isinya orang stres sama bodoh
2023-10-06
0
N Wage
kalau fina gak mau menikah sm rafael,aku aja thor.
ayok thor comblangin aku
2023-05-05
0