“Dari awal aku juga enggak mau nikah sama kamu! Aku terpaksa menikahimu jadi kamu jangan gede rasa! Apalagi setelah aku melihatmu dengan pria tadi! Kamu pikir, aku enggak menyesal pernah nikah sama kamu?!”
Episode 19 : Menyesal
Mendapati pemandangan seorang pria yang memberikan dompet kepada Fina, sukses membuat Bian dan Fitri tercengang. Benak mereka langsung diselimuti tanya, apa hubungan Fina dengan pria pemberi dompet? Terlepas dari itu, pria tersebut juga sangat asing bagi mereka.
“Jangan-jangan benar, gosip tentang Fina dari ibu-ibu kemarin?” bisik Fitri tepat di sebelah telinga Bian, di tengah pandangannya yang terfokus pada Fina. Ia menatap curiga sekaligus ngeri kepada wanita yang sempat ia paksa untuk menjadi istri Bian.
Fina sadar, tatapan Bian dan Fitri tak ubahnya tatapan tetangga mereka yang sudah termakan omongan Ipul. Pandangan yang dulu hangat dari keduanya, kini menjadi pandangn risi. Namun, apa peduli Bian dan Fitri? Jangankan membantu, iktikad baik saja tidak ada, kan?
Rafael sendiri bisa membaca situasi antara Fina dengan kedua orang di hadapan mereka. Rafael bahkan bisa merasakan pandangan tak percaya yang berbaur dengan rasa risi karena jijik, keduanya kepada Fina.
Sadar waktunya terbuang cuma-cuma, Fina segera menyudahi perhatiannya dari Bian dan Fitri. Ia menatap Rafael yang sudah mengangsurkan dompet di hadapannya, persis di depan hidung Fina.
“Bukankah kamu tidak ada waktu? Ayo, cepat! Katanya mau balik ke Jakarta?” tegur Fina.
“Perutku enggak enak! Kamu belanja sendiri saja!” balas Rafael sambil menyeringai menahan sakit.
“Bukankah tadi semuanya baik-baik saja? Kok mendadak sakit begini?” balas Fina heran.
“Sudah, pegang saja. Cepat sana pergi!” balas Rafael yang menaruh paksa dompetnya di sebelah tangan Fina dan buru-buru kembali masuk ke ruang rawat Raden.
“Tapi, Raf ... masa iya? Ini ...?” Fina berusaha menahan, tetapi Rafael telanjur masuk.
Tadi, Rafael memang terlihat jelas menahan sakit. Hanya saja, masa iya pria itu memberikan dompetnya cuma-cuma pada Fina?
Seperginya Rafael, Bian langsung melangkah cepat menghampiri Fina. Bahkan Bian sampai tak lagi menerima tuntunan Fitri. Ia melangkah tergesa sambil menenteng tabung infusnya sendiri. Ia menatap tak habis pikir Fina. Kendati demikian, Fina yang sempat mendapati dan juga menyadari Bian menatap berikut melangkah padanya, memilih berlalu memunggungi Bian.
“Na!” seru Bian tepat setelah Fina baru melangkah, dan terbilang membentak.
Fina terpaksa menghentikan langkahnya bersama rasa tidak nyaman yang seketika menguasainya. Dan mau tidak mau, ia harus kembali balik badan untuk menatap Bian.
“Jadi benar, kata orang-orang?” tegas Bian sambil menatap marah Fina.
“Kamu enggak usah sok suci, Bi! Dan kamu enggak usah repot-repot memikirkanku lagi! Ingat, ... semua berita buruk sekaligus fitnah yang tak hentinya menyerangku dan keluargaku, juga karena kamu!” tegas Fina menatap Bian penuh kebencian. “Apa bedanya kamu dengan Ipul, jika caramu begini, sedangkan selama ini, kamu tahu aku sibuk bekerja untuk keluarga?”
Fina menyadari kedua matanya yang terasa panas juga sudah basah. “Yang hamil di luar pernikahan itu Lia, mantan calon istri kamu. Bukan aku! Namun, hanya karena Lia dari keluarga berada sedangkan aku dari keluarga tidak mampu, fitnah-fitnah itu terus diberikan kepadaku!” Dada Fina menjadi terasa sangat sesak.
“Tapi aku enggak pernah menyebarkan fitnah apalagi sampai menyerangmu dan keluargamu!” tepis Bian tak mau disalahkan.
Fina menggeleng lelah, tak habis pikir pada Bian. “Aku nyesel pernah nolong dan kasih kamu kesempatan. Seharusnya aku enggak pernah menikah sama kamu! Dan jika aku enggak pernah menikah sama kamu, pasti hidupku sekeluarga enggak sesusah sekarang!”
“Dari awal aku juga enggak mau nikah sama kamu! Aku terpaksa menikahimu jadi kamu jangan gede rasa! Apalagi setelah aku melihatmu dengan pria tadi! Kamu pikir, aku enggak menyesal pernah nikah sama kamu?!” bentak Bian dengan otot berkut saraf wajah di matanya yang seolah nyaris loncat mencekik Fina.
Tubub Fina mendadak kebas bersama rasa sakit yang seketika menggilas kehidupannya. Bian, ... pria di hadapannya benar-benar keterlaluan. Bian benar-benar tak tahu diri. Dan karena hal tersebut pula, Fina semakin menyesal. Ya, tak seharusnya ia menikah. Tak seharusnya orang kecil sepertinya berharap kepada pernikahan!
Dengan air mata yang tak hentinya berlinang, Fina menatap Bian penuh penyesalan. “Cukup, Bi! Sekarang kamu urus saja perceraian kita. Aku mau secepatnya! Karena yang seharusnya menyesal itu aku, bukan kamu. Akulah korban dari keegoisanmu dan Lia juga orang tuamu!” tegas Fina sesaat sebelum berlalu sambil mengelap air matanya. “Sabar, Fin! Kamu harus lebih kuat. Demi bapak, ibu, juga Rina! Sudah, jangan mikir aneh-aneh! Enggak sepantasnya kamu masih menangisi pria seperti Bian! Pria enggak punya pendirian! Beruntung, kalian sudah enggak punya hubungan! Hanya sebatas mantan. Mantan sahabat. Mantan pasangan!” bantin Fina berusaha menyemangati dirinya sendiri sambil terus melangkah cepat meninggalkan Bian.
“Fina! Jangan bikin malu sebelum perceraian kita selesai!” teriak Bian yang tak kuasa menyusul.
Fina yang telah meninggalkan koridor keberadaan Bian memang mendengarnya. Karena Bian berteriak tepat setelah Fina melangkah melewati pertigaan koridor keberadaan pria itu. Namun, Fina sengaja tak acuh. Lantaran jika ia menggubria ocehan Bian, pasti yang ada Fina akan menjadi semakin terluka.
Rafael keluar dari ruang rawat Raden dengan hati-hati. Meski diam, tetapi pria itu terlihat sangat marah. Rafael bahkan menatap Bian penuh kebencian, apalagi ketika Bian juga refleks balik badan kemudian menatapnya.
Rafael melangkah pelan tetapi pasti menghampiri Bian. Dengan jarak yang tak kurang dari enam meter, dari keberadaan Bian, Rafael menghentikan langkahnya. Ia menyimpan kedua tangannya di sisi saku celana. Dan kali ini, ia sengaja mengangkat dagunya untuk menegaskan statusnya.
Tak gentar, Bian juga balas menatap sinis Rafael. Sedangkan Fitri yang ada di belakang Rafael, merasa ngeri dengan kebersamaan saat ini. Fitri takut, akan terjadi hal fatal antara anaknya dengan pria yang diyakininya sebagai pria hidung belang Fina.
“Jadi karena kamu, Fina trauma menikah?” tanya Rafael dengan nada dingin.
Bian menepis tatapan Rafael sambil tersenyum sarkastis. “Berapa lama kamu mengenal Fina? Satu tahun? Satu bulan? Apa malah baru hitungan hari?”
Balasan Bian yang terdengar menusuk, dilengkapi pria itu yang sampai tersenyum sarkastis, sukses mendidihkan emosi Rafael. “Orang jahat sepertimu masih bisa menyombongkan diri, padahal beberapa hari lalu, kamu sempat bunuh diri?”
Rafael sengaja tertawa mengejek Bian. Terbukti, ulahnya sukses membuat Bian mendengus kesal sesaat setelah Bian juga sempat kebingungan dan menatap Rafael tak percaya.
“Fina yang mengatakan itu?” tuding Bian sengit.
Rafael sengaja menghela napas dalam dan menepis tatapan Bian. “Katakan padaku, ... seberapa banyak harta dan kekayaanmu, sampai-sampai, kamu memandang Fina dan keluarganya, dengan begitu hina?”
Pertanyaan Rafael membuat Bian tercengang. “Sebenarnya, apa maumu, kenapa kamu begitu sombong?!”
Rafael melangkah mendekat sambil menatap tajam Bian. “Untuk Fina dan keluarganya, aku akan membeli harga dirimu, juga semua orang kampung yang sudah menyakiti Fina dan keluarganya!” tegasnya. Dan tanpa menatap tabung infus yang ada di tangan kiri Bian, ia menyemparnya keras hingga tabung infus tersebut terkapar di lantai.
Bian menyeringai menahan nyeri di bekas saluran infusnya yang sampai lepas akibat ulah Rafael, sedangkan Fitri yang ada di belakang, menjerit ketakutan sambil berlari menghampiri Bian.
“Tolong ... tolong ... jangan. Sudah. Jangan menyakiti anak saya!” Fitri langsung memeluk erat Bian dengan air mata yang terus berlinang.
Dengan kemarahan yang belum sirna, Rafael mengeluarkan segepok lembar uang dolar dari saku dalam jasnya. Kendati demikian, uang dolar yang ia keluarkan dan kemudian ia lemparkan ke wajah Bian itu terbilang banyak. Buktinya, ulahnya juga sukses menghujani tubuh Bian dengan dolar.
“Urus perceraian secepatnya. Mengenai harga diri dan kekayaan orang kampung, aku juga bisa membelinya. Bahkan satu hotelku saja sudah lebih dari cukup untuk membeli mulut dan harga diri kalian!” tegas Rafael sesaat setelah membenarkan posisi jasnya. Kemudian ia berlalu meninggalkan Bian dengan langkah yang begitu gagah. “Aku benar-benar harus membuat pria itu menyesal! Meski aku tidak begitu mengenal Fina, tetapi penderitaan yang harus dia alami benar-benar seperti adegan sinetron. Heran, ... ternyata yang di sinetron memang ada di kehidupan nyata!” batin Rafael tak habis pikir.
“Katanya kaya, tapi kok malah kasih kamu uang mainan, Bi?” lirih Fitri terheran-heran.
Bian tidak berkomentar lantaran ia telanjur kesal. Didapatinya, Rafael pergi menyusul kepergian Fina. Namun yang ia herankan, siapa Rafael yang untuk sekadar nama saja belum ia ketahui? Kenapa pria itu terkesan bukan orang sembarangan bahkan sampai memiliki banyak uang dolar yang dikira Fitri uang mainan?
Bersambung ....
Rafael itu, ... keren tapi konyol >,<
Terus ikuti dan dukung ceritanya, yaaa. Siapa tahu kalian juga dihujani dolar juga sama Rafael! wkwkwkwk
Salam sayang,
Rositi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
karungin aja tu si bian sableng
2024-01-30
0
💕 bu'e haresvi 💕
katanya orang kaya msak uang dolar dkira uang maenan🤪🤪🤪
2023-09-07
1
N Wage
kasihan yg punya banyak dolar,begitu gak berharga di mata orang misqiuen (spt aku jg)...dibilang duit mainan.😂😂😂😂😂(uang2an monopoli kali....)
2023-05-05
0